Bola.com, Jakarta - Mutasi virus corona COVID-19 berjalan lebih cepat dari yang dibayangkan. Belum selesai dengan mutasi virus corona Delta, kini muncul varian turunannya.
Diketahui, kini telah ditemukan turunan atau mutasi varian Delta (B.1.617.2) yang disebut 'Delta Plus' atau AY.1. Mutasi penyebab terbaru virus corona COVID-19 ini cukup mengejutkan para ahli karena terjadi lebih cepat dari yang diduga.
Baca Juga
Cedera Lutut Bareng Timnas Indonesia, Kevin Diks Kasih Update: Semakin Baik!
Kepada Media Italia, Erick Thohir Berjanji Akan Terus Menaturalisasi Pemain Sambil Pembinaan Pemain Muda
Menuju Piala AFF 2024, Timnas Indonesia TC di Bali pada 26 November hingga 5 Desember 2024: 4 Hari Jelang Laga Pertama Tandang ke Myanmar
Advertisement
Melansir Mint, varian Delta Plus telah terbentuk akibat adanya mutasi pada varian Delta atau B.1.617.2, yang kali pertama diidentifikasi di India dan menjadi satu di antara penyebab melonjaknya gelombang kedua yang mematikan di India.
Munculnya varian Delta Plus atau K417N perlu diwaspadai. Varian ini diklaim lebih mudah menular dan menurunkan efektivitas vaksin.
Agar Anda bisa lebih mewaspadai, berikut beberapa fakta mengenai mutasi virus corona COVID-19 Delta Plus atau AY.1 yang perlu diketahui, seperti dilansir dari Klikdokter, Selasa (22/6/2021).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Fakta Penting tentang Varian Delta Plus
1. Muncul pertama kali di India
Laporan kemunculan Delta Plus pertama kali dilaporkan di India pada Oktober 2020. Varian ini disebut 40-50 persen lebih menular daripada varian Alfa yang pertama kali dilaporkan di Inggris.
2. Terjadi mutasi protein spike
Delta Plus adalah mutasi virus corona dari strain B.1.617.2 yang lebih agresif. Strain inilah yang mendorong gelombang kedua infeksi COVID-19 di India.
Karakteristik varian ini adalah adanya mutasi K417N pada protein spike virus SARS-CoV 2, virus penyebab infeksi corona. Protein spike yang membantu virus masuk dan menginfeksi sel manusia.
3. Kebal terhadap pengobatan
Hingga saat ini memang belum ada bukti pasti soal seberapa parah infeksi yang disebabkan oleh varian Delta Plus. Namun, karena adanya mutasi K417N, varian baru ini disebut lebih kebal terhadap vaksin dan terapi obat.
4. Sudah ada sejak Maret
Dr. VK Paul, anggota NITI Aayog (badan resmi transformasi India), mengatakan, varian Delta Plus sebenarnya sudah ada sejak Maret lalu. Namun, saat itu varian ini belum terlalu mengkhawatirkan.
Advertisement
Fakta Penting tentang Varian Delta Plus
5. Sudah menyebar di sejumlah negara
Menurut PHE, sejauh ini ada 63 genom B.1.617.2 dengan mutasi K417N yang telah diidentifikasi. Enam di antaranya berasal dari India. Sementara itu, ada 36 kasus Delta Plus yang dikonfirmasi di Inggris.
Angka tersebut menyumbang sekitar enam persen kasus di AS. Dua kasus di Inggris ditemukan lebih dari 14 hari setelah program vaksinasi dosis kedua.
Negara lain yang sudah melaporkan keberadaan kasus Delta Plus, antara lain, satu kasus di Kanada, Jerman dan Rusia; dua kasus di Nepal; empat dari Swiss; sembilan dari Polandia; 12 dari Portugal; 13 dari Jepang; serta 14 dari Amerika Serikat.
6. Masyarakat diminta tidak khawatir
Anurag Agrawal, Direktur Institut CSIR-Genomics and Integrative Biology (IGIB) Delhi, meminta masyarakat tidak khawatir soal mutasi Delta Plus. Pasalnya, laporan mengenai varian ini masih sedikit. Indikasi soal keparahan strain ini juga belum ada.
Agrawal menyarankan agar plasma darah orang-orang yang sudah divaksinasi lengkap diuji ketahanannya terhadap varian ini. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah benar terjadi penurunan efektivitas vaksin yang signifikan.
7. Efektivitas vaksin terhadap mutasi Delta Plus belum diketahui
Studi AIIMS mengindikasikan, vaksin bahkan setelah dosis lengkap mungkin saja tidak terlalu melindungi seseorang dari infeksi Delta Plus. Namun demikian, sejauh ini belum ada studi untuk memastikannya.
Sumber: Klikdokter