Bola.com, - Sejak berdiri pada 2001, perguruan Anak Harimau tidak pernah sepi peminat. Setiap tahunnya, rata-rata murid yang menekuni seni beladiri asal Indonesia ini berkisar 15 hingga 30 orang. Perguruan ini juga memiliki dua lokasi latihan. Yang satu di Wina, ibu kota Austria, dan lainnya di Ladendorf, kota kecil di luar Wina tempat asal Stefan.
Advertisement
Baca Juga
Mengingat peminat pencak silat banyak yang menetap di Wina, Stefan membagi level latihannya menjadi empat kelompok. Di kota Wina, Martin diberi tugas untuk memimpin latihan. Sementara itu, Stefan mengurus agenda latihan di Ladendorf.
’’Tiga kelompok berlatih di Wina, dan satu kelompok di Ladendorf. Jadwal latihannya satu kali per pekan, dan jadwal seminarnya bisa dua kali setiap tahunnya,’’ jelas pria yang hanya mengisap rokok kretek Indonesia ini.
Kendati mendapat sambutan yang positif di kalangan masyarakat Austria, Stefan justru merasa sedih dengan menurunnya minat warga Indonesia terhadap kesenian tradisionalnya sendiri. Menurutnya, anak-anak Indonesia seharusnya tidak perlu malu belajar dan menekuni pencak silat. Stefan bahkan sempat berbincang dengan seorang warga Indonesia yang tengah berkunjung ke Wina, Austria, beberapa tahun lalu. Saat ditanya soal belajar pencak silat, orang Indonesia itu justru lebih tertarik belajar seni beladiri luar negeri.
’’Mungkin karena kuno, anak-anak Indonesia tidak mau belajar. Ada satu orang yang saya tanya, dia jawab ingin belajar Thai Boxing. Kenapa tidak belajar kesenian sendiri? Kok malah ingin belajar kesenian negara lain? Jawabnya karena Thai Boxing lebih populer,’’ kata Stefan.
Berlatih di Jakarta dan Sumbar
Perguruan pencak silat Anak Harimau berbeda dengan lainnya. Sekolah beladiri yang didirikan Stefan Taibl ini dibuat murni untuk kegiatan olahraga. Tidak ada rencana berkompetisi. Yang paling utama menjalin perkawanan antarsesama. Hal ini yang membuat padepokan silat aliran Sumatra Barat itu tetap eksis sejak 2001 di Austria.
Anak Harimau merupakan satu di antara 10 perguruan silat yang masuk dalam anggota PSVOe atau IPSI-nya Austria. Stefan Taibl sebagai pendiri dari padepokan Anak Harimau mengatakan padepokannya selalu diminta pihak PSVÖ untuk ikut ambil bagian dalam setiap kejuaraan. Namun, setiap kali tawaran itu datang, Stefan selalu menolaknya.
’’Kalau bertanding, gerakan silat itu hilang. Yang ada hanya pukulan dan tendangan. Saya tidak suka berkelahi. Ini olahraga untuk kesehatan, dan akan tetap seperti ini selamanya,’’ katanya.
Stefan dan Martin mendirikan sekolah silat ini bukan untuk show-off. Bahkan, dia juga tidak berpikir untuk mengais keuntungan dari padepokan silat yang didirikannya sejak 14 tahun silam ini.’’Kalau latihan mereka pakai training dan kaus. Itu sudah cukup. Saya juga tidak menjual pakaian atau kostum silat. Saya juga tidak menawarkan ke murid-murid saya. Tapi jika mereka bertanya untuk beli kostum silat, yah saya anjurkan untuk lihat di situs-situs yang menjualnya,’’ kata Stefan.
Hanya, ungkap Stefan, untuk membeli peralatan seperti teta atau peci dan karampit (sejenis pisau khas Silek Harimau), harus membeli langsung dari Indonesia. ’’Tidak semua ada di Eropa. Paling, kami memesannya dari teman yang ingin berkunjung ke Indonesia. Karena peralatan ini hanya dijual di tempat kelahiran pencak silat,’’ jelas pria yang sedikit mengerti bahasa Indonesia ini.
Untuk biaya sewa tempat latihan, Stefan mengaku tidak kesulitan. Tempat latihan Anak Harimau menyewa gelanggang olahraga milik pemerintah kota. Biaya sewanya juga sangat terjangkau. Selain Stefan, ada tiga tenaga pengajar di perguruan ini. Mereka adalah Martin Jagoditsch, Johannes Kunz, dan Markus Fröhlich. Markus Fröhlich merupakan murid pertama Stefan sejak memutuskan melatih silat pada 1995. Stefan pernah berlatih di Indonesia pada 1992. Namun kunjungannya ke Tanah Air pada saat itu dirasakan belum sempurna. Stefan belum mendapat semacam legitimasi dari guru silat Indonesia untuk menjadi instruktur silat.
Mendapat Legitimasi
Nah, legetimasi itu baru didapatnya setelah kunjungan kedua pada 2009. Saat itu, dia bersama enam rekannya berguru di dua tempat, Jakarta dan Sumatra Barat. Di Sumbar, Stefan dkk. digembleng guru silat aliran Sunua, H. Syofian. Stefan dan rekan-rekannya belajar seni beladiri tradisi Minangkabau selama sekitar 2,5 pekan.
Di Jakarta, Anak Harimau mendapat keistimewaan dilatih guru besar silat Harimau, Edwel Yusri Datuk Raji Gampo Alam. Sosok Edwel Yusri sudah tidak asing lagi di dunia persilatan Tanah Air. Dia adalah master pencak silat asal Sumbar. Ingat film Merantau yang tahun lalu booming di belantika layar lebar Tanah Air? Edwel Yusri bukan hanya bermain dalam film tersebut sebagai guru silat pemeran utama, Iko Uwais (Yuda), tapi dia juga merupakan koreografer silat dalam film tersebut.
’’Sebuah kehormatan bagi Anak Harimau bisa dilatih Pak Edwel Yusri dan Pak H. Syofian,’’ ungkap Stefan.
Setelah digenjot oleh dua sosok sentral pencak silat Sumbar itu, Stefan akhirnya mendapat legitimasi dari keduanya sebagai instruksur padepokan Anak Harimau. ’’Yah mereka cuma bilang ke saya kalau saya sudah pantas jadi instruktur di sekolah Anak Harimau,’’ terang pria yang kini menjabat sebagai Presiden Silat Austria ini.
Setahun setelah dilatih, perguruan Anak Harimau mengundang Edwel Yusri Datuk Raji Gampo Alam untuk berkunjung ke padepokan mereka pada 2010 di Ladendorf, provinsi Lower Austria. Selama beberapa hari di Austria, Edwel Yusri mengaku takjub dengan semangat berlatih murid-murid Anak Harimau. Guru besar silat aliran Silek Harimau itu juga memberikan ’’kuliah singkat’’ kepada anggota padepokan tentang ilmu beladiri Sumata Barat.
’’Kehadiran Pak Edwel Yusri ke sekolah kami sangat positif. Dia juga memberikan seminar kepada seluruh murid dan guru Anak Harimau,’’ ungkap Stefan.
Promosi dan Galang Dana
Tak lupa terhadap asal usul seni beladiri yang dipelajari, Anak Harimau menggelar suatu kegiatan yang mulia pada 2010. Saat Sumatra Barat diguncang gempang bumi, seluruh anggota sekolah silat ini bergerak membantu. Anak Harimau menggelar acara penggalangan dana. Stefan bercerita, saat gempa terjadi di Padang, dia mendapat kabar murid-murid H. Syofian banyak yang terkena dampak dari guncangan tersebut. Bahkan, tidak sedikit yang meninggal akibat musibah tersebut. ’’Kami memutuskan membuat acara penggalangan dana untuk korban gempa di Padang,’’ terang Stefan.
Sebelum menggelar acara tersebut, Stefan berkomunikasi dengan pihak kedutaan RI di Wina. Dia ingin agar acara amal ini bisa menyedot perhatian banyak kalangan. ’’Saya sendiri yang mengontak pihak KBRI. Di acara ini, sekolah kami memulai hubungan dengan pihak kedutaan. Pihak kedutaan sangat terbuka dengan acara amal yang akan kami buat ketika itu,’’ terang dia.
Selain menggandeng pihak KBRI, Stefan juga mengajak pemerintah kota Ladendorf dan sejumlah musisi serta artis lokal dalam acara amal untuk Padang tersebut. Sambutan yang diperoleh dari warga sekitar sangat luar biasa. Dari hasil acara amal itu, Anak Harimau berhasil mengumpulkan 4.000 Euro atau sekitar Rp 48 juta. Uang tersebut disumbangkan langsung ke rekening Satria Muda Asosiasi, sebuah organisasi silat pimpinan H. Syofian.
’’Tidak hanya warga yang menyumbang. Pihak Bank juga ikut ambil bagian dengan membebaskan biaya transfer uang kami ke Indonesia. Pihak bank tidak mau membebani uang untuk amal,’’ ucap Stefan.