Bola.com, Jakarta - Ayrton Senna da Silva lahir di Sao Paulo, Brasil, 21 Maret 1960. Setelah beranjak dewasa, Senna yang oleh keluarganya memiliki panggilan sayang Beco, menjelma menjadi salah satu pebalap F1 paling hebat dan menjadi legenda.
Advertisement
Baca Juga
Senna meraih tiga gelar juara dunia F1 pada 1988, 1990, dan 1991. Masa aktif membalap Senna terjadi di periode 1984-1994. Idola rakyat Brasil tersebut berhenti membalap bukan karena pensiun, melainkan karena tewas dalam insiden kecelakaan hebat di GP San Marino 1994.
Saat itu, Senna yang membalap untuk Williams Renault tengah melaju kencang dalam balapan. Naas, mobilnya kehilangan kendali dan menghantam tembok di tikungan Tamburello. Meski sempat diterbangkan ke rumah sakit, nyawa Senna yang pada waktu itu berusia 34 tahun tak tertolong.
Tak hanya Brasil yang berduka. Seluruh dunia, bahkan para rival, termasuk Alain Prost yang merupakan seteru bebuyutannya, merasakan kehilangan besar. Hingga kini, kenangan akan Senna tak pernah sirna.
Sang legenda memiliki banyak cerita menarik yang abadi hingga kini. Berikut beberapa diantaranya:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
2
1. Prost, Rival Terhebat
Tak jarang Senna menempatkan lawan pada dua pilihan: membiarkannya lewat atau tidak sama sekali. Ketimbang mengalami tabrakan dan gagal finis, sebagian besar lawan membiarkannya lewat. Kecuali Alain Prost yang menjadi musuh bebuyutannya.
Prost adalah juara dunia empat kali. Menyatukan dua juara dunia seperti Senna dan Prost dalam satu tim, seperti yang dilakukan tim McLaren, membuat rivalitas yang terjadi diantara mereka bakal dikenang selamanya.
2. Diskusi dengan Rival Sebelum Meninggal
Pagi hari sebelum mengalami kecelakaan di Imola, Senna sempat membicarakan soal dibentuknya lagi Asosiasi Pebalap GP dengan Alain Prost, rival bebuyutannya yang sudah pensiun. Mereka membicarakan soal keselamatan pebalap yang harus lebih diperhatikan. Ironis, karena dalam lomba yang digelar hari itu Senna meninggal karena kecelakaan.
Advertisement
3
3. Pahlawan Brasil
Menang di balapan home race adalah mimpi dari setiap pebalap F1. Senna, yang mengawali karir F1 di tahun 1984 harus menunggu hingga tujuh tahun sebelum menang di GP Interlagos, Brasil.
Kemenangan tersebut terjadi secara dramatis. Mobil Senna rusak saat lomba menyisakan dua putaran dan hujan mulai turun. Senna yang tengah memimpin balapan menyelesaikan lomba sebagai juara, meski hanya bisa memakai gigi enam.
Usai lomba, Senna sangat emosional. Tangannya mengalami kram hebat dan air mata membasahi pipinya. Sebuah kemenangan dramatis dari seorang legenda sekaligus pahlawan buat rakyat Brasil.
4. Raja di Monako
GP Monako dianggap sebagai balapan paling prestisius di ajang F1. Lokasi yang elit, karena faktor glamor yang menyelimuti Monako, plus tingkat kesulitan tinggi di sirkuit jalanan yang sempit itu, membuat GP Monako punya gengsi tinggi di kalangan pebalap.
Rekor yang hingga kini belum terpatahkan oleh siapapun adalah Senna merupakan raja di GP Monako. Enam gelarnya di sirkuit prestisius yang digelar di jalanan itu belum bisa disamai oleh pebalap manapun hingga sekarang. Bahkan oleh pebalap yang punya koleksi gelar juara dunia lebih banyak dibanding Senna seperti Alain Prost (4), Sebastian Vettel (4), atau Michael Schumacher (7).
4
5. Penyebab Evaluasi Besar di F1
Setelah kecelakaan yang membuat Senna meninggal, tak ada lagi pebalap F1 yang meninggal karena mengalami kecelakaan di trek balap selama 20 tahun. FIA sebagai organisasi induk balap F1 melakukan evaluasi besar-besaran soal keamanan mobil dan sirkuit setelah akhir pekan yang penuh tragedi di GP San Marino 1994. Selain Senna, nyawa Roland Ratzenberger juga melayang akibat kecelakaan di sesi kualifikasi GP San Marino.
Kecelakaan yang meminta korban jiwa di arena F1 baru terjadi lagi pada 2014. Pebalap tim Marussia, Jules Bianchi, mengalami kecelakaan di GP Jepang dan membuat pria asal Prancis itu meninggal.
Dalam lomba yang diguyur hujan lebat itu, mobil Bianchi melintir dan menabrak sebuah crane yang sedang mengevakuasi mobil Adrian Suttil yang menabrak tembok. Usai kecelakaan tersebut, Bianchi mengalami koma dan tak pernah sadarkan diri hingga dinyatakan meninggal dunia 10 bulan kemudian, 17 Juli 2015.
6. Kontroversi GP Jepang
Salah satu insiden paling diingat antara Senna dengan Prost adalah saat keduanya, yang merupakan rekan satu tim di McLaren, bertabrakan di lap 46 GP Jepang 1989. Ketika itu Prost sedang berpeluang menjadi juara dunia.
Tabrakan membuat Prost tak bisa melanjutkan lomba. Sementara Senna masih bisa meneruskan lomba dan masuk finis sebagai pemenang. Hasil ini sebetulnya membuat Senna menjadi juara dunia. Namun pihak FIA memutuskan Senna didiskualifikasi sehingga Prost yang akhirnya jadi juara dunia.
Advertisement
5
7. Kemenangan Bersejarah sang Rain Master
Pada ajang F1, ada beberapa pebalap yang dikenal sebagai Rain Master. Julukan tersebut mengacu pada kemampuan sang pebalap yang justru tampil hebat ketika lomba dilangsungkan dalam kondisi hujan. Saat pebalap lain kesulitan mengendalikan mobil, Rain Master justru melibas trek basah dengan keberanian luar biasa dan meraih kemenangan.
Ayrton Senna adalah salah satu Rain Master yang pernah ada di ajang F1. Ia meraih gelar juara pertama di trek F1 setelah menang di GP Portugal 1985 dari pole position. Pada saat itu Senna menang pada balapan keduanya bersama Lotus. Dalam lomba yang diguyur hujan lebat itu, ia meninggalkan Michele Alboreto yang masuk finish di posisi kedua dengan selisih waktu lebih dari satu menit.