Sukses


Contoh-Contoh Hikayat yang Populer dan Bermakna

Bola.com, Jakarta - Hikayat adalah jenis karya sastra lama yang berbentuk prosa. Dalam hikayat biasanya mengisahkan kehidupan keluarga istana atau kaum bangsawan, orang-orang ternama, orang suci di sekitar istana dengan segala kesaktian, dan lain sebagainya.

Secara etimologis, istilah hikayat berasal dari bahasa Arab, yaitu 'haka', yang mempunyai arti menceritakan atau bercerita.

Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hikayat adalah karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan sifat-sifat itu, dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekadar untuk meramaikan pesta.

Hikayat bisa dibilang mirip dengan cerita sejarah atau riwayat hidup, yang mana di dalamnya terdapat hal-hal yang tidak masuk akal dan penuh keajaiban.

Biasanya hikayat berisi kisah tentang kesaktian, kehidupan raja, kisah si baik dan si jahat, dan kisah-kisah khayalan lainnya.

Berikut beberapa contoh hikayat yang populer dan isinya penuh makna, seperti dilansir dari laman Sekolahnesia dan Karyacombirayang.blogspot, Jumat (12/11/2021).

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 5 halaman

Hikayat Amir

Dahulu kala di Sumatra, hiduplah seorang saudagar bernama Syah Alam. Syah Alam mempunyai seorang anak bernama Amir. Amir tidak bisa mengatur uangnya dengan baik. Setiap hari dia membelanjakan uang yang diberi ayahnya. Karena sayangnya pada Amir, Syah Alam tidak pernah memarahinya. Syah Alam hanya bisa mengelus dada.

Lama-kelamaan Syah Alam jatuh sakit. Makin hari sakitnya makin parah. Banyak uang yang dikeluarkan untuk pengobatan, tetapi tidak kunjung sembuh. Akhirnya mereka jatuh miskin.

Penyakit Syah Alam makin parah. Sebelum meninggal, Syah Alam berkata, "Amir, Ayah tidak bisa memberikan apa-apa lagi padamu. Engkau harus bisa membangun usaha lagi seperti Ayah dulu. Jangan kau gunakan waktumu sia-sia. Bekerjalah yang giat, pergi dari rumah. Usahakan engkau terlihat oleh bulan, jangan terlihat oleh matahari".

"Ya, Ayah. Aku akan turuti nasihatmu."

Sesaat setelah Syah Amir meninggal, ibu Amir juga sakit parah dan akhirnya meninggal. Sejak itu Amir bertekad untuk mencari pekerjaan. Ia teringat nasihat ayahnya agar tidak terlihat matahari, tetapi terlihat bulan. Oleh sebab itu, ke mana-mana ia selalu memakai payung.

Pada suatu hari, Amir bertemu Nasrudin, seorang menteri yang pandai. Nasarudin sangat heran dengan pemuda yang selalu memakai payung itu. Nasarudin bertanya kenapa dia berbuat demikian.

Amir bercerita alasannya berbuat demikian. Nasarudin tertawa. Nasarudin berujar, "Begini ya, Amir. Bukan begitu maksud pesan ayahmu dulu. Akan tetapi, pergilah sebelum matahari terbit dan pulanglah sebelum malam. Jadi, tidak mengapa engkau terkena sinar matahari".

Setelah memberi nasihat, Nasarudin pun memberi pinjaman uang kepada Amir. Amir disuruhnya berdagang sebagaimana dilakukan ayahnya dulu.

Amir lalu berjualan makanan dan minuman. Ia berjualan siang dan malam. Pada siang hari, Amir menjajakan makanan, seperti nasi kapau, lemang, dan es limau. Malam harinya ia berjualan martabak, sekoteng, dan nasi goreng. Lama-kelamaan usaha Amir makin maju. Sejak itu, Amir menjadi saudagar kaya.

3 dari 5 halaman

Hikayat Hang Tuah

Hikayat ini menceritakan tentang kehebatan dari seorang Laksama pada masa Kesultanan Malaka. Karya sastra lama ini juga bercerita tentang kesetiaan Hang Tuah terhadap Sri Sultan.

Hang Tuah dikenal sebagai seorang kesatria hebat. Pada saat berumur 10 tahun, Hang Tuah dan empat sahabatnya berlayar ke laut China. Dalam perjalanan, mereka diserang oleh gerombolan lanun, tapi mereka dapat melawannya.

Kegigihan dan kehebaran para kesatria tersebut menjadikan mereka sebagai Tuan Bendara karena menyelamatkan dari serangan pengamuk. Berita tentang kesatria sampai pada telinga raja, hingga mereka diundang ke kerajaan. Baginda raja mengangkat mereka sebagai seorang anak angkat.

Beberapa tahun kemudian, baginda raja berhasil mencari pusat kerjaan yang baru. Baginda raja ingin meminang Raden Galuh Mas Ayu yang merupakan putri tunggal Seri Betara Majapahit. Sehari sebelum pernikahan, terjadi kegaduhan yang disebabkan oleh Taming sari.

Namun, Hang Tuah berhasil menghalangi dengan menukar keris Taming. Keberhasilan tersebut menjadikan Hang Tuah sebagai seorang laksamana dan mendapatkan hadiah berupa keris Taming.

Bertahun–tahun Hang Tuah jadi orang kepercayaan dan pasti sangat disayang oleh raja, hingga membuat yang lain merasa iri. Suatu hari, Hang Tuah difitnah telah berperilaku tidak sopan kepada dayang istana. Sebagai hukuman, Hang Tuah pergi meninggalkan istana dan menjadi anak angkat Tun Bija Sura di Indrapura. Selang beberapa lama, Hang Tuah ditarik kembali oleh baginda raja.

Fitnah kedua muncul dan membuat baginda raja sangat marah, hingga menyuruh Hang Tuah untuk dibunuh. Berkat Tuan Bendahara, Hang Tuah diminta mengungsi ke Hulu Melaka. Posisi Hang Tuah digantikan oleh Hang Jebat, seorang pemabuk berat.

Raja tidak tahan dengan perilaku Hang Jebat dan meminta Hang Tuah untuk mengalahkan Hang Jebat. Pertarungan dua sahabat tidak bisa dihindarkan, hingga akhirnya Hang Jebat meninggal dipangkuan Hang Tuah. Kemudiang Hang Tuah menjabat sebagai laksamana.

Pada suatu kejadian, saat sang baginda dan istri berlayar, tiba-tiba mahkota raja jatuh. Hang Tuah telah mencoba berkali-kali, tapi gagal. Akibat serangan dari buaya putih, mahkota dan keris Taming Sari hilang hingga membuat Sang Baginda dan Hang Tuah menjadi sakit-sakitan.

Walaupun masih sakit, Hang Tuah tetap melaksanakan perintah Baginda Raja untuk memimpin perang melawan Portugis.

4 dari 5 halaman

Hikayat Abu Nawas dan Dua Orang Ibu

Abu Nawas diminta Raja Harun untuk memecahkan persoalan tentang perebutan seorang bayi oleh dua orang yang mengaku ibu kandung dari bayi tersebut. Persoalan ini sempat di tangani oleh hakim pengadilan, tetapi para hakim tidak mendapatkan solusi hingga meminta Raja Harun untuk menyelesaikan masalahnya.

Abu Nawas terkenal sebagai seorang yang cerdik hingga diberi kepercayaan untuk menangani masalah ini. Saat sidang diselenggarakan, Abu Nawas meletakkan bayi di atas sebuah meja dan meminta Algojo untuk membelah bayi tersebut.

"Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah seorang di antara kalian bersedia menyerahkan bayi itu kepada ibu kandungnya?", tanya Abu Nawas sebelumnya.

Ibu pertama tidak bersedia menyerahkan bayi tersebut karena merasa dia yang berhak atas bayi tersebut.

"Tolonglah, jangan belah bayi itu. Berikanlah bayi itu kepada perempuan yang mengaku sebagai ibu kandungya. Aku rela asalkan bayi itu, tetap bisa hidup", Jawab ibu yang kedua.

Mendengar jawaban dari masing-masing ibu, Abu Nawas sudah mengetahui secara pasti siapa yang memang ibu kandung dari bayi tersebut. Abu Nawas menyerahkan bayi kepada ibu yang kedua karena tidak ada seorang ibu yang rela anak kandungnya terluka. Ia juga meminta kepada hakim untuk menghukum ibu yang pertama karena telah berbohong.

5 dari 5 halaman

Hikayat Putri Kemuning

Pada suatu hari hidup seorang raja yang terkenal dengan sifatnya yang bijaksana dan adil. Raja itu memiliki 10 orang putri yang sangat cantik. Anak-anaknya memiliki nama berdasarkan nama warna, dari nama putri sulung yang pertama yaitu Putri Jambon, selanjutnya Putri Nila, Jingga, Ungu, Hijau, Biru, Kelabu, Merah Merona, Oranye, dan putrinya yang terakhir yaitu bernama Putri Kuning.

Tetapi, kebahagiaan itu pun kurang lengkap dikarenakan istrinya meninggal pada saat melahirkan Putri Kuning. Karena sibuk mengurusi kerajaannya, raja itu makin jarang bertemu dengan putri-putrinya. Kesepuluh putrinya tersebut dirawat oleh seorang inang pengasuh dan kemudian mereka tumbuh besar menjadi anak yang sangat manja dan selalu bertengkar. Dari anak-anaknya itu, hanya putri bungsu yang tak pernah terlibat pertengkaran kakak-kakaknya dan lebih senang bermain sendiri.

Pada suatu saat raja ingin berpergian, "Ayah akan pergi tak lama lagi, apa kalian ingin sesuatu?" tanya raja tersebut. Sembilan anaknya pun sibuk menyebutkan berbagai barang mahal. Contohnya seperti kain sutra dan perhiasan.

Tetapi, berbeda dengan saudaranya yang lain, Putri kuning pun menjawab, "Aku tak mau apa-apa. Aku cuma ingin ayah kembali dengan sehat dan juga selamat". Raja itu pun tersenyum kepada anaknya mendengar putrinya tersebut.

Selama raja tersebut pergi kelakuan dari kesembilan putrinya makin menjadi. Mereka hanya bersenang-senang dan kemudian menyuruh para pelayan dengan seenaknya saja. Sedangkan Putri Kuning merasa sangat sedih ketika melihat taman di lokasi kesayangan ayahnya menjadi kotor karena pelayan sibuk untuk mengurusi kakak-kakaknya tersebut.

Ia kemudian membersihkan taman tersebut. Ketika melihat itu, kakak-kakaknya tidak membantu, tetapi mengejeknya dengan mengatainya dengan sebutan seorang pelayan baru. Bahkan mereka pun tak segan untuk melempari Putri Kuning sampah dan mengotori tempat itu, hingga membuat Putri kuning harus membersihkannya lagi.

Esok harinya, Raja pulang dan memberikan hadiah untuk anak-anaknya. Meski tak meminta satu barang pun, Putri Kuning tetap mendapatkan sebuah hadiah, yakni sebuah kalung yang berwarna hijau dan sangat cantik. Melihat itu Putri Hijau pun merasa iri kepada Putri Kuning dan kemudian ia menghasut saudaranya tersebut dan mengatakan kalau Putri Kuning mencuri kalung itu dari saku ayahnya.

Mereka berniat untuk memberikan suatu pelajaran terhadap Putri Kuning karena sudah merampas kalung tersebut. Ketika merebutnya secara paksa, mereka tak sengaja memukul bagian kepalanya dan kemudian menyebabkan Putri Kuning meninggal dunia. Mereka semua pun panik dan kemudian menguburkan Putri Kuning di taman. Tak ada satu pun orang yang berani buka mulut tentang peristiwa tersebut.

Sudah berbulan-bulan raja tersebut mencari Putri Kuning, tetapi ia tak menemukannya. Pada suatu saat di atas pusara Putri Kuning ditumbuhi suatu tanaman yang berwarna kuning dan memancarkan aroma harum. Raja tersebut merawat tanaman itu dan menamainya dengan nama Kemuning.

 

 

Sumber: Sekolahnesia, Karyacombirayang.blogspot

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer