Bola.com, Jakarta - All England merupakan turnamen bulutangkis tertua yang ada di dunia. Bisa menjadi juara di turnamen BWF World Tour Super 1000 yang digelar di Birmingham, Inggris, ini tentu merupakan pencapaian yang luar biasa dalam karier pebulutangkis.
Terbaru, ganda campuran Indonesia, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti, mengharumkan nama Indonesia dengan menjadi juara All England 2020 setelah mengalahkan pasangan Thailand, Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai, melalui pertandingan tiga gim di laga final.
Advertisement
Pada saat yang sama, ganda putra Indonesia, Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo, harus mengubur keinginan untuk mengulang sukses di turnamen yang sama pada 2017 dan 2018. Keduanya kalah di laga final dari pasangan Jepang, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe.
Keberhasilan meraih gelar juara All England tentu menjadi kebanggaan bagi Praveen/Melati. Apalagi bagi Praveen, ini merupakan gelar juara All England kedua dalam kariernya. Gelar pertama diraihnya bersama Debby Santoso pada All England 2016.
Tidak banyak ganda campuran Indonesia yang berhasil meraih gelar juara di All England. Bola.com menelusuri ada empat ganda campuran Indonesia yang berhasil menorehkan prestasi di turnamen bulutangkis tertua yang digelar sejak 1899 ini. Keempatnya memiliki ceritanya masing-masing.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Perdana oleh Christian Hadinata/Imelda Wiguna
Ganda campuran Indonesia yang pertama kali menjadi juara di All England adalah Christian Hadinata/Imelda Wiguna. Gelar juara ini diraih oleh pasangan Indonesia itu pada 1979.
Namun, bagi Christian Hadinata saat itu, gelar juara All England tersebut merupakan yang ketiga baginya. Sebelumnya, ia sudah pernah mendapatkannya dua kali di sektor ganda putra bersama Ade Chandra pada 1972 dan 1973.
Begitu pula Imelda Wiguna. Gelar juara All England 1979 di sektor ganda campuran itu bukan satu-satunya yang diraih oleh atlet putri Indonesia itu. Pasalnya, pada tahun yang sama, Imelda juga turun di sektor ganda putri dan berhasil menjadi juara All England 1979 bersama Verawaty.
Dalam partai final ganda campuran All England 1979, Christian Hadinata/Imelda Wiguna berhasil menjadi juara setelah mengalahkan pasangan tuan rumah, Nora Perry/Mike Tredgett, dengan dua gim langsung 15-1 dan 18-17, di mana saat itu penghitungan skor badminton masih sampai 15 poin.
Advertisement
Hattrick Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir
Bicara perihal ganda campuran Indonesia dalam sepanjang sejarah All England, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir merupakan pasangan paling sukses. Keduanya berhasil mempersembahkan tiga gelar juara All England secara berturut-turut, mulai tahun 2012 hingga 2014.
Ketika menjuarai All England 2012, Tontowi/Liliyana berhasil mengakhiri puasa gelar sektor ganda campuran di All England yang bertahan hingga 33 tahun. Pasangan Indonesia yang karib disapa Owi/Butet itu berhasil mengalahkan pasangan asal Denmark, Thomas Laybourn/Kamilla Rytter Juhl, dengan dua gim langsung 21-17 dan 21-19 di pertandingan final.
Keberhasilan tersebut berlanjut ke All England 2013. Tontowi/Liliyana kembali berhasil menjadi juara untuk kedua kalinya secara beruntun.
Sempat mengalahkan sesama ganda campuran Indonesia, Markis Kido/Pia Zebadiah Bernadeth, pada pertandingan semifinal, Owi/Butet memastikan gelar juara All England kedua setelah mengalahkan pasangan China, Zhang Nan/Zhao Yunlei, dengan dua gim langsung, 21-13 dan 21-17.
Rupanya, takdir mempertemukan kedua finalis All England 2013 itu lagi di final All England 2014. Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir kembali berhadapan dengan Zhang Nan/Zhao Yunlei di partai final.
Entah kebetulan atau memang takdir yang manis, final satu tahun sebelumnya seperti terulang. Owi/Butet kembali berhasil mengalahkan Zhang Nan/Zhao Yunlei. Tidak hanya itu, skor kemenangan di partai final itu pun sama persis, 21-13 dan 21-17.
Satu hal yang menarik lainnya, takdir berlanjut ke final All England 2015, di mana Owi/Butet kembali dipertemukan dengan Zhang Nan/Zhao Yunlei di partai final.
Namun, kali ini pasangan China itu seperti sudah menghafal permainan Owi/Butet setelah dua pertemuan di final sebelumnya. Owi/Butet kali ini kalah dua gim langsung, 10-21 dan 10-21.
Kesuksesan Praveen Jordan dengan 2 Pasangan Berbeda
Praveen Jordan menjadi satu-satunya atlet bulutangkis Indonesia yang merasakan dua kali juara di sektor ganda campuran All England dengan dua pasangan yang berbeda. Keberhasilan Praveen ini diraih pada 2016 bersama Debby Susanto dan yang terkini pada 2020, bersama Melati Daeva Oktavianti.
Kesuksesan Praveen/Debby menjadi juara ganda campuran All England 2016 cukup menarik. Ketika Tontowi/Liliyana harus tersingkir di perempat final, Praveen/Debby melangkah jauh.
Bahkan di semifinal, Praveen/Debby harus bertemu dengan musuh bebuyutan Owi/Butet, di tiga final All England sebelumnya, Zhang nan/Zhao Yunlei, yang juga berstatus sebagai juara bertahan.
Praven/Debby dengan meyakinkan mampu mengalahkan pasangan asal China itu dengan dua gim langsung, 21-15 dan 21-10. Kemenangan itu seakan membuka jalan besar bagi pasangan Indonesia tersebut untuk menjadi juara.
Pada pertandingan final, Praveen/Debby menghadapi pasangan Denmark, Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen, dengan kemenangan dua gim langsung, 21-12 dan 21-17.
Keberhasilan Praveen/Debby itu menjadi yang terakhir bagi Debby. Meski keduanya masih tetap berpasangan hingga All England 2018, Praveen/Debby tidak pernah lagi menembus semifinal dalam dua edisi setelah menjadi juara.
Praveen kemudian berganti pasangan dengan Melati Daeva Oktavianti, seiring keputusan pensiun yang diambil Debby Susanto pada 2019. Namun, chemistry Praveen/Melati cukup cepat terbentuk, meski tidak konsisten.
Bicara All England, Praveen/Melati langsung mencapai semifinal pada edisi pertama keduanya berpasangan, yaitu All England 2019. Praveen/Melati mampu mencapai semifinal All England 2019.
Pada babak empat besar itu, Praveen/Melati harus menjalani perlawanan ketat dari pasangan China, Zheng Siwei/Huang Yaqiong. Meski berhasil memenangi gim pertama, Praveen/Melati akhirnya kalah 21-13, 20-22, dan 13-21.
Namun, satu tahun setelah itu, Praveen/Melati mampu membuktikan diri menjadi yang terbaik di All England 2020. Dalam perjalanannya sejak babak pertama All England 2020, Praveen/Debby selalu menghadapi lawan dari negara yang berbeda, mulai Chinese Taipei, Malaysia, China, Inggris, hingga menghadapi pasangan Thailand di partai final.
Melalui pertandingan yang alot dan dramatis menghadapi Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai, Praveen/Melati mampu meraih kemenangan setelah melalui tiga gim, dengan skor 21-15, 17-21, dan 21-8.
Advertisement