Sukses


Kumpulan Puisi Terbaik Sapardi Djoko Damono, Romantis dan Penuh Cinta

Bola.com, Jakarta - Sastrawan besar Indonesia, Sapardi Djoko Damono meninggal dunia, Minggu (19/7/2020). Kabar duka wafatnya Sapardi Djoko Damono ramai di jagat media sosial seperti Instagram dan Twitter.

Satu di antara ungkapan duka datang dari penulis muda, Fiersa Besari. Melalui akun Twitternya, Fiersa Besari menuliskan duka sekaligus patah hati terdalam atas meninggalnya Sapardi Djoko Damono.

"Selamat jalan, Eyang Sapardi Djoko Damono. Jasamu abadi, seiring karya sastramu yang meninggalkan pengaruh besar untuk generasi setelahmu. Patah hati terdalam dari kami," tulis Fiersa Besari.

Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono merupakan seorang pujangga ternama di Indonesia. Sapardi Djoko Damono banyak melahirkan karya-karya yang menjadi populer.

Beberapa karya Sapardi Djoko Damono antara lain, Duka-Mu Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Perahu Kertas (1983), Sihir Hujan (1984), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1998), Ayat-ayat Api (2000), Mata Jendela (2000), dan masih banyak lagi.

Melalui karya-karyanya, Sapardi Djoko Damono juga banyak mendapat penghargaan-penghargaan besar baik dari dalam maupun luar negeri.

Di sisi lain, awal karir menulis Sapardi dimulai dari bangku sekolah. Saat masih di sekolah menengah, karya-karyanya sudah sering dimuat di majalah. Kesukaannya menulis semakin berkembang saat kuliah di Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Dalam tulisan-tulisannya Sapardi Djoko Damono kerap meluncurkan puisi-puisi indah. Tentu banyak puisi karya Sapardi Djoko Damono yang mempunyai tempat tersendiri di hati para penggemarnya.

Berikut ini redaksi Bola.com tampilkan, kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono, seperti dilansir dari GasBanter.com, Minggu (19/7/2020).

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 11 halaman

1. Hujan Bulan Juni

tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni

dirahasiakannya rintik rindunya

kepada pohon berbunga itu

 

tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan Juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

 

tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan Juni

dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu

3 dari 11 halaman

2. Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu

 

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

 

1989

4 dari 11 halaman

3. Hatiku Selembar Daun

Hatiku selembar daun

melayang jatuh di rumput;

 

Nanti dulu,

biarkan aku sejenak terbaring di sini;

ada yang masih ingin kupandang,

yang selama ini senantiasa luput;

 

Sesaat adalah abadi

sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.

5 dari 11 halaman

4. Yang Fana Adalah Waktu

Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga

sampai pada suatu hari

kita lupa untuk apa

"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu.

Kita abadi.

 

1978

6 dari 11 halaman

5. Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti,

Jasadku tak akan ada lagi,

Tapi dalam bait-bait sajak ini,

Kau tak akan kurelakan sendiri.

 

Pada suatu hari nanti,

Suaraku tak terdengar lagi,

Tapi di antara larik-larik sajak ini.

 

Kau akan tetap kusiasati,

 

Pada suatu hari nanti,

Impianku pun tak dikenal lagi,

Namun di sela-sela huruf sajak ini,

Kau tak akan letih-letihnya kucari.

7 dari 11 halaman

6. Hanya

Hanya suara burung yang kau dengar

dan tak pernah kaulihat burung itu

tapi tahu burung itu ada di sana

 

Hanya desir angin yang kaurasa

dan tak pernah kaulihat angin itu

tapi percaya angin itu di sekitarmu

 

Hanya doaku yang bergetar malam ini

dan tak pernah kaulihat siapa aku

tapi yakin aku ada dalam dirimu

8 dari 11 halaman

7. Sajak Kecil Tentang Cinta

Mencintai angin harus menjadi siut

Mencintai air harus menjadi ricik

Mencintai gunung harus menjadi terjal

Mencintai api harus menjadi jilat

 

Mencintai cakrawala harus menebas jarak

 

Mencintai-Mu harus menjelma aku

9 dari 11 halaman

8. Menjenguk Wajah di Kolam

Jangan kau ulang lagi

menjenguk

wajah yang merasa

sia-sia, yang putih

yang pasi

itu.

 

Jangan sekali-

kali membayangkan

Wajahmu sebagai

rembulan.

 

Ingat,

jangan sekali-

kali. Jangan.

 

Baik, Tuan.

10 dari 11 halaman

9. Akulah Si Telaga

akulah si telaga:

 

berlayarlah di atasnya;

berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil

 

yang menggerakkan bunga-bunga padma;

berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;

sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja

 

— perahumu biar aku yang menjaganya.

 

1982

11 dari 11 halaman

10. Dalam Diriku

Dalam diriku mengalir sungai panjang

Darah namanya;

Dalam diriku menggenang telaga darah

Sukma namanya;

Dalam diriku meriak gelombang sukma

Hidup namanya!

Dan karena hidup itu indah

Aku menangis sepuas-puasnya.

 

Sumber: GasBanter

Video Populer

Foto Populer