Bola.com, Jakarta - Walau tidak ada tugas yang diharuskan untuk dievaluasi bagi seorang menteri dalam kuran waktu 100 hari, tapi boleh saja penilaian itu dikumandangkan. Presiden Jokowi tidak ingin ada evaluasi itu, karena Kabinet Indonesia Maju sekarang ini merupakan kelanjutan dari kabinet sebelumnya yang ia pimpin dalam periode pertama.
Tapi tetap sah-sah saja kalau Indonesia Corruption Watch (ICW) mengultimatum Menko Polhukam Mahfud MD untuk menerbitkan revisi UU KPK dalam waktu 100 hari.
Advertisement
Kalau tidak, ICW berharap Mahfud mundur. Walau akhirnya sang menteri pun berkomentari, memang siapa itu ICW.
Ya, ICW memang tidak punya hak untuk memundurkan seorang menteri. Tapi, untuk sekedar memberikan masukan bolehlah. Masukan yang keras tentunya. Keputusan mundur berada dalam diri si menteri. Atau yang berhak memundurkan menteri adalah presiden.
Jadi kalau saya juga mempertanyakan kerja Menpora, Zainudin Amali, dalam 100 hari, sah-sah saja. Juga kalau berharap, jika gagal lebih baik mundur saja.
Untuk Menpora, jangankan 100 hari, dalam beberapa hari ke depan punya tugas maha penting, yakni mensukseskan pemilihan Ketua Umum PSSI melalui Kongres Luar Biasa. Polemik terjadi, karena PSSI merencanakan kongres akan diadakan pada Sabtu, 2 November 2019.
Sedangkan beredar kabar beradasarkan uturan peristiwa demi peristiwa, sebenarnya kalender FIFA untuk Kongres PSSI adalah pada bulan Januari. Karena inilah salah satu calon ketua umum, La Nyala Mataliti mengundurkan diri.
Kejelian dan kecerdesan Menpora diuji, sehingga kongres bisa berjalan lancar tanpa melanggar peraturan apapun. Kalau tidak, bisa bikin rumit. Bisa saja FIFA memperingati PSSI, hingga bisa menghukumnya.
Selagi Indonesia sudah ditetapkan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2021, langkah yang diampil perlu tepat. Apalagi banyak kejadian negatif melanda sepakbola dalam negeri, khususnya soal kerusuhan suporter. Dari Liga 2, Liga 1, bahkan sampai suporter tim nasional, mencatat kecerobohan itu.
Jangan sampai yang serba negatif ini, mendorong FIFA berpikir ulang hingga menganulir keputusannya menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia junior itu.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
SEA Games Filipina
Ukuran minggu bahkan hari, terjadi lagi dalam mengukur kinerja Kemenpora dalam membina atlet bersama induk organisasi, KONI, dan KOI, yaitu SEA Games 2019 yang akan berlangsung di Filipina, 30 November-11 Desember 2019. Kalau saja gagal menjadi juara umum, kinerja Kemenpora layak dipertanyakan.
Kenapa juara umum? Ukuran prestasi terakhir adalah kekuatan di Asian Games Jakarta 2018. Indonesia menududuki peringkat keempat di bawah Cina, Jepang, dan Korea Selatan, atau jauh di atas negara negara Asia Tenggara (Thailand ke-12). Indonesia memperoleh 31 emas, 24 perak, dan 43 perunggu.
Prestasi yang fantastis, kalau tidak bisa diulangi lagi di Filipina,sepertinya prestasi sepaktakuler itu tidak berarti apa-apa.
Ukuran yang lain adalah prestasi di SEA Games terakhir di Malaysia 2017. Indonesia berada di peringkat 5, di bawah tuan rumah Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Singapura. Target kontingen sendiri posisi keempat, lebih baik dari pesta sebelumnya.
Tapi, dengan animo, semangat, dan eforia Asian Games, prestasi keempat itu tak lain merupakan kegagalan. Malah target ini diperikarakan juga akan meleset, sehubungan persiapan yang tersendat gara-gara menteri sebelumnya ditangkap KPK.
Menpora yang sekarang, Zainudin Amali, memang tidak terlibat secara dalam persiapan hajatan besar ini. Yang lebih bertanggungjawab adalah Imam Nahrawi yang sudah dipenjara KPK.
Tapi, secara kelembagaan, Zainudin tetap saja menjadi orang pertama yang bertanggungjawab terhadap jika terjadi kegagalan itu. Resiko menerima tugas di kala ada peristiwa penting tidak lama kemudian, berada di pundaknya sekali pun ia tidak mempersiapkan even tersebut.
Hajat besar ini sudah bisa menuntut mundur Zainudin. Tidak perlu menunggu 100 hari, dan tidak perlu lagi menunggu peristiwa besar lainnya ditahun 2020, dalam olahraga maupun kepemudaan. Khusus kepemudaan, lebih banyak menyangkut soal demo tuntutan revisi UU KPK yang kembali akan dilakukan oleh banyak anak muda dari kalangan mahasiswa.
Kita tunggu Menpora baru ini bisa apa dalam kurun waktu 100 hari. Kita tunggu pula sikapnya menangani (seandainya) terjadi kegagalan-kegagalan itu.
Lilianto Apriadi
*) Penulis wartawan olahraga senior yang aktif di berbagai organisasi olahraga.
Advertisement