Bola.com, Jakarta - COVID-19 masih menjangkiti masyarakat dunia, meski beberapa kasus di berbagai negara mulai melandai, seperti Indonesia. Di Indonesia, kasus baru positif COVID-19 berada di angka 460 pada Senin (25/10/2021).
Jumlah itu sangat berbeda jauh dibandingkan pada 15 Juli lalu yang mencapai angka 56 ribu lebih kasus postif.
Advertisement
Ketika terpapar COVID-19, pasien biasanya mengalami berbagai macam gejala, mulai demam, batuk, kelelahan, sesak napas, serta kehilangan rasa atau bau.
Namun, ada beberapa kasus COVID-19 yang menyebabkan kerusakan otak. Melasir Al Arabiya, Senin (25/10/2021), penelitian yang diterbitkan di Nature Neuroscience, menggambarkan bagaimana COVID-19 bisa menyebabkan kerusakan dengan menghalangi aliran darah di otak.
Penelitian yang dilakukan para ilmuwan di Jerman mengatakan sebanyak 76 persen pasien COVID-19 mungkin mengalami gangguan kognitif dan gejala kejiwaan lainnya lebih dari empat pekan setelah infeksi.
Scan otak MRI mengungkapkan orang dengan infeksi COVID parah memiliki lebih banyak "pembuluh tali" di mana darah tidak bisa lewat, menurut penelitian berjudul 'The Mpro protease utama SARS-CoV-2 yang menyebabkan patologi otak mikrovaskular dengan membelah NEMO di sel endotel otak'.
Pembuluh tali mewakili jaringan sisa setelah sel mati di pembuluh darah sehingga darah tidak mungkin melewatinya.
Menurut penelitian ini, COVID-19 juga dapat secara langsung menyebabkan stroke.
Sebanyak 84 persen orang dengan COVID-19 parah menunjukkan gejala neurologis termasuk kehilangan penciuman, serangan epilepsi, stroke, kehilangan kesadaran, dan kebingungan.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Masih Menjadi Perdebatan
Terlepas dari bukti COVID-19 menyebabkan kerusakan otak, para peneliti mengatakan apakah virus menginfeksi otak secara langsung atau tidak masih menjadi bahan perdebatan.
Maka itu, penulis penelitian mendeteksi materi genetik COVID-19 dalam bentuk genom virus di otak dan cairan tulang belakang pasien, menunjukkan virus corona tidak dapat mengakses otak.
Bahan RNA COVID-19 yang ditemukan di pembuluh darah di otak, menunjukkan virus dapat menyebar dari sistem pernapasan ke otak melalui aliran darah pasien.
Penelitian tersebut juga mengidentifikasi jenis protein yang disebut receptor-interacting protein kinase (RIPK) sebagai target potensial untuk pengobatan terapeutik efek neurologis COVID-19.
Advertisement
12 Pasien COVID-19 di AS Mengalami Gejala Stroke di Minggu Ketiga
Sementara, mengutip Independent UK, Senin (25/10/2021), Rumah Sakit Universitas Thomas Jefferson yang mengoperasikan 14 pusat medis di Philadelphia dan NYU Langone di New York City menemukan 12 pasien virus corona yang mengalami gejala stroke di minggu ketiga.
40Â persen dari mereka berusia di bawah 50 tahun dan memiliki sedikit atau tidak ada faktor penyakit kronis sama sekali.
Satu di antara peneliti di sana mengatakan, orang yang berusia produktif mungkin paru-parunya lebih kuat dibanding lansia. Jadi, umumnya bukan gangguan pernapasan parah yang dialami.
Lantaran tak punya celah di paru-paru, akhirnya COVID-19 menyerang bagian lain, satu di antaranya pembuluh darah. Ketika pembuluh darah diserang, akan muncul penyumbatan, penggumpalan, atau pendarahan. Alhasil, gejala stroke virus corona pun muncul.