Bola.com, Jakarta - Balapan perdana F1 musim 2016 di Sirkuit Albert Park, Melbourne, Australia, awalnya berjalan biasa. Tak ada kejadian menarik saat para pebalap melewati garis start.
Namun, balapan harus dihentikan sejenak saat para pebalap baru melahap 9 lap. Penyebabnya adalah insiden menakutkan yang melibatkan Fernando Alonso (McLaren Honda) dengan Esteban Gutierrez (Hass) pada tikungan ketiga.
Baca Juga
Advertisement
Ketika itu, Alonso mencoba untuk menyalip Gutierrez. Sayangnya ban depan Alonso menabrak ban belakang Gutierrez. Mobil Alonso terlihat rusak parah, bukan lebih tepatnya hancur berantakan, akibat kejadian ini.
Pikiran negatif pun muncul dalam pikiran banyak pihak yang menyaksikan kejadian serta kondisi mobil pebalap asal Spanyol tersebut. Dengan kondisi seperti itu, Alonso diprediksi dalam bahaya besar. Jika tak meninggal, mantan pebalap Ferrari tersebut kemungkinan mengalami cedera parah.
Kekhawatiran tersebut sirna dan justru berganti dengan rasa takjub. Alonso, yang mengalami kecelakaan parah, bangkit dari kokpitnya. Pebalap berusia 34 tahun itu bisa berdiri secara normal meski agak terhuyung. Dia juga sempat memerhatikan mobilnya yang sudah tak utuh lagi sebelum berbincang dengan Gutierrez.
Hebatnya lagi, juara dunia F1 dua kali tersebut masih bisa berjalan santai setelah kecelakaan. Bahkan, dia sempat memberikan keterangan kepada wartawan seusai kejadian tersebut.
Keajaiban yang menimpa Alonso ini membuat mata dunia tertuju pada sistem keamanan pada jet darat setiap tim. F1 dan FIA mendapat pujian karena aturan serta regulasi keselamatan modern yang mereka terapkan dinilai membuat mobil jadi lebih aman untuk para pebalap.
Moncong Mobil F1
Lantas apa saja bagian yang menjadi sistem keamanan pada mobil F1? Pertama adalah moncong mobil. Bagian ini yang paling banyak mendapat sorotan. Tak hanya berpengaruh terhadap kecepatan mobil, bagian yang akrab disebut nose cone ini juga menjadi pelindung buat pebalap ketika terjadi tabrakan, khususnya dari depan.
Wajar bila FIA menerapkan aturan ketat terkait moncong mobil. Bagian ini harus melewati ujian penting, yaitu uji tabrak.
Untuk menghindari kerusakan yang parah ketika terjadi kecelakaan maka nose cone harus dibuat dengan bahan kuat. Untuk itu, para tim F1 menggunakan serat karbon sebagai bahan pembuatan moncong mobil mereka.
Serat karbon adalah bahan yang lebih kuat daripada baja. Keuntungan lainnya, bahan ini sangat ringan. Saat terjadi kecelakaan, serat karbon berfungsi mengurangi kerusakan yang diakibatkan secara fisik.
Pada moncong mobil F1, ada juga bagian yang sangat penting dalam menjaga keselamatan pebalap, yaitu pengunci roda. Bagian ini telah digunakan F1 sejak 2001. Pengunci roda dipakai agar roda tidak lepas saat terjadi kecelakaan. Sehingga tidak berdampak buruk bagi pebalap, penonton atau pihak yang bekerja di sekitar lintasan.
Usulan untuk menggunakan pengunci roda ini muncul menyusul kecelakaan tragis yang melibatkan Henry Surtees pada ajang Formula 2, November 2010. Saat itu, roda mobil pebalap lain terlepas dan mengenai kepalanya.
Pada 2011, FIA kemudian merevisi aturan pemakaian pengunci roda. Kali ini, FIA meminta semua tim memasang dua pengunci pada masing-masing roda balap mobil mereka. Masing-masing pengunci harus bisa menyerap energi hingga 6 kj (kilojoules). Pada 2017, FIA kabarnya akan menerapkan aturan baru terkait pengunci roda ini.
Kokpit
Bagian terpenting lainnya dalam sistem keamanan mobil F1 adalah kokpit. Pada bagian ini, terdapat beberapa kunci yang membuat pebalap F1 dapat terselamatkan saat mengalami kecelakaan hebat saat balapan.
Pertama adalah monokok. Monokok menggabungkan kokpit sebagai salah satu kesatuan sel kuat. Seperti moncong mobil F1, bagian ini juga terbuat dari serat karbon.
Tentunya monokok pada kokpit juga harus melewati tes. Pelindung pada tempat duduk pebalap F1 ini harus mampu menahan tekanan hingga puluhan kilonewton (1 kilonewton = 0,1 ton).
Lalu dimensi kokpit juga punya peranan penting dalam keselamatan pebalap. Tentunya, operator F1 dan FIA telah menyepakati ukuran standar kokpit. Tujuannya agar seluruh tim peserta merancang kokpit yang sama.
Namun, jangan anggap pebalap dalam posisi duduk saat berada dalam kokpit. Lebih tepatnya pebalap dalam posisi berbaring. Kaki pebalap menjadi menekuk demi mengurangi risiko kaki patah saat terjadi benturan.
Tempat duduk atau jok pada kokpit juga ikut memengaruhi keselamatan pebalap. Ukuran jok mobil harus disesuaikan dengan pebalap. Jadi jangan heran jika seorang pebalap harus melakukan pengukuran jok ketika tiba di tim baru.
Hal terpenting lainnya adalah sabuk pengaman. Ya, bagian ini jelas tak boleh dilupakan. Jok balap wajib punya sabuk pengaman berjenis lima atau enam titik. Sabuk pengaman jenis ini akan memelar sesuai gaya berat yang dialami pebalap.
Pada 2007, FIA memperkenalkan langkah agar seluruh tim peserta memakai bahan zylon pada bagian tepi belakang atas kokpit sebagai pelindung kepala pebalap. Bagian ini tingginya 20mm dan mampu menahan beban hingga 50 kN (kilonewton).
Bahan zylon biasanya dipakai dalam rompi anti peluru. FIA beralasan hal tersebut agar bisa melindungi pebalap F1 dari pecahan balistik yang bisa saja menembus kokpit.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
2
HANS (Head and Neck Support)
Masih ingat tragedi pada balapan F1 GP San Marino 1994 di Sirkuit Imola yang merenggut nyawa Roland Ratzenberger (Austria) dan Ayrton Senna (Brasil)? Kedua pebalap tersebut meninggal dunia karena retak tulang tengkorak basilar (basilar skull fractures) setelah mengalami kecelakaan hebat.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Pada era tersebut, bagian atas tubuh pebalap F1 hanya dilindungi helm. Belum ada proteksi tambahan untuk mencegah cedera serius saat mobil berhenti secara mendadak akibat kecelakaan.
Bagian badan boleh saja tak mengalami guncangan hebat karena ada sabuk pengaman, tapi tak demikian dengan tubuh bagian atas. Kepala pebalap terguncang hebat serta terlempar ke depan dan ke belakang sehingga menyebabkan cedera leher serius hingga retak tulang tengkorak.
Untuk melindungi bagian atas tubuh pebalap, sejak 2003 F1 pun mewajibkan penggunaan HANS (Head and Neck Support). Sebelum memberlakukan peraturan tersebut, otoritas lomba jet darat sudah melakukan tes dan penelitian selama tiga tahun pada 1996-1998 dengan dibantu Mercedes. Hasil tes membuktikan penggunaan HANS lebih baik untuk mencegah cedera leher dan kepala serius ketimbang airbag. Sampai saat ini, HANS telah menyelamatkan nyawa banyak pebalap, termasuk Alonso.
HANS terbuat dari serat karbon. Bentuknya seperti huruf U. Pada bagian belakang ada pelindung leher (2) dan di depan terdapat pelindung dada. Alat ini menempel di bahu dan cuma tersambung ke helm dengan dua pengait masing-masing di sebelah kanan dan kiri (1).
Fungsi utama HANS adalah menjaga leher dan kepala berada di posisinya saat mengalami guncangan hebat akibat kecelakaan. Alat ini membuat posisi kepala dan badan tetap relatif lurus. Sebagai tambahan, dengan HANS energi akibat tumbukan tak cuma terpusat di kepala, tapi ditransfer ke bagian tubuh lain yang lebih kuat seperti dada, torso, dan bahu serta sabuk pengaman dan kursi.
HANS awalnya didesain oleh Dr. Robert Hubbard, seorang profesor biochemichal engineering di Michigan State University pada awal 1980-an. Saat ini, HANS tak cuma wajib dipakai di F1, tapi juga ajang balap mobil lain seperti Nascar dan Kejuaraan Reli Dunia (WRC)
Halo
Dalam beberapa bulan terakhir, salah satu topik perbincangan utama seputar keselamatan pebalap F1 adalah wacana penggunaan pelindung kokpit alias halo. Proteksi kokpit mulai menjadi perhatian serius otoritas F1 menyusul insiden kecelakaan Jules Bianchi pada GP Jepang 2014.
Mobil Marussia yang dikemudikan Bianchi melintir keluar trek dalam balapan basah di Suzuka dan menabrak traktor. Akibat insiden itu, Bianchi mengalami cedera kepala serius setelah mobilnya masuk ke kolong traktor dan kepala Bianchi menghantam bagian bawah kendaraan berat itu. Sempat lama koma, Bianchi akhirnya meninggal dunia pada 2015.
Federasi Otomotif Dunia (FIA), seluruh tim, dan pebalap sepakat halo mulai dipakai pada musim 2017. Beberapa tim sudah memperkenalkan konsep pelindung kokpit mereka. Selain melindungi kepala pebalap dari benturan saat kecelakaan, halo juga bisa mencegah masuknya benda besar yang melayang dari mobil lain seperti ban.
Beberapa tim yang sudah memperkenalkan konsep halo untuk mobil mereka adalah Mercedes, Ferrari, dan Red Bull. Berbeda dengan konsep halo Mercedes dan Ferrari yang hanya berbentuk pilar, bentuk pelindung kokpit Red Bull dilengkapi dengan kaca pelindung.
Jika Mercedes dan Red Bull masih sekadar konsep, Ferrari sudah menguji pelindung kokpit mereka dalam tes pramusim di Barcelona, Spanyol. Halo milik Ferrari bukan alat struktural yang melekat di mobil dan bisa dicopot. Sebastian Vettel dan Kimi Raikkonen memang baru mengujinya untuk installation lap saja. Namun, kedua pebalap sama sekali tak mengalami masalah penglihatan dengan keberadaan pelindung kokpit tersebut.
Namun, wacana penggunaan halo bukan tak memiliki rintangan. Sebagian fans tak menghendaki mobil F1 memiliki pelindung kokpit karena tak sedap dipandang. Bahkan, setelah melihat konsep halo Mercedes, Lewis Hamilton menyebut mobil tersebut merupakan yang paling jelek sepanjang sejarah F1.
Selain dari sisi estetika, kokpit mobil tertutup juga dianggap mengilangkan esensi awal lomba jet darat dengan kokpit terbuka. Fans ingin mobil F1 tetap memiliki kokpit terbuka dan meminta FIA mencari jalan lain untuk melindungi pebalap.
Bahkan, beberapa ahli menganggap nyawa Bianchi tetap tak bisa diselamatkan meski di mobilnya sudah dipasang halo. Belum lagi kalau ada insiden yang disebabkan objek kecil yang lepas dari mobil lain seperti kasus Felipe Massa. Massa mengalami cedera retak tulang tengkorak setelah helmnya terhantam suspensi mobil Rubens Barrichello pada sesi kualifikasi GP Hungaria 2009.
Keberadaan halo juga diklaim akan menyulitkan pebalap keluar dari mobil jika mengalami kecelakaan.
Di luar segala kritik yang muncul, apa pun solusi yang nantinya dipilih FIA untuk digunakan pada musim 2017, semua dimata-mata dilakukan demi meningkatkan tingkat keselamatan pebalap F1. Sejauh ini, apa yang dilakukan FIA terbilang sudah memuaskan. Buktinya, berdasarkan data dari musim pertama pada 1950, dalam 30 tahun terakhir jumlah pebalap yang tewas akibat kecelakaan sudah menurun.
Sumber: Motorsport, Carthrottle
Advertisement