Bola.com, Jakarta - Faktor usia dianggap jadi kendala Manny Pacquiao saat berduel dengan Jeff Horn, petinju Australia, Minggu (2/7/2017). Meski unggul secara teknik, petinju yang sudah berusia 38 tahun itu gagal memukul KO Horn hingga ronde 12 dan akhirnya dinyatakan kalah angka mutlak.
Advertisement
Baca Juga
Usia yang terus bertambah berbanding terbalik dengan prestasi Pac-Man. Kekuatan pukulan yang terus menurun membuat Pacquiao sudah lama tidak memukul jatuh lawannya di atas ring
Terakhir kali dia melakukannya saat bertemu Miguel Cotto sembilan tahun lalu. Wasit terpaksa menghentikan pertarungan pada ronde ke-12 setelah melihat Cotto tak mampu lagi memberi perlawanan kepada Pacquiao.
Namun, penampilan meyakinkan itu tak terulang saat melawan Horn. Tiga juri yang bertugas memberi angka 115-113, 115-113 dan 117-111 bagi petinju tuan rumah. Dengan kekalahan ini, Pacquiao terus merelakan sabuk tinju kelas welter versi WBO kepada The Hornet.
Tidak hanya Pacquiao, usia selama ini memang dikenal sebagai musuh utama setiap atlet. Bertambahnya umur membuat performa atlet cenderung menurun, apalagi untuk olahraga tinju yang menuntut kekuatan fisik prima.
Meski demikian, di tinju profesional, 'usia sepuh' tidak sepenuhnya menghalangi seseorang merebut gelar juara dunia. Meski tidak banyak, beberapa nama membuktikan diri mampu menyandang gelar bergengsi tersebut saat berumur di atas 40 tahun.
Siapa saja petinju yang usia jauh lebih tua daripada Manny Pacquiao dan mampu juara dunia? Berikut ini tiga petinju berusia lanjut yang mampu jadi juara dunia:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Thulani Malinga
3. Thulani Malinga (42 Tahun dan 8 hari)
Dijuluki Sugar Boy, pria asal Afrika Selatan ini mengawali kariernya dari tinju amatir. Setelah menjalani 195 pertarungan dan memenangi 185 di antaranya, Malinga petinju kelahiran 11 Desember 1955 itu mulai beralih ke tinju profesional.
Malinga dua kali merebut gelar juara dunia tinju kelas menengah super versi WBC. Saat kali kedua memenangkan gelar ini, Malinga baru sepekan merayakan ulang tahun ke-42. Pada usia tersebut dia berhasil mengalahkan petinju Robin Reid di Milwall, Inggris.
Advertisement
George Foreman
2. George Foreman (45 tahun 299 hari)
Foreman adalah fenomena di dunia tinju profesional. Sempat menjadi juara dunia tinju termuda, Foreman juga tercatat sebagai salah satu petinju tertua yang mampu merebut gelar yang sama.
Setelah pensiun selama 10 tahun, Foreman memutuskan kembali naik ring pada 1987. Empat tahun berikutnya dia menantang Evander Holyfield dalam perebutan gelar, tapi dinyatakan kalah angka mutlak.
Dia kembali mendapat kesempatan merebut gelar juara dunia tinju kelas berat versi WBA dan IBF melawan Michael Moorer pada 5 November 1994. Saat itu, Foreman sudah hampir berusia 46 tahun sedangkan lawannya 20 tahun lebih muda. Namun Foreman tidak menyia-nyiakannya dan berhasil menang KO pada pertandingan ini.
Bernard Hopkins
1. Bernard Hopkins (49 tahun dan 9 hari)
Lahir 15 Januari 1964, pria asal Amerika Serikat ini merupakan petinju paling sukses selama tiga dekade lalu. Sepanjang karier, Hopkins berkali-kali merebut juara dunia.
Sepanjang tahun 1994 hingga 2005, Hopkins mampu mempertahankan gelar juara dunia kelas menengah hingga 20 kali. Dia juga menjadi petinju pertama yang meraih gelar juara dunia pada empat badan tinju, yakni dunia WBA, WBO, WBC, dan IBF. Berkat prestasi-prestasi ini, Hopkins masuk daftar 10 petinju terbaik dalam 50 tahun terakhir.
Pada 2011, Hopkins sudah mencatatkan namanya sebagai petinju tertua yang menjadi juara dunia. Dia merebut kelas berat ringan versi WBO dan IBO dengan mengalahkan Jean Pascal. Saat itu, usianya sudah mencapai 46 tahun. Dia kembali memecahkan rekor setelah menjuarai gelar IBF dengan mengalahkan Tavoris, 2013.
Terakhir kali Hopkins merebut gelar juara dunia pada usia 49 tahun 94 hari. Dia mengalahkan Beibut Shumenov dan berhak atas sabuk WBA (Super), 19 April 2014. (Artikel asli ditulis Marco Tampubolon/diedit Edu Krisnadefa/Liputan6.com)
Advertisement