Bola.com, Jakarta - Kesuksesan One Pride IMMA di TV One menginsipirasi saya kalau pemilik stasiun televisi sangat layak menjadi tokoh olahraga di Tanah Air. Olahraga matrial art itu menjadi booming walau sekadar di TV One karena bos televisi tersebut, Ardi Bakri, terjun langsung menangani organisasi olahraga itu.
Advertisement
Baca Juga
Padahal, awalnya cabang olahraga itu di Tanah Air kurang peminat, kecuali gulat gaya Amerika Serikat yang sempat diminati siaran-siarannya, olahraga matrial versi MMA peminatnya terbatas.
Begitulah, kalau si bos punya mau, maka siaran berjam-jam bisa dilakukan. Bentuk acaranya seperti apapun dituruti. Nah, bagaimana kalau hal itu ia lakukan pada cabang-cabang Olimpiade yang juga sepi peminat?
Kakak kandung Ardi, Anindra Ardiansyah Bakrie, yang juga bos ANTV sedang merintis ke sana. Ia baru saja terpilih sebagai Ketua Umum PRSI (Persatuan Renang Seluruh Indonesia). Kita tunggu, apakah olahraga renang akan marak di ANTV, mengalahkan misalnya sinetron-sinetron India yang kini menguasai acara televisi tersebut?
Kalau saja Anindya menerima jabatan itu sepenuh hati, selayaknya bisa memanfaatkan usahanya itu untuk kepentingan renang. Kecuali kalau ia tidak sepenuh hati mengelola induk organisasi renang itu. Seharusnya ia mampu melakukan hal yang sama dilakukan adiknya. Apalagi cabang yang dipimpinnya sering membawa nama negara di kancah internasional.
Ada lagi, bos televisi yang menggunakan siaran televisi untuk menyiarkan pertandingan olahraga yang dipimpinnya, yaitu Hary Tanoesoedibjo dengan cabang futsal di MNC Grup. Olahraga futsal pun naik pamor.
1
Peran Media
Peran media sangat penting untuk mengangkat sesuatu yang kurang bernilai menjadi bernilai tinggi karena di sana ada peran promosi dan marketing yang besar. Media televisi sangat kuat pengaruhnya di masyarakat luas untuk meningkatkan marketing maupun pengenalan produk tersebut.
Dalam bidang olahraga, khususnya yang sepi penonton, peran media ini sangat penting. Tidak apa-apa dibombardir di satu media daripada jarang sekali masuk media. Bagi kalangan olahraga sepi tersebut, jeritan ini tak henti keluar, tak mengenal era kepemimpinan.
Pameo di kalangan olahraga atau media tak pernah berhenti. Cabang populer, seperti sepak bola, bulutangkis, tinju, dan balap mobil/motor, media yang selalu memburu mereka. Berbeda dengan cabang-cabang sepi, seperti senam, panahan, sepak takraw, mereka yang memburu media.
Maka, kalau cabang-cabang itu diekspose habis oleh media, kesepiannya akan pecah menjadi keramaian. Kemudian akan signifikan, prestasi mengikutinya. Olahraga martial art di TV One dan futsal di MNC membuktikan hal itu.
Strategi pemakaian media yang memerlukan biaya tidak sedikit itu,kuncinya ada pada ketua umum cabang. Selayaknya sang ketua adalah si pemilik televisi tersebut, agar mampu menghilangkan biaya coverage yang tinggi.
Selama ini yang menjadi incaran komunitas olahraga dalam mencari tokoh untuk dijadikan ketua umum induk organisasi adalah sosok penting di pemerintahan, BUMN, atau instansi lain, misalnya menteri atau direktur perusahaan BUMN. Padahal jabatan mereka terbatas, lima tahun. Itu pun kalau tidak dipecat di tengah jalan.
Ada memang pengusaha sukses (di luar pengusaha televisi) yang dijadikan ketua umum. Hanya terkadang cabang sepi ini kesulitan berpromosi atau bermarketing di media mengingat kegiatan-kegiatan itu membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Banyak kegagalan pembinaan di bawah tokoh-tokoh tersebut. Sekarang, dengan suksesnya Ardi dan Hary Tanoe, barangkali giliran para pemilik televisi mendedikasikan tenaga dan bisnisnya untuk olahraga, satu dari dua arena di mana lagu kebangsaan Indonesia Raya bisa dikumandangkan.
Anindya sudah berhasil dijadikan ketua umum oleh anggota PB PRSI. Pemilik-pemilik televisi lain diharapkan segera menyusul. Sebelumnya memang ada Chairul Tanjung, bos Trans Corp. memimpin PBSI 2000-2004. Tapi sepertinya ia kapok karena sering digoyang media atau kritikus.
Pada cabang-cabang basah, macam bulutangkis dan sepak bola, kursi ketua umum memang panas. Sulit sekali seorang pengusaha yang santun menduduki posisi itu karena bakal terus digoyang dan bisa mengganggu roda bisnisnya. Tapi untuk cabang kering, banyak orang yang ogah, sehingga jangankan prestasi, terkadang biaya operasionalnya susah diperoleh.
2
Prestasi Meningkat
Dengan terus menerus disiarkan media, bisnis olah raga cabang itu bisa berjalan, mengiringi pula pemasukan iklan buat televisi tersebut. Prinsip saling menguntungkan terjadi di sini. Mengingat sekarang ini acara-acara televisi seburuk apapun selalu dilahap pemirsa yang sudah kesulitan mencari hiburan murah meriah.
Maka saya pun berandai-andai, setelah Anindya dengan ANTV-nya nanti banyak menyiarkan kejuaraan renang, berikutnya TV One setelah Ardi menjadi Ketua Umum PGSI (Persatuan Gulat SeluruhIndonesia), misalnya. Maka ia akan juga memborbardir siaran gulat setelah MMA dan tinju di televisi miliknya. Cabang gulat ini sangat melempem prestasi padahal termasuk penyedia medali terbanyak di pesta olahraga internasional. Kita juga pernah jaya di Asia Tenggara.
Kemudian CT (Chairul Tanjung), walau jera di bulutangkis, bisa ambil yang lebih lunak lagi meski masih di olahraga net, yakni sepak takraw. Terbayang kan ramainya kalau Trans7 atau Trans TV menyiarkan olahraga potensial dikuasai oleh Indonesia itu.
Lalu Surya Paloh pemilik Metro TV akan menjadi Ketua Umum Perpani (Persatuan Panahan Indonesia). Hubungannya dengan Presiden Jokowi menjadi lebih dekat lagi karena olah raga ini menjadi kesukaan sang presiden. Pastilah Metro tidak akan berhenti meliput pertandingan demi pertandingan cabang Olimpiade kita itu.
Bagaimana dengan SCTV dan Indosiar yang merupakan satu grup? Bisa mengambil kepemimpinan cabang lain, misalnya senam yang merupakan induk cabang Olimpiade di mana Indonesia juga pernah jaya di SEA Games. Bisa juga mengambil cabang angkat besi, langganan medali Olimpiade tapi sepi promosi.
Begitu pula dengan Kompas TV, Lilik Utama, diharapkan mampu membina sekaligus mengembangkan pemassalan dan pemasaran suatu cabang. Pemilik televisi lain juga demikian.
Adanya siaran-siaran di media dengan porsi besar membuat tingkat popularitas cabang dan atlet meningkat. Ujung-ujungnya adalah pemassalan menuju pembinaan untuk melahirkan prestasi tinggi. Citra pemilik televisi itu juga terdongkrak, nama bangsa dan negara pun bertambah harum.
Kalau saja itu terjadi, kondisinya akan jauh lebih baik dari sekarang. Acara-acara televisi tidak lagi banyak diisi oleh berita politik tertentu karena si pemilik menjadi ketua umum partai tertentu. Melainkan diisi oleh acara-acara olah raga karena si pemilik menjadi ketua umum cabang-cabang olah raga.
Lilianto Apriadi
Penulis adalah pengamat olah raga dan pengajar ilmu komunikasi.