Bola.com, Jakarta - Liliyana Natsir akhirnya menggantungkan raket kesayangannya setelah 17 tahun berjuang di tim nasional bulutangkis Indonesia.
Keputusan Liliyana meninggalkan bulutangkis yang dicintainya menjadi kehilangan besar bagi Indonesia. Bulutangkis Indonesia telah kehilangan salah satu muutiara terbaiknya.
Advertisement
Baca Juga
Liliyana adalah salah satu pemain spesialis ganda campuran terbaik di dunia. Dia juga piawai bermain di sektor ganda putri. Deretan gelar bergengsi di lemari pialanya menjadi bukti sahih.
Jika medali emas dan perak olimpiade belum cukup memberi bukti, maka tengok saja deretan gelar bergengsi lainnya yang dikantongi perempuan kelahiran Manado, Sulawesi Utara tersebut.
Liliyana juga mengoleksi empat medali emas Kejuaraan Dunia dan pernah menorehkan hattrick di kancah turnamen bulutangkis paling legendaris, All England.
Apa yang membuat Liliyana Nastir begitu istimewa? Visi permainan, kecerdikan dalam mengatur taktik, dan terutama dominasinya di depan net. Liliyana hampir tiada duanya.
Namun, tak ada yang abadi di dunia. Liliyana tak bisa melawan usia. Dia memilih menyudahi kariernya pada 2019, tepat di depan pendukung setianya di Istora, pada momen Indonesia Masters 2019.
Berikut ini deretan momen-momen gemilang Liliyana Natsir sepanjang kariernya di kancah bulutangkis dunia.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Medali Emas Olimpiade
Olimpiade Rio de Janeiro 2016 merupakan puncak karier Liliyana Natsir di kancah bulutangkis dunia. Atlet kelahiran Manado tersebut akhirnya bisa merengkuh lambang supremasi tertinggi bagi pemain bulutangkis, yaitu medali emas Olimpiade.
Berpasangan dengan Tontowi Ahmad, Liliyana Natsir merebut medali emas setelah menang atas pasangan Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying, 21-14 dan 21-12, pada 17 Agustus 2016. Medali emas tersebut menjadi semakin spesial karena diraih bertepatan dengan hari ulang tahun ke-71 Republik Indonesia.
Gelar tersebut juga menjadi pelunasan utang oleh Tontowi/Liliyana. Pasangan yang akrab disapa Owi/Butet tersebut merasa berutang karena gagal menyumbangkan medali pada ajang Olimpiade London 2012. Utang tersebut akhirnya berhasil dilunasi di Rio de Janeiro.
Pada Olimpiade 2012, langkah Tontowi/Liliyana terhenti di semifinal. Mereka juga kalah pada perebutan medali perunggu dari ganda Denmark, Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen.
Kekalahan tersebut memupuskan harapan Indonesia untuk meneruskan tradisi emas bulutangkis di Olimpiade. Sejak 1992 hingga 2008, atlet bulutangkis selalu rutin menyetor medali emas. Namun tradisi tersebut putus pada 2012.
Sebelumnya bulutangkis sudah menyumbang enam medali emas untuk Indonesia. Dimulai dari Susy Susanti dan Alan Budikusuma di Olimpiade Barcelona 1992, Ricky Soebagdja/Rexy Mainaky di Olimpiade Atlanta 1996, Tony Gunawan/Candra Wijaya di Olimpiade Sydney 2000, Taufik Hidayat di Olimpiade Athena 2004, dan terakhir Markis Kido/Hendra Setiawan di Olimpiade Beijing 2008.
“Saya lega, bangga, senang. Karena Indonesia biasanya tradisi emas, tapi di Olimpiade London 2012 kami berutang bawa medali. Sekarang langsung kami bayar utangnya. Senang sekali,” kata Liliyana, seperti dilansir situs PBSI, Kamis (18/8/2016).
“Saya tidak bisa berkata-kata. Luar biasa rasanya. Ini saya persembahkan untuk hari kemerdekaan Republik Indonesia,” timpal Tontowi.
Khusus buat Liliyana, medali emas Olimpiade akhirnya menjawab penantian panjangnya. Olimpiade Rio merupakan yang ketiga buat Liliyana. Pada dua kesempatan sebelumnya, pemain asal Manado tersebut selalu gagal merebut medali emas.
Pada Olimpiade Beijing 2008, Liliyana yang berpasangan dengan Nova Widianto, mampu menembus babak final. Sayang, mereka harus mengakui keunggulan pasangan Korea Selatan, Lee Yong-dae/Lee Hyo-jung, lewat pertarungan dua gim dengan skor 11-21, 17-21.
Kenyataan lebih pahit dialami Liliyana pada Olimpiade London 2012. Berduet dengan Tontowi, pemain yang akrab disapa Butet itu hanya mampu menembus semifinal. Pada babak 4 besar, Tontowi/Liliyana harus tunduk dari Xu Chen/Ma Jin, dengan skor 23–16, 18–21, 13–21.
Pada perebutan medali perunggu, Tontowi/Liliyana kembali gagal. Mereka takluk dari pasangan Denmark, Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen, dengan skor 12-21 dan 12-21.
Advertisement
4 Gelar Kejuaraan Dunia
Minggu, 27 Agustus 2017 menjadi hari yang spesial bagi Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Ganda campuran terbaik Indonesia tersebut berhasil menyabet medali emas Kejuaraan Dunia setelah membungkam ganda China, Zheng Siwei/Chen Qingchen, di Emirates Stadium, Glasgow.
Pada laga tersebut, Tontowi/Liliyana benar-benar bekerja keras. Mereka kehilangan gim pertama dengan skor 15-21, namun mampu bangkit memenangi dua gim berikutnya dengan skor 21-16, 21-15.
"Kami tidak mau memikirkan soal memenangkan gelar juara dunia lagi. Kami hanya bermain, mengikuti strategi dari pelatih meski pada awal permainan kami sempat goyang," kata Liliyana saat membeberkan kuncinya menjadi juara dunia.
Gelar juara dunia tersebut menjadi yang kedua bagi Tontowi/Liliyana. Sebelumnya, Tontowi/Liliyana juga menjadi kampiun pada Kejuaraan Dunia 2013.
Liliyana Natsir total sudah empat kali menyabet medali emas Kejuaraan Dunia Bulutangkis. Dua gelar lainnya diraihnya bersama Nova Widianto, juga pada nomor ganda campuran, pada 2005 dan 2007.
Hattrick All England
Liliyana Natsir juga punya catatan manis pada kejuaraan bulutangkis bergengsi sekaligus tertua di dunia, All England. Bersama Tontowi Ahmad, Liliyana pernah membukukan hattrik alias memenangi tiga gelar juara secara beruntun di All England.
Torehan hattrick itu terjadi pada 2012, 2013, dan 2014. Ini jelas bukan catatan biasa saja, karena memenangi All England bukan misi yang mudah.
Pada edisi 2014, Tontowi/Liliyana menjadi kampiun All England setelah menaklukkan pasangan China, Zhang Nan/Zhao Yunlei, pada laga final di National Indoor Stadium, Birmingham, pada 9 Maret. Tontowi/Liliyana menang dua set langsung 21-13, 21-17.
Adapun gelar yang pertama juga istimewa. Tontowi/Liliyana menjadi penawar dahaga gelar juara ganda campuran All England selama 33 tahun. Sebelum mereka juara, ganda campuran Indonesia yang bisa naik ke podium utama adalah pasagan Christian Hadinata/Imelda Wiguna pada 1979.
Advertisement
Juara Piala Dunia Bulutangkis
Pebulutangkis berusia 34 tahun tersebut juga pernah merasakan gelar juara dunia bulutangkis, tepatnya pada 2006. Gelar tersebut diraihnya di sektor ganda campuran.
Liliyana menyabet gelar bergengsi tersebut saat berpasangan dengan Nova Widianto. Saat itu, Nova/Liliyana mengalahkan ganda tuan rumah China.
Piala dunia bulutangkis sekarang sudah tidak dipertandingkan lagi.
3 Titel Indonesia Open
Liliyana Natsir tak hanya bersinar di All England. Dia juga jadi ratu di kandang sendiri, tepatnya di ajang Indonesia Open.
Selain All England, Indonesia Open juga merupakan salah satu turnamen paling bergengsi di dunia. Indonesia Open sangat unik karena penonton di Istora tak ada duanya di dunia. Bagi para pebulutangkis non-Indonesia, Istora adalah tempat yang angker, tapi sekaligus penuh pesona.
Liliyana Natsir kali pertama juara Indonesia Open pada 2008. Tapi, bukan di sektor ganda campuran. Dia jadi kampiun di sektor ganda putri, saat berpasangan dengan Vita Marissa.
Liliyana harus menunggu sembilan tahun untuk kembali mencicipi gelar prestisius tersebut. Pada 2017, dia akhirnya juara lagi di Indonesia Open bersama Tontowi Ahmad di sektor ganda campuran. Tapi, Indonesia Open edisi ini digelar di Jakarta Convention Center karena Istora sedang direnovasi.
Pada 2018, Tontowi/Liliyana berhasil mempertahankan gelar di Indonesia Open.
Bagi Liliyana Natsir, kemenangan di Istora Senayan terasa emosional. Itu tidak lepas dari rencananya segera gantung. Turnamen tersebut menjadi Indonesia Open terakhir baginya.
"Perasaan saya tentu campur aduk, ada senang dan juga sedih. Mungkin ini terakhir kalinya saya tampil di Indonesia Open," ujar Liliyana Natsir, dalam sesi konferensi pers setelah pertandingan.
"Saya pasti merindukan momen di sini, teriakan-teriakan "Owi-Butet" yang dilakukan suporter mungkin tak bisa saya rasakan lagi. Cepat atau lambat pasti saya akan pensiun, semoga saya bisa memberikan yang terbaik di Asian Games nanti," lanjut Butet yang mengindikasikan Asian Games 2018 akan menjadi turnamen terakhir dalam kariernya.
Advertisement
5 Emas SEA Games
Jauh sebelum mempersembahkan emas Olimpiade 2016, Liliyana Natsir juga berkonstribusi penting bagi Indonesia di kancah SEA Games.
Total lima emas disumbangkan pebulutangkis yang akrab disapa Butet itu pada pesta olahraga antarnegara Asia Tenggara tersebut. Perinciannya, dia menyumbang di sektor ganda campuran (3), ganda putri (1), dan beregu putri (1).
Pada 2005 dan 2009, Liliyana menyumbangkan medali emas dari ganda campuran, saat berpasangan dengan Nova Widianto. Sedangkan pada 2007 Liliyana menyabet emas di nomor ganda putri (bersama Vita Marissa) dan beregu putri.
Liliyana terakhir kali menyumbangkan emas SEA Games pada 2011, melalui nomor ganda campuran. Saat itu, Liliyana berpasangan dengan Tontowi Ahmad.
2 Titel Kejuaraan Asia
Bukan hanya ratu Asia Tenggara, Liliyana Natsir juga dua kali menjadi kampiun di kancah Asia. Dua gelar tersebut diraihnya melalui nomor ganda campuran.
Liliyana mengoleksi dua titel kejuaraan bulutangkis Asia dengan dua pasangan berbeda. Gelar pertama diraihnya bersama Nova Widianto pada 2006. Saat itu, di final mereka mengalahkan pasangan Thailand, Sudket Prapakamol/Saralee Thungthongkam.
Sedangkan gelar kedua diraih Butet bersama Tontowi Ahmad pada 2015.
Advertisement