Bola.com, Jakarta - Kalender menunjukkan 29 Mei 1989. Istora Senayan disesaki penonton. Udara terasa panas menyengat dan tambah menyesakkan karena bercampur asap rokok dari para penonton yang tegang melihat tim Indonesia tertekan menghadapi Korea Selatan di final Piala Sudirman. Saat partai ketiga memasuki pertengahan, satu demi satu penonton meninggalkan bangku tempat duduknya. Harapan hampir musnah.
Advertisement
Baca Juga
Begitulah kepingan-kepingan memori babak final Piala Sudirman 1989 di Istora Senayan yang masih lekat dalam ingatan dua pebulutangkis Indonesia, Susy Susanti dan Eddy Hartono.
Susy dan Eddy merupakan dari enam pemain yang bertarung membela panji-panji merah Putih di partai puncak Piala Sudirman 1989. Empat pemain Indonesia lainnya adalah Verawati Fajrin, Gunawan, Yanti Kusmiati dan Eddy Kurniawan. Indonesia berstatus sebagai tuan rumah pada edisi pertama Piala Sudirman tersebut. Kisah mendebarkan tersebut berujung manis.
Indonesia berhasil menjuarai Piala Sudirman setelah mengalahkan Korea Selatan dengan skor 3-2. Kemenangan itu sangat dramatis mengingat Tim Merah Putih sempat tertinggal 0-2. Hingga saat ini, titel tersebut menjadi satu-satunya prestasi terbaik Indonesia di kancah turnamen beregu campuran yang bergengsi tersebut.
Eddy Hartono mengakui perjuangan merebut titel Piala Sudirman pada 1989 benar-benar terjal. Bahkan, menurutnya campur tangan Dewi Fortuna sangat membantu Tim Indonesia.
"Indonesia di beregu memang terkenal luar biasa, karena punya kekompakan yang tak dimiliki negara lain. Kami selalu makan bersama, pergi juga bersama-sama. Tak ada tim lain yang pemainnya bisa seperti itu. Selain itu kami juga menyiapkan diri dengan latihan keras. Namun, harus diakui kemenangan itu tak lepas dari keberuntungan," urai Eddy Hartono, ketika dihubungi Bola.com, Senin (15/5/2017).
Eddy menyatakan para pemain Indonesia sangat diuntungkan dengan kondisi Istora Senayan. Mereka sudah terbiasa dengan cuaca panas di Senayan, yang cukup merepotkan bagi pemain-pemain tim lain. Bahkan, demi beradaptasi dengan suasana di Istora Senayan, Eddy Hartono dkk pun mendapat porsi latihan khusus.
"Supaya bisa merasakan atmosfer seperti pertandingan asli, kami latihan di Istora dengan lampu di langit-langit agak diturunkan beberapa sentimeter. Biar pemain merasakan cuaca panas seperti saat pertandingan. Saat itu kan Istora belum ada AC dan penonton banyak yang merokok, Pokoknya simulasi seperti pertandingan. Nah itu jadi keuntungan karena saat final kami sudah terbiasa dengan atmosfernya, pemain Korea Selatan belum," beber Eddy.
Namun, kemampuan beradaptasi baik dengan suasana Istora Senayan awalnya tak banyak membantu buat Indonesia. Eddy yang turun di partai pertama bersama Gunawan, kalah 9-15, 15-8, dan 13-15 dari ganda putra Korea, Park Joo-bong/Kim Moon-so vs Eddy Hartono/Gunawan.
Indonesia makin tertekan setelah ganda putri Verawati/Yanti Kusmiati juga takluk 12-15, 6-15 dari Hwang Hye-young/Chung So-young. Harapan pun bertumpu pada tunggal putri yang kala itu masih sangat muda, Susy Susanti. Jika Susy kalah, Indonesia bakal tertunduk sedih di depan pendukung sendiri.
"Pertandingan benar-benar sulit. Setelah bermain rubber set pada partai pertama saya muntah-muntah. Saya langsung menemui dokter tim, terus disuruh minum air infus. Saya masih ingat yang menangani saya dr Nisar namanya. Setelah minum air infus, badan lebih baik. Saya balik ke pertandingan dan bermain lagi di partai kelima. Saya memang main rangkap dengan ganda campuran bersama Verawati, syukurlah pada partai kelima bisa menang dan memastikan gelar untuk Indonesia di Piala Sudirman," kenang saudara kandung Hariyanto Arbi dan Hastomo Arbi tersebut.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Beban Berat Susy
Beban berat serupa juga dipikul Susy yang main pada partai ketiga. Jika kalah, Indonesia dipastikan gagal juara. Susy mengaku tak menyangka bakal memikul beban seberat itu karena awalnya Indonesia yakin bisa merebut kemanangan di nomor ganda putra atau ganda putri. Tapi, target itu ternyata meleset.
Susy pun dituntut menang menghadapi lawan yang di atas kertas jauh lebih diunggulkan. Saat itu, Susy meladeni Lee Young-suk yang dua bulan sebelumnya baru menjuarai All England. Di sisi lain, Susy, yang baru saja jadi juara dunia junior, belum punya pengalaman apapun menjadi pemain penentu, apalagi di event beregu sekelas Piala Sudirman.
Perjuangan Susy hampir kandas. Dia langsung kalah pada set pertama dengan skor 10-12, kemudian tertinggal 7-10 pada set kedua. Sang lawan hanya butuh satu angka untuk menyegel kemenangan sekaligus memastikan trofi Piala Sudirman bagi Korea. Namun, Susy bukan pemain yang mudah menyerah. Dia bertarung hingga titik penghabisan.
"Saat itu penonton sudah banyak yang pulang karena saya sudah hampir kalah. Saya memang tidak diunggulkan. Tapi, pemikiran saya waktu itu yang penting mengumpulkan satu poin demi satu poin, bola ke masa saja diuber dan main bersih," ujar peraih medali emas Olimpiade 1992 tersebut.
"Ternyata lawan malah main buru-buru, dia tegang. Akhirnya saya bisa menang 12-10 dan pertandingan lanjut ke set ketiga."
Susy menyebut saat jeda ada informasi pemain Korea dimarahi habis-habisan oleh sang pelatih karena membuang kesempatan emas untuk memenangi set kedua. Bahkan, saat memasuki lapangan untuk menjalani set ketiga, mata Lee terlihat sembap seperti habis menangis. Dengan memanggul beban dan tekanan yang sangat besar, permainan Lee menjadi kacau balau. Susy berhasil memenangi set ketiga dengan skor 11-0.
"Setelah itu kami bisa memenangi partai tunggal putra (Eddy Kurniawan) dan ganda campuran, sekaligus memenangi Piala Sudirman. Momen tersebut benar-benar menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi saya sebagai pemain muda. Di turnamen itulah saya menemukan kematangan diri sendiri," ujar Susy.
Susy Susanti dan Eddy Hartono mengatakan kekompakan, kerja keras, dan semangat pantang menyerah serta jangan mau kalah menjadi kunci memenangi Piala Sudirman 1989.
"Jangan meyerah sampai pertandingan berakhir. Dalam setiap pertandingan, jangan pernah takut, siapapun lawannya. Yang penting persiapan bagus, siapkan strategi, main dulu. Jangan pernah takut sebelum bertanding, jangan pernah takut kalah dan jangan mau kalah," tegas Susy Susanti tentang resep menjuarai Piala Sudirman 1989.
Sudah 28 tahun Piala Sudirman tak lagi mampir ke Indonesia. Kerinduan untuk kembali mendekap trofi bergengsi tersebut sudah sangat membuncah. Susy Susanti dan Eddy Hartono berharap semoga penantian panjang Indonesia untuk kembali menjuarai Piala Sudirman bisa dituntaskan di Gold Coast, Australia, 21-28 Mei.
"Tentu saja kangen bisa melihat Piala Sudirman kembali ke Indonesia. Memang berat, tapi semoga Indonesia bisa meraih yang terbaik," pungkas Eddy Hartono.
Advertisement
Hasil Piala Sudirman 1989
Hasil Piala Sudirman 1989:
(Indonesia 3 -2 Korea)
Park Joo Bong/Kim Moon So Vs Eddy Hartono/Gunawan 15-9, 8-15, 15-13
Hwang Hye Young/Chung So Young Vs Verawati Fajrin/Yanti Kusmiati 15-12, 15-6
Susy Susanti Vs Lee Young Suk 10-12, 12-10, 11-0
Eddy Kurniawan Vs Han Sung Kok 15-4, 15-3
Verawati Fajrin/Eddy Hartono Vs Park Joo Bong/Chung So Young 18-13, 15-3