Sukses


Kisah Ibu di Balik Atlet-atlet Sarat Prestasi

Bola.com, Jakarta - Sosok Indah Pennywati punya peran sentral dalam perjalanan karier Rio Haryanto di ajang balap, termasuk saat berkiprah selama setengah musim di kancah F1 pada tahun ini. Ibunda Rio tersebut hampir tidak pernah absen mendampingi sang putra bungsu saat berlomba di lintasan.

Indah bahkan bukan hanya sekadar hadir di paddock untuk memberi semangat kepada Rio. Wanita kelahiran 19 Februari 1962 tersebut juga bergerak di balik dan depan layar. Dia tak kenal lelah mencari sponsor untuk memastikan cita-cita Rio tampil di F1 terwujud. Indah juga bisa menjadi juru bicara andal menghadapi para wartawan yang ingin mengorek cerita dan perkembangan karier Rio. Indah bisa dibilang sebagai ibu, manajer, sekalian humas bagi pebalap asal Solo Jawa Tengah tersebut. 

Indah mengklaim apa yang dilakukan tersebut bukan hal spesial. Menurutnya, seorang ibu pasti bakal melakukan hal serupa, yaitu memberikan yang terbaik untuk sang putra. 

"Sebenarnya kalau seorang ibu saya rasa sama seperti apa yang sama lakukan. Kalau memang punya anak yang berprestasi pasti ibu mendukung dan mengusahakan yang terbaik. kebetulan kan Rio di F1, jadi otomatis kami sebagai orang tua push semaksimal mungkin," kata Indah, saat dihubungi Bola.com, Rabu (21/12/2016). 

Indah mengatakan cukup dekat dengan sang putra, apalagi Rio adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Namun, bukan berarti mereka selalu menghabiskan waktu bersama. Keduanya sering berjauhan, karena Rio sedang balapan atau berada di Singapura. Komunikasi pun banyak dilakukan melalui telepon atau Whatsapp. 

"Kami memang cukup dekat. Ya kami cukup dekat. Rio kan anak paling kecil mungkin paling manja tapi itu dulu sekarang sudah enggak. Yang dibrolkan biasanya soal masalah yang dihadapinya hari itu. Selain itu juga pas balap kalau pas moodnya enak, dia cerita. Tapi kalau pas lagi susah atau lagi pressure dia malah enggak cerita dan lebih banyak diam. Kalau soal asmara, Rio tidak cerita," kata Indah sembari tertawa. 

Pebalap Manor Racing, Rio Haryanto, berpamitan dengan sang ibunda, Indah Pennywati saat akan berangkat ke Australia di Bandara Soekarno-Hatta, Tanggerang, Senin (14/3/2016). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Sepanjang mendampingi sang putra terjun ke dunia balap sejak usia 6 tahun, istri Sinyo Haryanto tersebut menjadi saksi banyak momen penting. Lalu momen apa yang paling berkesan bagi Indah?

Ternyata, jawabannya bukan balapan debut pertama Rio di kancah F1, tepatnya di GP Australia, pada 20 Maret 2016. Indah justru sangat terkesan dengan momen saat Rio kali pertama naik podium di ajang GP3 di Turki. 

"Sebenarnya dua-duanya sangat berkesan (debut di F1 dan podium GP3 di Turki). Tapi saat di Turki itu dia baru sekali balapan di Eropa. Race pertama di Barcelona, Rio masih merasa berkecil hati dengan musuh-musuhnya yang asal Eropa dan Amerika yang tentu fasilitasnya untuk balap single seater lebih bagus. Mereka sudah terlatih dari jauh-jauh hari, berbeda dengan Rio. Rio kan dari gokar, langsung ke Formula Asia hanya setahun langsung ke GP3," beber Indah.

Sang ibunda mengatakan saat itu Rio masih diliputi rasa minder. Pada balapan pertama di Barcelona, Rio hanya finis ketiga dari belakang. Berselang dua pekan, Rio kembali membalap, kali ini di Turki. Pria yang kini berusia 23 tahun tersebut saat itu sama sekali buta dengan lintasan yang harus ditaklukkannya. Rio baru kali pertama melihat trek tersebut pada Kamis, kemudian kali pertama berlatih pada hari berikutnya selama 30 menit.  

"Ternyata pas balapan langsung menang. Saya dan Rio terharu, nangis bersama karena melihat bendera merah putih bisa berkibar. Saya tak menyangka Rio bisa mengalahkan lawan-lawannya. Itu luar biasa. Semua pebalap dari Eropa pun saat itu langsung respek karena orang Asia yang tak diperhitungkan bisa menang. Kan biasanya baru bisa juara setelah race ke berapa. Ini bisa podium satu, bukan ketiga atau keempat," kata Indah.

Menurut Indah, momen ketika Rio resmi bisa tampil di F1 juga tak kalah indah. Perasaannya campur aduk, antara terharu dan senang, ketika FIA memutuskan Rio sah jadi pebalap F1. Hal yang sama menurut Indah juga dirasakan Rio. Sang putra saat itu sangat bangga dan terkesan karena akhirnya bisa duduk bersama sekaligus bersaing di lintasan dengan bintang-bintang F1 seperti Lewis Hamilton, Nico Rosberg, Felipe Massa, dan lain-lain. "Padahal hal itu dulu hanya angan-angan saja," imbuh Indah. 

Hari ini, tepat pada peringatan Hari Ibu, Indah mengaku masih punya harapan besar untuk Rio Haryanto. Indah berharap Rio terus sukses di karier balap, dunia yang sangat disukainya. Indah berharap impian sang putra untuk kembali berkiprah di F1 juga terwujud supaya ada lagi wakil Indonesia di ajang balap mobil paling bergengsi tersebut.  

"Kalau ritual khusus untuk Hari Ibu tidak ada. Paling dia kirim gambar melalui Whatsap, dengan kata-kata Happy Mothers Day," kata Ibu.  

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 5 halaman

Dellie Threesyadinda

Peran sentral sang ibu dalam karier juga dirasakan pepanah nasional, Dellie Threesyadinda. Sang ibu yang merupakan peraih medali perak di Olimpiade Seoul 1988, Lilies Handayani, adalah sosok yang mengenalkan Dinda, panggilan akrab Dellie Threesyadinda, dengan panahan. Lilies rajin mengajak Dinda kecil (saat itu masih berusia lima tahun) ke lapangan untuk melihatnya berlatih. Seperti pepatah Jawa witing tresno jalaran soko kulino alias awal cinta karena terbiasa, Dinda pun jatuh hati dengan panahan. Dengan kesadaran sendiri, dia akhirnya ingin ikut berlatih. 

Dinda sangat berbakat seperti sang ibu. Tak butuh waktu lama baginya untuk berprestasi. Tepat dua tahun setelah berlatih dia sudah ikut kejuaraan prajunior dan langsung meyabet tiga medali emas. Semangat Dinda semakin terlecut. Pada usia 14 tahun bahkan Dellie sudah masuk tim PON.

Beragam prestasi bergengsi sudah dicicipi Dinda sejak berkiprah di ajang panahan. Pada PON 2004, Dinda berhasil meraih tiga medali emas dan tiga perunggu untuk tim Jawa Timur. Sedangkan pada PON 2012, dia meraup dua medali emas. Sayangnya pada PON 2016, dia hanya membawa pulang medali perunggu.

Di kancah internasional, langkah Dinda diawali dengan menyabet dua medali perak di SEA Games Thailand 2007, dua medali perunggu SEA Games Laos 2009, tiga medali emas dan dua medali perak Asian Grand Prix 2011, satu medali 1st Asian Grand Prix 2013, serta satu medali emas (beregu) dan satu perak (individu) SEA Games Myanmar 2013. Wanita asal Surabaya tersebut juga sudah menggenggam medali perunggu dari ajang Kejuaraan Dunia 2007 dan perunggu di Kejuaraan Dunia 2016.

Semua itu jelas tak lepas dari kontribusi sang ibu, yang juga berperan menjadi pelatih Dinda. Di mata Dinda, sang ibu bukan hanya sosok pelatih tangguh, tapi juga menjadi guru kehidupannya. "Menurut saya ibu merupakan sosok yang memberikan saya banyak inspirasi tidak hanya dalam berkarier, tapi dalam kehidupan juga.  Beliau sosok wanita hebat, kuat, dan mengajarkan saya bagamaina menjadi individu yang mandiri. Itulah cara ibu saya mengungkapkan kasih sayangnya," urai Dinda. 

Meskipun dekat dengan sang ibu, Dinda mengaku jarang berdiskusi masalah pribadi dengan sang ibu. "Hmm...kebetulan saya memang kurang terbuka masalah pribadi dengan orang tua, hehe. Berasa canggung saja," kata Dinda, yang mendaulat peristiwa bertanding bersama dan merebut medali perak pada Kejuaraan Dunia 2007 sebagai momen paling mengesankan bersama sang Ibu.  

3 dari 5 halaman

Liliyana Natsir

Peraih medali emas Olimpiade Rio 2016, Liliyana Natsir,  juga mendapat dukungan penuh dari sang ibu, Olly Maramis dan sang ayah, Beno Natsir, sejak awal menekuni karier di bulutangkis. Bakat olahraga Liliyana sudah kelihatan sejak kecil. Pemain yang akrab disapa Butet tersebut piawai bermain bulutangkis, basket, bahkan lari. Namun, Liliyana akhirnya memilih bulutangkis setelah diajari secara serius oleh sang ayah. 

Titik penting dalam karier Liliyana terjadi ketika Benno dan Olly membuat keputusan berani untuk meminta sang putri memilih terus menekuni bulutangkis atau melanjutkan sekolah. Ketika Butet memilih jadi atlet, Olly dan suaminya dengan berbesar hati mengikhlaskan sang putri meninggalkan bangku sekolah. Setelah Liliyana lulus SD, sang ibu pun dengan mantap mengantarkan sang putri ke Jakarta untuk melanjutkan kariernya di ajang bulutangkis.  

Olly dan suaminya setelah itu terus all out mendukung sang putri. Olly selalu berusaha menelepon Liliyana ketika sang putri gagal dalam suatu turnamen. Mereka selalu ada untuk Liliyana saat suka maupun duka. 

Keteguhan hati Olly dan Benno telah terbayar lunas. Liliyana telah menjelma menjadi pebulutangkis papan atas dunia yang sarat prestasi. Karier Liliyana mencapai puncak saat menyabet medali emas di Olimpiade Rio 2016 bersama pasangannya di ganda campuran, Tontowi Ahmad, tepat pada HUT Indonesia pada 17 Agustus 2016.  

"Ibu adalah sosok yang paling berharga di dalam hidup saya dan yang mempunyai peran yang sangat penting di dalam kesuksesan karier saya sebagai atlet bulutangkis. Ibu selalu memberi support, memberi masukan, memberi nasihat, dan mengarahkan saya ke kehidupan yang baik dan lebih baik lagi. Sekaranglah saatnya saya membahagiakan ibu saya," kata Liliyana, saat dihubungi Bola.com, Rabu (21/12/2016). 

Liliyana pun secara khusus memberikan ucapan Selamat Hari Ibu melalui akun Istagramnya, Kamis (22/12/2016). Dia mengunggah foto saat di pesawat bersama sang Ibu. 

 

4 dari 5 halaman

Eko Yuli Irawan

Lain lagi cerita lifter Indonesia pengoleksi tiga medali olimpiade, Eko Yuli Irawan. Peraih medali perak di Olimpiade Rio de Janeiro 2016 tersebut mengaku tak banyak menghabiskan waktu bersama ayah dan ibunya, pasangan Saman dan Wastiah, yang tinggal di Metro, Lampung. Sejak usia 12 tahun Eko sudah merantau demi meniti karier di dunia angkat besi. Saat itu, ayah dan ibu Eko tetap tinggal di Lampung, menekuni pekerjaan mereka sebagai pengayuh becak dan pedagang sayur. 

Meski jarang bertemu, Eko mengatakan kedua orang tuanya punya peran penting dalam kehidupan dan kariernya. "Ibu dan juga bapak adalah sosok orang tua yang mendoakan anak tanpa pamrih, selalu. Saat ini saya merantau sehingga jarang ketemu.  Tapi, berkat doa mereka saya bisa seperti ini," ujar Eko, kepada Bola.com, Selasa (20/11/2016). 

 

Selamat hari ibu... @ithacilla_irawan @arman.jaa @nurulhikmaah08 @syarief_2108 @ingetrimela

A photo posted by Ekopower62 (@ekopower62) on

Eko Yuli mengatakan sebelum bertanding biasanya menghubungi sang ibu untuk minta restu dan doa. Tentu saja itu dilakukannya setelah ada alat yang memudahkan sarana komunikasi. Namun, dahulu kala saat kondisinya masih pas-pasan dan sedang berjuang, Eko tahu sang ibu dan juga ayahnya selalu mendoakan dari jauh. 

"Momen yang paling berkesan dengan ibu dan bapak adalah saat pertama kali merantau. Kalau ingat itu pasti sedih. Mereka mengantar saya ke rumah pelatih dengan becak, setelah itu saya pergi merantau. Saat mau berangkat dan menengok ke belakang saya rasanya ingin menangis. Tapi, syukurlah semua kini sudah terbayar lunas," ujar lifter berusia 27 tahun tersebut.  

Eko pun bersyukur semua tekad dan kerja kerasnya untuk menekuni karier di angkat besi sudah terbayar lunas. Dia dua kali meraih medali perunggu (Beijing 20018 dan London 2012) dan sekali meraih medali perak Olimpiade (di Rio de Janeiro). Eko juga sudah bisa membahagiakan kedua orang tuannya, mulai membangun rumah hingga memberangkatkan mereka umrah dan haji. 

"Kalau untuk Hari Ibu, saya jarang mengucapkan. Kebetulan saya memang lebih senang bertemu langsung daripada mengucapkan lewat telepon. Lagipula tak perlu menunggu Hari Ibu, karena tiap hari saya pasti mendoakan," kata Eko. 

5 dari 5 halaman

Kezia Santoso

Peran sentral ibu dalam karier juga dirasakan pebalap gokar muda berbakat Indonesia yang sedang merambah ajang Formula 4 (F4) South East Championship, Kezia Santoso.  

Prestasi Kezia di lintasan tak lepas dari peran keluarga, terutama kedua orang tuanya, Yongliek Santoso dan Menik Indah Susanti. Kezia mengaku merasa beruntung karena pilihan kariernya sebagai pebalap mendapat dukungan penuh dari ayah dan ibunya, baik secara moral maupun material.

"Di luar trek saya dekat dengan mami. Namun, kalau sudah di lintasan saya lebih dekat dengan papi. Papi tak cuma mantau tapi juga memberikan tips balapan. Bisa dibilang keluarga kami disatukan oleh balap. Adik saya yang pertama (Keanon) sudah jadi pebalap dan yang kedua (Kealton Santoso) baru mulai latihan. Sabtu-Minggu kami sekeluarga berkumpul di trek," kata Kezia.

Meski tak terlibat secara teknis saat membalap, sang ibu selalu mendampingi dan mendukung saat Kezia balapan, baik di Indonesia maupun hingga Eropa. Kehadiran sang ibu tentu saja membuat pebalap berusia 17 tahun tersebut lebih tenang dan termotivasi.

"Peran ibu dalam karier saya sangat besar. Saya selalu ditemani dan di-support setiap balapan. Selain itu, ibu juga sosok yang menyenangkan saat saya di luar lintasan. Ibu bisa jadi teman traveling, belanja, maupun makan. Beliau selalu menemani dan bisa diajak ngapa-ngapain bareng," beber Kezia.  

Demi membalas semua dukungan ibunya, Kezia suatu hari ingin memberikan hadiah yang indah. "Suatu saat nanti ingin mengajak beliau ke tempat-tempat impiannya," kata dia.

Momen Hari Ibu juga tak dilewatkan oleh Kezia. Dia menyempatkan diri memberikan hadiah kecil untuk sang ibunda. "Biasanya makan bareng dan kasih bunga untuk ibu," imbuh Kezia Santoso.  

 

Video Populer

Foto Populer