Sukses


Saatnya Komunitas Olahraga Indonesia Memaknai Wabah Covid-19

Bola.com, Jakarta Halo pembaca, cukup lama saya tidak menulis kolom ini setelah saya mengulas soal makna historis dari Boxing Day di masa-masa Natal 2019. Uniknya, di saat yang sama justru Novel Corona Virus mulai unjuk gigi sebagai silent killer di Wuhan, Tiongkok. Kini, sekitar empat bulan sejak merebaknya wabah Covid-19 di ground zero tersebut Indonesia menjadi episentrum baru pandemik pneumonia anyar itu dan imbasnya pun sampai pada pembatalan sejumlah event olahraga di Tanah Air.

Well, kini lebih banyak waktu bagi saya untuk kembali menulis setelah banyak agenda rapat bisa dilakukan lewat concall dengan bekerja dari rumah. Pekan ini, gumpalan bola salju wabah Covid-19 membesar dengan diundurkannya perhelatan final Euro 2020 ke tahun depan, setelah sebelumnya sejumlah kompetisi 2019/20 semodel La Liga, Serie A, Premier League, Bundesliga, Liga Europa serta Liga Champions juga dihentikan.

Kembali ke Nusantara kita juga kemudian harus mencerna fakta bahwa kompetisi bola voli profesional, Proliga, juga mengikuti jejak pembekuan sementara kompetisi sepak bola kasta tertinggi di tanah air, Shopee Liga 1. Bila polemik pelik pengunduran Euro 2020 akhirnya berujung penundaan, saya rasa sudah saatnya panitia lokal Olimpiade Tokyo juga meninjau wacana pengunduran pesta olahraga empat tahunan itu dari Agustus 2020 ke tahun depan. Hal yang sama jelas harus jadi bahan pertimbangan Kemenpora untuk mereview kelayakan diselenggarakannya PON Papua di Oktober mendatang.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

Jangan Paksakan PON Papua di 2020

Olimpiade dan PON adalah sebuah melting pot alias bejana peleburan ribuan atlet dari berbagai pelosok dan selama vaksin serta obat untuk mengatasi wabah Covid-19 belum bisa didistribusikan secara merata dan efektif pada waktunya, sangat tidak mungkin kita memutuskan untuk berada di dalam pesta olahraga tersebut. Seorang rekan saya yang bergelar doktor matematika di ITB bersama timnya sudah merancang sebuah pemodelan dengan berbasis fenomena outbreak di beberapa negara lain yang ujungnya berguna untuk memprediksi kasus Covid-19 di Indonesia. Ia memprediksi pada mid-April mendatang wabah Covid-19 di Indonesia bakal mencapai puncaknya dengan menginfeksi total 8000 orang.

Pada periode tersebut juga dihipotesakan akan terjadi temuan kasus baru mencapai 600 orang positif pengidap Covid-19 per hari. Kondisi ini tidak ideal bagi atlet daerah dan nasional untuk terus melakukan persiapan dalam sejumlah pemusatan latihan. So, prestasi apa yang bakal kira-kira mereka tunjukkan pada gelaran Olimpiade Tokyo dan PON Papua bila tetap dipaksakan terlaksana pada 2020?

Coba kita mundur sejenak. Saya percaya bahwa olahraga memang bukan semata soal prestasi, tapi juga merupakan sebuah wahana pencipta baju identitas yang dapat memperkuat kebersamaan sebuah komunitas. Dalam kerangka mikro memang Bobotoh dan Jakmania saling berseteru dalam baju identitas tersebut, namun dalam wawasan makro kita juga menyadari emblem Garuda di jersey merah timnas Indonesia bisa melekatkan perbedaan dalam perspektif Bhinneka Tunggal Ika.

3 dari 3 halaman

Kebersamaan Tanpa Harus Berkumpul

Pertanyaan dari seorang kolega di jajaran petinggi KOI di pekan lalu pun mengapung di tengah diskusi kami, “Bung, bagaimana kita bisa merajut kebersamaan dan pengenalan identitas ini bila kita tidak berkumpul? Beda lho rasanya menonton dari rumah dibanding di dalam stadion. Kalau kompetisinya tidak ada, kebersamaan bakal  tidak terasa.”

Exactly, inilah saat yang tepat untuk memaknai wabah Covid-19 dalam konteks olahraga. Jawabnya sederhana saja, yaitu kita tidak perlu berkumpul untuk menciptakan kebersamaan.

Aksi solidaritas atas nama baju identitas komunitas olahraga kita kepada mereka para pengidap Covid-19 dan para petugas medis serta relawan informal di garis depan juga akan menumbuhkan rasa yang sama. Sama seperti baju timnas memupus kotak-kotak yang tercipta karena perbedaan baju klub, sebenarnya pada akhirnya kita semua satu, kemanusiaan kita adalah esensi yang menyatukan sekat perbedaan apapun.

Olahraga sebagai pengikat rasa satu ini sudah memunculkan banyak atlet yang menjadi ikon sebuah society, dan mereka sudah memperlihatkan pengaruhnya dengan menggalang donasi. Kini saatnya para stake holder olahraga Indonesia menyikapi wabah Covid-19 ini sebagai peluang untuk mengajak komunitas masing-masing, yang berjumlah masif, untuk berbagi. Tidak perlu dengan berkumpul, salah satu caranya dengan membuka situs kitabisa.com/bersamacegahcovid19 . Mari kita mulai hari ini, dimulai dengan berkampanye lewat social media kita dan turut menyumbang. Salam Olahraga! 

*Penulis adalah wartawan, VP Operations dan Editor in Chief untuk Bola.com serta Bola.net, kolom ini berisi wawasan pribadi yang terlepas dari sikap kolektif insitusi.

Video Populer

Foto Populer