Bola.com, Jakarta - Pandemi COVID-19 masih belum menunjukkan tanda-tanda menghilang. Kendati, berbagai upaya telah dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus tersebut.
Penerapan perilaku 3M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak) menjadi upaya utama untuk menekan angka pasien positif COVID-19.
Baca Juga
Waduh... Wasit Duel Timnas Indonesia Vs Jepang Ternyata Punya Catatan Kontroversial di Liga 1
Reaksi Media Vietnam terhadap Lancarnya Proses Naturalisasi Kevin Diks: Pemain Berkualitas Nih, Bek tapi Cukup Tajam
Pakai Pemain Muda di Piala AFF 2024, PSSI Masih Tunggu Daftar Nama Pemain dari Shin Tae-yong
Advertisement
Dengan adanya imbauan jaga jarak atau physical distancing maupun karantina mandiri, membuat banyak orang harus bekerja dan belajar di rumah.
Kondisi tersebut yang mengubah banyak perilaku masyarakat, terutama di sektor pendidikan. Kegiatan belajar mengajar yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka harus dilaksanakan jarak jauh.
Terhitung sejak Maret 2020 hingga akhir tahun ini, banyak kegiatan sekolah yang harus dilaksanakan dari rumah. Hampir semua aktivitas belajar dan mengajar dilakukan tidak secara tatap muka.
Jadi, selama pandemi COVID-19, guru dan siswa harus berinteraksi secara online atau daring. Pembelajaran daring bertujuan agar anak bisa belajar di rumah saja untuk mencegah penyebaran virus corona.
Mungkin, tak banyak yang menyangka, sepanjang tahun ini baik guru maupun siswa, harus melaksanakan kegiatan belajar mengajar melalui daring.
Pembelajaran jarak jauh (PJJ) tersebut sempat menuai reaksi dari banyak pihak, mulai siswa, orang tua murid, hingga guru.
Seperti halnya yang dialami Kukuh Adhi, salah seorang guru di SMK Negeri 2 Bawang, Banjarnegara. Ditemui saat menjalani piket di sekolah, guru yang mengampu mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tersebut menceritakan suka duka mengajar selama masa pandemi COVID-19.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Tidak Efektif dan Maksimal
Menurutnya, pembelajaran secara daring tidak bisa efektif dan maksimal. Terlebih lagi, pembelajaran jarak jauh tersebut dilakukan tanpa adanya persiapan yang benar-benar matang.
"Pembelajaran secara tatap muka saja terkadang ada beberapa kendala kecil, apalagi seperti sekarang, dengan jarak jauh. Susah pastinya untuk memantau siswa satu-satu," ujar Kukuh.
"PJJ juga baru kali ini dilaksanakan dan belum ada pelatihan sebelumnya. Butuh persiapan matang," tambah guru bergelar Sarjana Pendidikan itu.
Kendala pembelajaran secara daring memang dinilai masih banyak. Penyampaian materi tanpa tatap muka langsung dianggap masih kurang optimal dan siswa susah menyerap maksud dari pembelajaran yang disampaikan.
"Materi yang disampaikan terkadang kurang bisa diserap dengan baik oleh siswa. Jadi, siswa saya minta mencari materi terkait dari internet sebanyak-banyaknya untuk dipahami terdahulu," kata guru berusia 29 tahun itu.
Selain materi, faktor penilaian siswa juga menjadi kendala tersendiri. Menurutnya, siswa masih susah untuk bisa mengumpulkan tugas yang diminta guru sesuai waktu.
Kukuh mengungkapkan, siswa yang penting bersedia mengumpulkan tugas yang diberikan. Kemudian, antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran secara online juga menjadi penilain tersendiri.
"Untuk penilaian, tolok ukurnya pastinya berbeda dengan pembelajaran tatap muka, keaktifan siswa dalam pembelajaran juga menjadi pertimbangan" jelasnya.
Advertisement
Pembelajaran Tatap Muka Lebih Efektif
Kesulitan mengajar secara daring juga dirasakan Wahyuni Astuni, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Bawang, Banjarnegara.
"Mengajar secara daring memang susah, terlebih lagi dalam mata pelajaran bahasa Indonesia tak hanya teori saja, tapi ada praktiknya," tutur Wahyuni saat dihubungi via Whatsapp.
"Kalau tatap muka kan siswa bisa lebih paham dan mengerti materi yang disampaikan," ujar wanita lulusan Universitas Negeri Yogyakarta itu.
Selain dalam penyampaian materi, antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran secara daring juga sangat kurang.
"Terkadang ada beberapa siswa tidak absen dan juga susah mengumpulkan tugas. Beberapa siswa juga mungkin ada yang terkendala masalah jaringan dan mungkin jadi malas mengikuti belajar secara daring," tuturnya.
Di sisi lain, beberapa waktu yang lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim, sudah memperbolehkan sekolah untuk kembali buka pada semester genap tahun ajaran 2020-2021. Keputusan ini mulai berlaku pada Januari 2021.
Namun, untuk kembali melaksanakan pembelajaran secara tatap muka di satuan pendidikan tersebut, ada beberapa catatan penting, seperti harus memenuhi daftar periksa, terutama perihal protokol kesehatan.
Kabar akan kembali dilaksanakannya kegiatan pembelajaran secara tatap muka ditanggapi positif oleh Kukuh dan Wahyuni.
"Kami ikut saja dengan kebijakan Pembelajaran secara online sudah terlalu lama, dan mungkin membuat guru dan siswa jenuh. Jadi, pembelajaran tatap muka mungkin perlu dicoba semester depan, dengan mengikuti standar pemerintah tentunya," kata Kukuh.
Senada Kukuh, Wahyuni sudah rindu beraktivutas di sekolah secara normal. Ia menuturkan antusiasme siswa kembali ke sekolah sepertinya sangat besar karena sudah lama tidak bertemu dengan teman-temannya di sekolah.
"Kerinduan pasti ada untuk berkumpul bersama guru dan siswa melihat canda tawa," kata Wahyuni.
"Saya juga rindu mengajar secara langsung karena mengajar secara daring merupakan dua hal yang berbeda. Kalau di ruangan, mereka aktif mendengarkan dan aktif bertanya."
"Kalau memang diizinkan awal Januari, mungkin sekolah perlu mencobanya, walau belum seluruh siswa masuk. Bisa bergantian juga, mungkin bisa siswa kelas 12 dulu yang akan melaksanakan UN," tandasnya.
Jenuh Belajar di Rumah
Selain guru, cerita suka duka kegiatan belajar selama pandemi COVID-19 diungkapkan siswa. Adalah Irfan Catur siswa kelas 12 SMK Negeri 2 Bawang, jurusan Teknik Audio Video.
Irfan menceritakan suka dukanya belajar selama pandemi COVID-19. Ia menyebut sudah jenuh belajar di rumah selama kurang lebih delapan bulan.
"Awal-awal mungkin senang ya, nggak harus ke sekolah, apalagi sebelum pandemi waktu belajar di sekolah dimulai dari pagi sampai sore," ujarnya belum lama ini.
"Sekarang, sudah jenuh belajar di rumah dan ingin bertemu sama teman-teman lain. Kalau enggak sekolah, tak dapat tambahan uang saku dari orang tua," tambahnya seraya tertawa.
Menurutnya, sekolah secara daring kurang efektif, terutama mata pelajaran kejuruan. Selain itu, ia juga jarang memperhatikan materi yang disampaikan guru saat pembelajaran daring.
"Kalau pelajaran kejuruan, teori saja jelas tidak cukup. Perlu praktik. Sedangkan perlengkapan praktik adanya di bengkel sekolah," kata Irfan.
"Materi yang disampaikan guru juga sering terlewat. Terkadang saya juga cuma absen, terus tidur lagi," ungkapnya sambil senyum.
Selama pembelajaran secara daring, Irfan mengaku tak ada kendala teknis, seperti ponsel cerdas atau jaringan yang kurang memadai.
"Untuk kendala tidak ada, di rumah juga terdapat Wi-Fi, jadi masih bisa mengikuti pembelajaran secara daring. Kalau teman ada yang terkendala jaringan, tempatnya susah terjangkau sinyal internet," ujarnya.
Irfan menambahkan, tahun ajaran 2020-2021 merupakan tahun terakhirnya di bangku sekolah. Ia berharap awal tahun depan bisa melaksanakan pembelajaran secara tatap muka sehingga merasakan masa-masa terakhir dan rasa kebersamaan bersama teman-teman satu angkatan sebelum lulus.
"Ini kan tahun terakhir, berharap kembali masuk sekolah, banyak kegiatan sekolah yang berkesan terlewatkan juga, seperti HUT sekolah atau Liga Osis," pungkasnya mengakhiri pembicaraan.
Advertisement