Bola.com, Jakarta - Indonesia menorehkan prestasi apik tampil sebagai juara umum di Singapura International Series (IS) 2016 setelah membawa pulang gelar juara pada tiga nomor (satu ganda campuran, dan satu runner-up. Turnamen ini berada satu level di bawah International Challenge yang memang difokuskan untuk pemain bulutangkis muda potensial.
Advertisement
Baca Juga
Namun, tak jarang turnamen seperti IS dan IC diikuti pemain senior yang performanya sudah turun dikarenakan faktor umur atau batu loncatan untuk mengembalikan performa terbaik seusai cedera.
Gelar yang pertama di Singapura IS 2016 dipersembahkan oleh pasangan ganda campuran yang belum lama ini bermukim di Pelatnas Cipayung, yakni Yantoni Edy Saputra/Marsheilla Gischa Islami. Keduanya mampu tampil perkasa di final dengan menundukkan pasangan tuan rumah yang diunggulkan di posisi keenam, Danny Bawa Chisnanta/Citra Dewi Sari.
Gelar kedua datang dari nomor tunggal putri. Pebulutangkis muda asal klub Jaya Raya Jakarta, yakni Asty Dwi Widyaningrum, berhasil membuat kejutan di babak final. Asty yang sama sekali tak diunggulkan, mampu menyudahi unggulan kedua, Ying Ying Lee dari Malaysia.
Adapun gelar ketiga bagi Indonesia sebenarnya sudah dipastikan setelah di final ganda putri mempertemukan kedua wakil Indonesia. Suci Rizki Andini/Yulfira Barkah akhirnya menunddukkan kompatriot mereka, Mychelle Chrystine Bandaso/Serena Kani.
Dari lima pemain yang juara di Singapura IS, empat di antaranya masih belia. Hanya Suci yang sudah cukup berpengalaman dan berusia 25 tahun. Itu artinya Indonesia punya empat pemain muda yang punya potensi besar, jika diasah dan digembleng dengan benar.
Berikut ini Bola.com mengupas tentang empat pebulutangkis muda potensial Indonesia yang baru saja menjuarai Singapura IS.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Yantoni Edy Saputra
Yantoni Edy Saputra
Pemain yang akrab disapa Yantoni ini digadang-gadangkan menjadi penerus Markis Kido jika melihat dari penampilannya di lapangan. Bertubuh gempal, lincah dan mempunyai smash yang mematikan, mirip dengan karakter Kido.
Pria kelahiran Samarinda 19 tahun silan ini, menjadi buah bibir setelah menjuarai Singapura IS dua pekan lalu. Berpasangan dengan Marseilla Gischa Islami yang usianya masih di bawah 20 tahun, ganda campuran Indonesia tersebut mampu mengalahkan pasangan senior Singapura Danny Bawa Chrisnanta yang berpasangan dengan Citra Dewi Sari yang berpindah kewarganegaraan.
Di sektor ganda campuran sederet prestasi mampu diciptakan Yantoni sejak berseragam PB Djarum para 2010, salah satunya menjuarai Malaysia Internasional Youth U-19 pada tahun lalu.
Yantoni, yang memiliki tinggi badan 172 cm, tersebut juga mengukir prestasi di sektor ganda putra. Dipasangkan dengan Yahya Adi Kumara di turnamen Malaysia Internasional Youth U-19 2015, dia juga meraih gelar juara. Alhasil, tahun lalu dia berhasil membawa pulang dua titel juara sekaligus dari Malaysia. Hal ini menunjukkan Yantoni memang seorang pemain serba bisa.
Advertisement
Marseilla Gischa Islami
Marseilla Gischa Islami
Saat masih duduk di bangku sekolah, Marseilla Gischa Islami pernah bercita-cita menjadi pramugari. Ternyata, bulutangkis telah membuatnya berpaling. Gischa pun memilih melupakan impian jadi pramugari dan fokus menekuni olahraga tepok bulu.
Wanita kelahiran Blitar sudah mengenal bulutangkis sejak berusia sembilan tahun berkat orang tuanya. Pada tahun 2010, Gischa sempat bermain untuk klub Semen Gresik, kemudian pada 2013 berhasil masuk klub PB Djarum.
Hanya dalam tempo singkat, dia berhasil membuktikan kualitasnya. Gischa terpilih sebagai atlet muda PB Djarum berprestasi 2014. Penghargaan tersebut ia capai berkat prestasi menjuarai dua gelar sekaligus di Kejurnas 2014.
Dia menyabet gelar juara di nomor ganda putri bersama Rahmadhani Hastiyanti, di momor ganda campuran saat berpasangan dengan Jeka Wiratama .
Pemain yang bertinggi badan 171 cm tersebut kini dipasangkan dengan Yantoni Edy Saputra dan sukses meraih gelar di kejuaraan Singapura IS 2016. Sebelumnya Gischa yang sering bermain rangkap sudah banyak mengoleksi gelar juara , di antaranya Italia Junior 2015 dan Belanda Junior 2014.
Asty Dwi Widyaningrum
Asty Dwi Widyaningrum
Kiprah Asty Dwi Widyaningrum pada 2014 patut diacungi jempol. Sederet prestasi yang ditorehakannya antara lain menjuarai Sirnas Batam 2014, Sirnas Jawa Barat 2015, dan Sirnas Jakarta 2016.
Pada 2016, Asty membuka torehan gelar pada ajang Djarum Sirnas Li Ning Sulawesi Selatan Open 2016 yang berlangsung Maret. Asty keluar sebagai juara usai mengalahkan atlet PB Exist, Eprilia Mega Ayu Swastika tiga set 21-7, 18-21, 21-8.
Belum lama ini pemain mungil kelahiran Papua 16 tahun silam tersebut menjuarai Singapura IS berkat penampilan meyakinkan mengalahkan pemain yang secara peringkat jauh di atasnya. Di Final Asty mengalahkan unggulan kedua asal Malaysia Ying Ying Lee dua gim langsung 21-19, 21-12.
Pemain yang berasal dari klub Jaya Raya Jakarta tersebut mengaku mengagumi permainan bintang bulutangkis Jepang, Nozomi Okuhara. Okuhara disebut sebagai salah satu sosok yang berpengaruh bagi prestasi Asty sejauh ini. Bukan tak mungkin dengan postur tubuh yang sama, Asty akan mengadopsi penuh cara bermain dari pemain tunggal putri Jepang tersebut.
Advertisement
Yulfira Barkah
Yulfira Barkah
Pebulutangkis PB Mutiara Cardinal Bandung saat ini berpasangan dengan mantan pemain Pelatnas tahun lalu, Suci Rizky Andini. Kombinasi keduanya menghasilkan gelar juara di Singapore IS 2016 setelah mengalahkan sesama ganda Indonesia, Mychelle Crhystine Bandaso/Serena Kani.
Bakat Yulfira mulai menjadi sorotan sejak dipasangkan dengan Suci. Duet pemain senior-junior tersebut menggebrak saat tampil pada ajang Djarum Sirnas Kalimantan Selatan 2016. Duet Suci/Yulfira tampil sebagai juara, padahal itu merupakan penampilan perdana setelah diduetkan di sektor ganda putri.
Jika bisa terus meningkatkan skill dan performa, Yulfira punya kans bersinar di level yang lebih tinggi. Apalagi dia mampu tampil rangkap di nomer ganda putri dan ganda campuran, dengan sama baiknya.
Bukan tak mungkin jika dipanggil Pelatnas dan dipasangkan dengan pemain papan atas serta malahap materi latihan dengan baik, Yulfira bakal menjadi pemain yang berbahaya dan jadi andalan Indonesia.