Bola.com, Jakarta - Mantan tunggal putra andalan Indonesia, Sony Dwi Kuncoro, ikut menanggapi pernyataan Tontowi Ahmad yang merasa kurang dihargai oleh PBSI karena diberi status sebagai pemain magang sejak Desember 2019. Menurut Tontowi, masalah itu turut memengaruhi keputusannya mundur dari pelatnas PBSI, Senin (18/5/2020).
Tontowi merasa tidak dihargai karena status magang biasanya diberikan kepada pemain muda yang baru bergabung ke pelatnas. Ia mengaku tak menyangka PBSI mengambil kepututusan itu. Menurut dia, PBSI seharusnya mengayomi dan menghargai atlet-atletnya.
Baca Juga
Advertisement
Masalah yang diungkapkan Tontowi Ahmad itu ditanggapi Sony Dwi Kuncoro. "Menanggapi berita Tontowi Ahmad ini saya juga ingin ikut berkomentar. Hampir setiap atlet yang keluar dari PBSI akan merasakan kejanggalan dalam proses degradasi," kata Sony yang curhat melalui Instagram pribadinya, Rabu (20/5/2020).
"Tahun 2014 saya meninggalkan pelatnas PBSI dengan cara yang menurut saya kurang menghargai saya yang sudah 13 tahun di Pelatnas. pada waktu itu mash ranking 15 dunia. Bagaimana tidak? Pertama kali saya tahu berita tentang degradasi melalui koran."
"Beberapa hari saya tunggu tidak ada pembicaraan dari pengurus, akhirnya saya menanyakan surat keluar agar saya mendapat kepastian. Surat keluar saya dapat, Itupun surat tersebut diberikan oleh karyawan (bukan pengurus)," imbuh Sony Dwi Kuncoro.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Saran untuk PBSI
Sony berharap PBSI lebih menghargai atlet saat memutuskan soal degradasi atlet. Peraih medali perunggu pada Olimpiade Athena 2004 tersebut berharap PBSI melakukan perbaikan.
"Masukan dari saya mohon cara melakukan degradasi lebih menghargai atlet, Karena atlet mulai kecil mereka memilih menjalani hidup di badminton, meninggalkan sekolah, keluarga dan kesempatan bermainnya. Atlet juga punya keluarga, orang tua yang setiap hari mendoakan anaknya untuk jadi juara," ujar Sony.
"Saya rasa di bidang lain pun, perusahaan yang akan mengeluarkan karyawan pasti akan dengan cara sopan dan manusiawi setidaknya mengucapkan terima kasih dan permintaan maaf atau dengan cara yg lebih pantas dan masuk akal."
"Regenerasi pasti akan selalu ada, di perusahaan besar pun akan regenerasi. Tapi sebaiknya PBSI menghargai atlet (Pahlawan Indonesia). Sampai saat ini saya belum pernah dengar mantan-mantan atlet Pelatnas yang didegradasi dengan cara ada pembicaraan yang baik (mohon dikoreksi kalau salah)."
"Sebagai saran lagi untuk PBSI dalam mendegradasi atlet Pelatnas, apa pun prestasinya selama dia membawa nama Indonesia di dadanya, sebaiknya PBSI memberi penghargaan apa pun bentuknya (piagam atau sertifikat) yang akan berguna dan menjadi kebanggaan untuk masa depan atlet. Saya tidak melihat atlet yang banyak juara/prestasi, tapi masih ada atlet lapis 2 dan yang lain. Setidaknya para mantan atlet ini akan bangga pernah membela pelatnas (nama Indonesia)."
"Kebiasaan ini harus diubah oleh siapa pun pengurusnya, jangan sampai turun menurun. Kalau tidak diubah, atlet juara Olimpiade, All England, juara dunia dan juara-juara lainnya akan merasakan hal yang sama. Perubahan harus dilakukan demi kebaikan anak cucu kita yang bercita-cita menjadi atlet bulutangkis," sambung Sony Dwi Kuncoro, yang juga mengoleksi lima emas SEA Games dan tiga gelar di Kejuaraan Asia Bulutangkis.
Advertisement