Bola.com, Bandung - Perenang difabel asal Jawa Tengah, Miswan, tak pernah menyangka bisa merebut medali emas Peparnas 2016. Bahkan, dia tak pernah berpikir bakal menggeluti profesi sebagai atlet .
Miswan sebenarnya terlahir dengan tubuh yang lengkap. Namun, akibat suatu kecelakaan, dia harus kehilangan kedua tangannya.
Advertisement
Kondisi tersebut sempat membuat pria berusia 23 tahun itu putus asa. Namun, semangat Miswan menjadi orang yang lebih baik mengalahkan rasa putus asa tersebut.
Perlahan tapi pasti, Miswan bangkit. Pertemuan dengan seseorang mengubah kehidupannya. Sempat terbentur masalah dana, dia mampu mewujudkan mimpinya untuk membahagiakan orang tua.
Peparnas 2016 menjadi ajang pertama yang diikutinya seusai memutuskan menjadi atlet pada 2015. Hasilnya cukup memuaskan. Dia merebut medali emas cabang renang pada nomor 50 meter gaya dada klasifikasi S7 dengan catatan waktu 56,76 detik, Rabu (19/10/2016).
Kepada Bola.com, Miswan membagikan secuil kisah hidupnya hingga menjadi seorang atlet difabel:
Bagaimana proses awal kamu bisa menjadi seorang atlet difabel?
"Awalnya, kenal sama teman terus dia mengajak saya untuk menjadi atlet. Tapi karena kondisi ekonomi saya dan keluarga yang tidak mampu, jadi saya kurang minat. Tapi setelah saya bekerja dan mendapatkan penghasilan, saya akhirnya ikut latihan hingga sekarang menjadi atlet."
Tentu banyak rintangan yang kamu lalui sebagai atlet renang. Seberapa besar perjuangan kamu hingga bisa seperti ini?
"Saya sebenarnya belum pernah berenang, jadi pada awal seleksi itu benar-benar dari nol. Mulai dari tenggelam hingga akhirnya bisa. Saya bersyukur punya pelatih kelas nasional yang sangat serius mengajari saya."
Bagaimana dengan latihan, ada cara khusus dalam belajar renang?
Tidak ada cara khusus. Latihannya pun biasa, tapi ada tekniknya. Apa tekniknya susah buat menjelaskan. Yang pasti, pertamanya memang susah.
Bisa ceritakan bagaimana kondisi kamu bisa seperti ini?
"Dulu saya bantu renovasi rumah. Ketika itu saya hendak menarik air, dan terjadi kecelakaan. Lalu saya dibawa ke rumah sakit dan diamputasi."
Merasa putus asa setelah tahu kamu tak lagi seperti dulu?
"Mungkin saat itu saya merasa sedikit putus asa, tapi saya tetap punya semangat untuk tetap mencari rezeki yang baik dan menjadi orang yang baik."
Pernah minder dengan keadaan kamu?
"Rasa minder itu pernah saya rasakan, setiap orang pasti punya itu. Tapi rasa percaya diri lebih banyak. Yang penting yakin bisa melakukan apa saja, tidak merasa cacat. Jadi merasa seperti orang normal saja, kan belum tentu orang normal bisa melakukan hal seperti kami. Saya dulu juga pernah normal, jadi sama aja."
Bagaimana kamu menghadapi tantangan hidup dengan keterbatasan ini?
"Saya menerima apa adanya, menerima takdir. Jika sudah menerima takdir, sama saja seperti orang normal."
Ada pesan buat teman-teman difabel lain yang ada di luar sana?
"Saya titip pesan buat atlet difabel, kita hidup itu cuma sementara. Di dunia hanya sekejap mata, jangan berpikir kita normal atau tidak normal. Tapi kita harus punya rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa, yakin Tuhan itu pasti ada. Pasti kita bisa."
Punya harapan apa ke depannya?
"Harapan saya ingin membanggakan orang tua, karena dulu saya masih normal belum sempat membanggakan orang tua. Sekarang cita-cita saya itu."