Bola.com, Jakarta - Taktik Catenaccio menjadi ciri khas dan tujuan utama dalam permainan sepak bola di Italia pada era 1960-an. Strategi itu diciptakan Helenio Herrera saat menukangi Inter Milan selama delapan musim.
Catenaccio diibaratkan seperti menggiring bola dalam sistem gerendel yang memainkan pertahanan berlapis. Kehadiran seorang sweeper menjadi kunci filosofi strategi itu sebagai pelapis di belakang barisan pertahanan yang melakukan man-marking.
Baca Juga
Advertisement
Catenaccio sempat dipercaya sebagai kunci kesuksesan La Baneamata. Saat itu, Helenio Herrera membuktikan skema jitunya tersebut ketika membawa Inter Milan menyabet tiga gelar juara Serie A dan dua trofi European Cup, atau yang saat ini dikenal dengan Liga Champions.
Tak hanya Inter Milan, Juventus dan Timnas Italia pernah menerapkan taktik Catenaccio dalam beberapa tahun lalu.
Bianconeri pernah memakai strategi "Catenaccio Elegan" saat melawan Barcelona di babak perempat final Liga Champions pada 2017 saat masih ditangani oleh Massimiliano Allegri. Sedangkan Timnas Italia menerapkan taktik ini ketika menghadapi Spanyol di babak 16 besar Euro 2016 silam. Terlebih, taktik Catenaccio membawa Italia juara Piala Dunia 1982.
Inter Milan dan Timnas Italia sama-sama menggunakan formasi dasar 3-5-2, dengan sweeper berada di belakang dua bek tengah. Kemudian daerah sayap dipercayakan kepada dua fullback di kanan dan kiri, sementara dua orang striker di depan berdiri tidak sejajar, dengan satu pemain akan bermain sedikit lebih ke belakang dan terkadang ikut membantu gelandang.
Setelah populer di Italia dengan nama catenaccio, formasi ini kemudian banyak dipakai oleh tim-tim kecil yang cenderung akan memainkan pertahanan total.
Catenaccio membutuhkan pemain cerdas dengan kemampuan positioning yang baik untuk dapat memainkan peran sweeper. Barisan pertahanan di depan sweeper mesti memiliki kemampuan bertahan dan berduel dengan pemain lawan sebagai syarat mutlak.
Strategi itu sebelumnya dikenal sebagai taktik Rocco pada 1947 bersama Triestina. Racikan yang paling umum adalah formasi 1-3–3–3 dengan pendekatan tim yang sangat defensif. Dengan catenaccio, Triestina menyelesaikan turnamen Serie A di posisi kedua. Serta beberapa variasi termasuk formasi 1-4–4–1 dan 1–4–3–2.
Dalam versi Helenio Herrera di Inter Milan, empat pemain bertahan yang ditugaskan kepada penyerang lawan sementara satu pemain ekstra, sweeper, akan mengambil bola lepas yang lolos dari jangkauan pemain bertahan.
Sayangnya, kini strategi catenaccio tak banyak digunakan dalam permainan sepak bola. Taktik tersebut dinilai cenderung membosankan karena jumlah gol yang relatif sedikit, permainan kurang mengalir, serangan jarang berhasil, dan bola yang lebih sering berada di tengah lapangan ketimbang di kotak penalti.
Lantas apa tujuan utama penerapan catenaccio dalam permainan sepak bola? Berikut ulasan oleh tim #Sportylife.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Tujuan Pertahanan dalam Permainan Sepak Bola
Strategi sepak bola ala Italia, catenaccio memiliki arti "kunci gerendel" mengandalkan disiplin pertahanan ketat dengan sesekali serangan balik, dan punya satu tujuan utama, yaitu memenangkan pertandingan. Kata "tahan" dalam pertahanan dan bertahan menjadi hal mendasar dari strategi sepak bola yang sangat tradisional ini.
Perlu berkaca lagi dengan tanggapan Herrera yang membantah penilaian sinis terhadap catenaccio. Pelatih legendaris Inter Milan itu justru beranggapan tak semua orang mampu menerapkan strategi jitunya tersebut.
Herrera menilai sejumlah pelatih yang hendak mencoba meniru taktiknya itu mengalami kekeliruan, sehingga salah menggunakannya.
"Catenaccio banyak mendapatkan kritik karena mereka salah menggunakannya. Jika sistemnya berjalan dengan benar, maka di mana pun akan sama," kata Heleino Herrera dalam wawancara dengan Simon Kuper, seperti yang tertulis dalam buku Soccer Against the Enemy.
Bersama Inter Milan, Helenio Herrera menempatkan Giacinto Facchetti di posisi fullback kiri. Faktanya, Facchetti adalah fullback paling produktif pada masa itu lantaran diperintahkan sang pelatih untuk ikut membantu penyerangan.
Ketika diserang, catenaccio memainkan man marking pada setiap lawan yang masuk ke daerah pertahanan. Hanya sweeper yang tidak memiliki tugas melakukan marking.
Kendati demikian, kemampuan bertahan dari setiap individu menjadi hal penting, karena akan terjadi bencana besar dalam man marking apabila terdapat salah seorang pemain kalah duel dengan penyerang lawan.
Kelemahan besar cara bertahan man marking ini dapat ditutup dengan keberadaan sweeper. Peran itulah yang jadi pelapis pertahanan jika para pemain bertahan kalah duel dengan penyerang lawan. Hal inilah yang dimaksud sebagai gembok atau grendel pada catenaccio.
Taktik yang diterapkan Inter Milan dan Timnas Italia kalai itu sama-sama memiliki penyerang berdarah pembunuh di lini serang timnya.
Italia memiliki Paulo Rossi dan Inter Milan memiliki Sandro Mazzola. Dua striker tersebut yang kerap membuat perhatian bek lawan teralihkan, kemudian tim akan leluasa bagi gelandang dan fullback untuk menyerang dari lini kedua.
Advertisement
Tujuan Penyerangan di Sepak Bola
Kini, masa kejayaan catenaccio kian memudar semenjak banyak tim yang menerapkan strategi menyerang layaknya Total Football yang diperagakan oleh Timnas Belanda.
Sedangkan Tim Nasional Italia di bawah asuhan Cesare Prandelli kini menerapkan catenaccio versi modern yang atraktif dan tidak hanya mengandalkan bertahan.
Kendati dianggap tidak sesuai dengan sepak bola modern, taktik milik Herrera ini mengalami modifikasi dan tidak pernah mati dan diharapkan ada tim yang mampu menjadi suksesor pelatih legendaris Inter Milan tersebut.
Jair adalah salah satu elemen penting dari strategi 'Catenaccio' saat era La Grande Inter di tangan Herrera. pic.twitter.com/mTo7Jxw2hC
— Skrizovic (@Skrizovic) October 11, 2013