Bola.com, Jakarta - I Gede Siman Sudartawa mengaku benci air saat masih kecil. Namun, rasa dengki membuat pemuda kelahiran Klungkung, Bali, itu nekat belajar renang. Siapa sangka kecemburuan malah mengantarkan Siman pada ketenaran.
Kisah bermula saat Siman masih berusia enam tahun dan duduk di kelas 3 Sekolah Dasar (SD). Ketika pelajaran olahraga berenang, teman sebangkunya yang sudah jago berenang pamer kemampuan dengan bersalto dan berenang gaya bebas di kolam dalam. Padahal Siman dan mayoritas teman sekelasnya masih belajar di kolam cetek.
Advertisement
Baca Juga
"Saya iri dan mau seperti dia. Akhirnya saya memutuskan belajar renang. Saya juga ingin jadi tinggi karena dahulu saya pendek," kata Siman dalam obrolan santai dengan Bola.com di Kolam Renang Cikini, Jakarta, 31 Oktober 2016.
Siman pun berlatih renang. Dia membuang jauh-jauh rasa takutnya demi mengalahkan teman karibnya dan mendapatkan postur tubuh ideal. Dari awalnya benci, perlahan Siman mulai suka dengan air.
Setelah enam bulan berlatih, Siman mengikuti kejuaraan renang pertama. Dia menjadi wakil sekolahnya untuk kejuaraan renang antar sekolah se-Kabupaten Klungkung. Dasar berbakat, Siman langsung memborong dua medali emas dari gaya bebas dan gaya kupu-kupu.
"Saya dapat buku dan kotak pensil. Wah, rasanya senang sekali. Saya jadi ketagihan ikut kejuaraan. Gaya spesialisasi saya awalnya bukan punggung. Karena peserta kejuaraannya sedikit, jadi yang ada cuma gaya kupu-kupu, bebas, dan dada. Saya tak suka gaya dada, jadi saya memilih gaya bebas dan kupu-kupu," ujar Siman.
Usai sukses besar pada kejuaraan renang tingkat kabupaten, Siman lalu dikirim mewakili kota kelahirannya itu untuk mengikuti kejuaraan renang tingkat provinsi. Namun, karena masih kecil dia kalah dari perenang lain yang mayoritas sudah duduk di kelas enam.
Siman tak patah arang. Kekalahan itu menjadi pelecut bagi Siman untuk berlatih lebih keras lagi. Dia pun serius menekuni renang prestasi dengan masuk klub renang Citra Lestari Swima pada 2002.
Pada 2004, Siman mengikuti kejuaraan renang tingkat nasional pertamanya, yaitu kejurnas di Jakarta, dan merebut dua emas. Setelah itu Siman terus mengukir prestasi. Pada 2005, dia menjadi atlet terbaik KU-4 pada ajang Eagle Cup di Surabaya, Jawa Timur.
Kejuaraan tingkat regional pertama yang diikuti Siman adalah kejuaraan renang kelompok umur Asia Tenggara (SEA Age Group Swimming Championship) di Jakarta pada 2006. "Rasanya bangga bisa mewakili Indonesia menghadapi perenang dari negara luar. Setelah itu saya berangkat terus ke ajang SEA Age Group," tutur Siman.
Pada 2010, Siman mulai bosan di Bali. Butuh tantangan baru, dia pun memutuskan pindah ke Jakarta bersama sang bunda. Selama setengah tahun, Siman dan mamanya indekos di Kota Metropolitan. Namun, karena biaya hidup yang tinggi, sang bunda akhirnya pulang ke Bali dan Siman tinggal bersama pelatihnya, Albert C. Sutanto.
Di tangan Albert, Siman mulai bertransformasi. Albert yang jeli melihat potensi sang atlet meminta Siman mengganti gaya spesialisasi dari kupu-kupu ke punggung.
"Karena kalau tetap di kupu-kupu sudah ada Glenn (Victor Sutanto). Sedangkan secara postur dan power saya kalah dari dia," kata Siman.
Awalnya Siman selalu kalah tipis dari Glenn. Kekalahan itu membuatnya tambah semangat dalam berlatih. Bahkan, dia sampai melahap latihan ekstra pada hari libur demi meningkatkan performa pada underwater pertama yang jadi titik lemahnya.
Perjuangan Siman tak sia-sia. Setelah itu dia selalu mengalahkan Glenn dan jadi andalan tim nasional Indonesia di gaya punggung.
Berikutnya I Gede Siman Sudartawa mencicipi seluruh kejuaraan renang level internasional, mulai dari SEA Games (3 kali), Asian Games (2 kali), Kejuaraan Dunia (2 kali), Universiade (2 kali), dan puncaknya adalah Olimpiade 2012 di London, Inggris.
Lupakan Masa Lalu, Tatap Masa Depan
Lupakan Masa Lalu, Tatap Masa Depan
Pada 2016, Siman berpeluang ikut Olimpiade keduanya. Indonesia mendapat dua kuota wildcard masing-masing satu buat perenang putra dan putri untuk Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brasil. Sebagai penerima beasiswa dari IOC (Komite Olimpiade Internasional), pecinta travelling itu seharusnya berangkat ke Rio.
Namun, kenyataan berkata lain. Pengurus Besar Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PB PRSI) secara kontroversial malah menunjuk Glenn, bukan Siman. Siman pun hanya bisa pasrah. Berbeda dengan awal kariernya, kali ini Siman membuang jauh-jauh rasa kecewa dan mencoba tetap berpikir positif.
"Perasaan kecewa pasti ada. Itu manusiawi. Namun, saya mau bilang apa. Mungkin sudah jalannya Tuhan saya tak berangkat. Hubungan antara saya dan Glenn pun tak ada masalah. Saya tetap memberikan dukungan kepada dia. Toh, ini bukan salah dia. Sebagai atlet kami hanya mengikuti keputusan dari PB," kata Siman.
Gagal ke Olimpiade, Siman fokus menatap PON 2016. Pada ajang tersebut, Siman seolah menegaskan masih yang terbaik di gaya punggung. Dia tak terkalahkan di nomor sprint (50, 100, dan 200 meter) gaya punggung, termasuk dengan mengalahkan Glenn.
"Saya sangat puas dengan pencapaian di PON. Kenapa? Pertama, saya bisa memecahkan rekor lagi di 100 meter gaya punggung setelah 2012. Kedua, saya juga bisa kembali ke best time saya, yaitu 2:02 menit, di nomor 200 meter gaya punggung," ujar pemilik akun Instagram @siman_sudartawa itu.
Kini perenang berusia 22 tahun itu menatap dua target besar berikutnya, yaitu Asian Games 2018 di Indonesia dan Olimpiade 2020 di Tokyo, Jepang.
"Saya ingin mempersembahkan medali buat Merah-Putih di kandang sendiri setelah Indonesia terakhir kali meraih medali di Asian Games pada 1990. Saya juga ingin membuktikan bisa tampil maksimal di Olimpiade berikutnya empat tahun lagi setelah Olimpiade pertama saya pada 2012," tutur Siman.
Salah satu bukti keseriusan Siman adalah bergabung dengan manajemen olah raga. "Seorang atlet profesional membutuhkan manajemen yang profesional juga. Maka dari itu saya bergabung dengan Sportinco Indonesia. Jadi, biar mereka yang mengatur semua kegiatan saya sehingga saya bisa fokus berlatih demi mencapai tujuan meraih medali di Asian Games 2018," kata Siman.
Namun, Siman menyadari tak bisa berjuang sendiri. Dia berharap PRSI lebih memerhatikan kebutuhan atlet sehingga bisa berlatih dengan tenang tanpa memikirkan hal lain.
"Semoga Pak Anindya Bakrie (Ketua Umum PRSI yang baru) bisa care sama atlet. Jangan dulu bicara bonus, minimal dia datang ke pelatnas saja kami sudah senang. Perhatian seperti itulah yang membuat kami semangat latihan," ujar Siman.
Soal motivasi, Siman mengaku mendapat inspirasi dari perenang Singapura yang meraih medali emas Olimpiade Rio, Joseph Schooling. Salah satu pelajaran yang dia petik adalah soal pengorbanan.
"Schooling membuktikan bahwa tak ada yang mustahil di dunia ini asal kita mau bersuaha dan berani berbuat lebih. Sejak awal karier, Schooling dan orang tuanya rela merogoh kocek pribadi. Jumlahnya tak sedikit. Bahkan, tak sebanding dengan bonus yang didapat. Namun, semua terbayar dengan medali emas Olimpiade. Saya percaya pengorbanan yang diiringi doa dan kerja keras pasti akan membuahkan hasil setimpal," kata I Gede Siman Sudartawa menutup pembicaraan.