Bola.com, Wina - Ada hal yang menarik saat Bola.com meliput turnamen silat Austria Terbuka 2017 di ASKOe Ballsport Centrum distrik 22, Kota Wina, pada 24 Juni. Salah satu wasit silat yang memimpin pertandingan ternyata jago berbahasa Indonesia. Pria tersebut bernama lengkap Martin Abbass Yacoub.
Keahlian pria kelahiran Berlin, 21 Desember 1966 diketahui saat dirinya menyapa Bola.com di ruang ganti pertandingan. ‘‘Halo, apa kabar?,‘‘ tanya Martin. Sontak, kalimat tanya dari pria keturunan Irak ini mengundang rasa penasaran mendalam. Sejurus kemudian, Martin pun menerima ajakan wawancara Bola.com seusai perhelatan silat Austria Terbuka berakhir.
Advertisement
Baca Juga
Dengan mengenakan seragam wasit silat yang serba putih, Martin dengan santai menguraikan kisahnya menekuni seni beladiri Tanah Air yang akhirnya melecut dirinya belajar bahasa Indonesia. ‘‘Saya berguru silat waktu berusia 19 tahun. Guru pertama saya adalah orang Indonesia. Namanya Bapak Oktav Setiadji dari Bandung. Pak Oktav itu guru silat dan bekerja di Kedutaan Indonesia di Berlin,‘‘ ucap Martin memulai kisahnya.
Alasan Martin menekuni pencak silat lantaran kondisi badannya yang gemuk. Ketika itu, ia jarang berolahraga. Aktivitas sehari-hari hanya bekerja, makan, dan istirahat. ‘‘Saya ingin sekali menguruskan badan. Kebetulan Pak Oktav punya sekolah Silat Gerak Pilihan Institut. Di sekolah itu saya belajar silat,‘‘ katanya.
Sementara soal pendidikan wasit silat, Martin mengaku memulainya pada 1992. Ia mengikuti kursus kepelatihan wasit level nasional di Jerman. Ia baru mendapatkan lisensi level internasional di Kota Antwerp, Belgia, pada 2016.
’’Saya sempat lama sekali menjadi wasit nasional. Untuk menjadi wasit internasional cukup sulit karena di Eropa baru tahun lalu saja digelar pelatihan wasit level internasional. Makanya tahun lalu saya langsung ikut,’’ kata ayah dua anak ini.
Selain menekuni beladiri silat dan pendidikan wasit, Martin juga belajar bahasa Indonesia. Bagaimana pun juga, pesilat dan wasit silat harus bisa bahasa leluhur pencak silat. Menurut dia, semua kata-kata yang digunakan wasit dalam memimpin pertandingan adalah Bahasa Indonesia. ’’Kata seperti Bersedia dan Mulai. Itu wajib diucapkan wasit silat sebagai aba-aba untuk dua pesilat yang akan tanding. Kata-katanya semua dalam Bahasa Indonesia dan itu internasional,’’ terang Martin.
Martin punya kisah yang tak bisa dilupakan saat pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia. Ketika keluar dari pesawat yang mendarat di bandara Denpasar, Bali, Martin merasakan hal yang sangat berbeda. Ia menyebutkan, udara yang dihirupnya saat menuruni anak tangga pesawat seperti membawanya kembali ke kampung halaman.
‘‘Perasaan yang luar biasa. Saya waktu itu berusia 26 tahun. Seperti berada di kampung sendiri. Bukan di Jerman, bukan juga di Irak. Tapi saya merasa seperti ini lah kampung halaman saya,’’ tuturnya.
Bali bukan satu-satunya kota yang dikunjungi Martin. Hampir sebagian besar kota di Pulau Jawa pernah disinggahinya, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta. Dari beberapa negara yang pernah dikunjunginya, Indonesia memiliki tempat yang istimewa di hati pria berusia 50 tahun ini. ‘‘Saya pernah ke Meksiko, India, Nepal, Australia, Mesir, dan Amerika. Hanya Indonesia yang membuat saya jatuh cinta,’’ tegas Martin.
Dalam kunjungannya ke Indonesia, Martin juga menyempatkan diri berlatih pencak silat. Di Jakarta, ia mengaku dilatih di Padepokan Pencak Silat Indonesia yang terletak di belakang Taman Mini. Di Bali pun Martin menekuni silat.
’’Di Bali yang cukup unik. Gurunya melatih saya untuk pergerakan dan olahraga, bukan untuk gagah-gagahan atau menjadi juara di sebuah turnamen,’’ ucap Martin Abbas Yacoub, di sela-sela turnamen silat Austria Terbuka 2017.