Bola.com, Jakarta - Pasangan legenda bulutangkis Indonesia, Susy Susanti dan Alan Budikusuma, mengakui masih menyimpan keraguan tentang jaminan masa depan bagi seorang atlet Indonesia. Alasan itulah yang membuat Alan dan Susy tak memaksa ketiga buah hati mengikuti jejak mereka berkarier di bidang olahraga, khususnya bulutangkis.
Advertisement
Baca Juga
Susy mengatakan keraguan mendorong anak-anaknya berkecimpung di dunia olahraga lepas dari pengalaman dirinya dan Alan semasa menjadi atlet. Meskipun berstatus sebagai peraih emas Olimpiade untuk Indonesia, Susy dan Alan mengaku saat itu tak mendapat jaminan, terutama dari pemerintah, soal masa depan mereka.
"Saya pilih yang pasti-pasti saja untuk anak-anak kami. Mereka sekolah, kemudian bekerja, jadi ada jaminan secara finansial. Sedangkan untuk jadi atlet belum ada jaminan masa depan, jadi saya tak mau memaksa mereka jadi atlet. Saya tidak mau setengah-tengah, makanya buat anak kami, sekolah nomor satu, sedangkan olahraga nomor dua," beber Susy yang menjadi pembicara dalam acara Women in News and Sports Workshop di Kedutaan Besar Australia, Kuningan Jakarta, Senin (28/11/2016).
"Anak-anak saya belum tentu bisa seperti saya (berprestasi bagus di bidang bulutangkis). Jangan sampai dia mereka terbebani gara-gara jadi anak Alan dan Susy. Tapi mereka tetap latihan bulutangkis, bahkan mainnya lumayan bagus. Kalau antar sekolah sering juara," kata Susy sembari menambahkan dua dari ketiga putranya sedang menuntut ilmu di Perth, Australia.
Namun, Susy Susanti mengakui saat ini sudah ada iktikad baik dari pemerintah untuk memperbaiki jaminan bagi atlet berprestasi. Hal itu dibuktikan dengan adanya program jaminan hari tua untuk para atlet peraih medali olimpiade. Susy mengaku terharu serta berharap program tersebut terus dipertahankan tiap ada pergantian menteri.
Untuk memberikan jaminan program tersebut tak dihapus, Susy mendorong kebijakan itu bisa dijadikan undang-undang. Jika program jaminan hari tua bagi atlet berprestasi itu punya kekuatan hukum, maka atlet-atlet Indonesia bakal lebih merasa yakin berkarier di dunia olahraga.
Usul senada disampaikan Alan Budikusuma. Dia berharap pengalaman pahitnya semasa menjadi atlet tak lagi menimpa para olahragawan Tanah Air. Salah satu pengalaman yang tak dilupakannya adalah saat bonus Olimpiade yang diterimanya dipotong pajak sebesar 50 persen. Dia mengaku sangat kecewa karena merasa pemerintah tak banyak berkontribusi besar untuk kariernya hingga mencapai level tinggi. Hampir semua kebutuhannya sebagai atlet disokong oleh klubnya, PB Djarum.
Saat itu, Alan pun sampai tak berani bercerita kepada orang tuanya tentang pemotongan bonus. Dia pun berharap peristiwa seperti itu tak lagi terulang.
"Makanya saya senang melihat Tontowi/Liliayana (Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir meraih medali emas Olimpiade dan mendapat bonus dari pemerintah masing-masing senilai Rp 5 miliar tanpa dipotong pajak). Dampak kemenangan mereka sangat besar. Bahkan ada sopir taksi dan teman yang pingin anaknya jadi pemain bulutangkis setelah melihat keberhasilan Tontowi dan Liliyana. Mereka kaget ternyata pemerintah juga punya perhatian besar," beber Alan.
Atlet nasional Indonesia, Triyaningsih, dalam kesempatan tersebut mengaku bersyukur menjadi atlet di era sekarang. Prestasinya menyumbangkan berbagai medali untuk Indonesia di ajang internasional mendapat timbal balik dari pemerintah. Pelari jarak jauh asal Salatiga tersebut telah diangkat menjadi pegawai negeri sipil di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Dia juga mendapat tali asih yang baik dari pemerintah.
Triyaningsih kini hanya berharap program jaminan hari tua untuk atlet berprestasi diperluas kategorinya, bukan hanya terbatas untuk peraih medali olimpiade.
"Saya berharap uang jaminan hari tua juga diberikan untuk para atlet yang mendapat medali di SEA Games dan Asian Games," ujar Triyaningsih.
Sementara itu, Head of Operation Bola.com, Darojatun, yang menjadi salah satu pembicara dalam workshop tersebut mengatakan keraguan Susy dan Alan untuk mendorong putra dan putri mereka jadi atlet merupakan sebuah ironi besar. Hal itu menunjukkan pasangan peraih medali emas di Olimpiade Barcelona pada 1992 tersebut belum sepenuhnya yakin mengenai jaminan masa depan atlet di Indonesia.
"Bahkan seorang pasangan juara Olimpiade seperti Alan dan Susy tak yakin DNA juara turun ke anak-anak mereka. Tentu ini sebuah ironi yang besar, mungkin buah dari trauma masa lalu mereka saat menjadi atlet," kata Darojatun.
Sementara itu, Plt Sesmenpora, Yuni Poerwati, mengatakan untuk membangun olahraga Indonesia, tak cukup hanya dengan mengandalkan pemerintah, termasuk soal jaminan masa depan atlet. Yuni mengatakan pemerintah juga butuh dukungan dari swasta, pengusaha, termasuk para pelaku olahraga itu sendiri.
Pemeritah sudah memulai perbaikan jaminan masa depan untuk atlet dengan jaminan hari tua. Dia yakin jaminan masa depan atlet dampaknya sangat besar. "Jika tahu masa depan anak-anaknya terjamin, orang tua akan dengan sukarela mendorong anak-anaknya jadi atlet," kata Yuni.