Bola.com, Jakarta - Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Legenda termasuk cerita rakyat yang diwariskan turun-menurun sejak lama, baik secara lisan maupun tulisan.
Kata legenda berasal dari bahasa Latin, yaitu "legere". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Keempat, legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah.
Baca Juga
Advertisement
Ciri-ciri legenda mirip dengan mite, yaitu cerita yang dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci.
Tokoh yang ditampilkan dalam cerita legenda ini biasanya manusia, meski terkadang memunyai sifat-sifat luar biasa dan sering dibantu oleh makhluk ajaib.
Dalam legenda, terjadi percampuran antara fakta historis dan mitos. Maka itu, legenda sering dianggap sebagai sejarah kolektif (folk history).
Berikut ini kumpulan contoh legenda yang populer dari berbagai daerah di Indonesia, seperti dilansir labbineka.kemdikbud.go.id, Jumat (10/3/2022).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Legenda Rawa Pening
Legenda Rawa Pening mengisahkan tentang Baro Klinting, seekor naga, anak dari Endang Sawitri, putri Kepala Desa Ngasem. Karena sebuah kutukan, Endang Sawitri harus mengandung dan melahirkan seorang anak berwujud naga, seorang diri.
Baro Klinting pun pergi ke Gunung Telomoyo untuk bertapa demi melepaskan diri dari kutukan sehingga dapat berubah wujud menjadi anak manusia pada umumnya. Ia bertapa dengan cara melilitkan tubuh naganya sampai ke puncak Gunung Telomoyo.
Malangnya, ada sekumpulan warga Desa Pathok yang tengah berburu tidak melihat wujud keseluruhan Baro Klinting. Mereka hanya melihat ekor Baro Klinting saja dan memotong-motong daging ekor Baro Klinting untuk dibawa pulang ke desa mereka.
Baro Klinting yang telah berhasil dalam pertapaan dan berubah wujud menjadi seorang anak manusia pun mendatangi warga Pathok. Namun, keadaan tubuhnya yang lusuh dan penuh luka mengakibatkan penolakan warga.
Baro Klinting pun menantang warga mencabut sebatang lidi yang tertancap di tanah. Ajaibnya, tak seorang pun mampu mencabutnya, bahkan orang dewasa yang paling kekar sekalipun. Hanya Baro Klinting yang berhasil mencabut lidi itu.
Cerita ini mengandung pesan untuk pantang menyerah, meskipun banyak halangan yang menghadang.
Advertisement
Legenda Bukit Perak
Legenda Bukit Perak mengisahkan penghulu desa di pedalaman Muarojambi. Penduduk setempat sangat menghormati penghulu yang kerap dipanggil Datuk Sengalo. Di bawah pimpinan Datuk Senggalo, masyarakat hidup rukun, aman, dan sejahtera.
Selama Datuk Sengalo masih menjaga desa, selama itu pula desa senantiasa aman sentosa dari orang-orang yang hendak berbuat jahat. Hal inilah yang membuat Datuk Sengalo begitu dikenal di berbagai penjuru negeri. Namun, sorang datuk yang berasal dari Desa Dano Lamo, merasa iri terhadap Datuk Sengalo.
Datuk dari Desa Danu Lamo merasa dirinya juga sakti seperti Datuk Sengalo, tetapi tidak dihormati seperti Datuk Sengalo. Datuk yang iri hati pun merebut pusaka Datuk Sengalo. Pusaka yang berbentuk keris perak itu ditanam di bawah pohon rambe, di perbatasan desa.
Keris itulah yang telah menjadi pelindung desa sehingga orang-orang luar yang bermaksud jahat tidak dapat melihat desa. Kepemimpinan Datuk Senggalo pun masih tetap dingat.
Cerita ini mengajari kita bahwa orang yang baik akan selalu dikenal kebaikannya, seperti pribahasa mengatakan bahwa gajah mati meninggalkan gading, dan manusia mati meninggalkan nama baik.
Legenda Datuk Marsam sang Belalang Kunyit
Legenda ini berkisah tentang Datuk Marsam yang hidup di Desa Paseban. Datuk Marsam adalah seorang pemimpin yang sangat baik dan kharismatik sehingga sangat disegani oleh masyarakatnya. Suatu hari, masyarakat Desa Paseban terkena wabah penyakit.
Seorang ahli nujum yang bernama Datuk Sengkati memberi nasihat kepada Datuk Marsam untuk menemukan seorang dukun yang telah menyababkan wabah penyakit itu. Rintangan demi rintangan dihadapai oleh Datuk marsam dan Datuk Sengkati, hingga mereka bertemu dengan si dukun.
Si dukun pun memberitahukan keinginannya untuk menikahi kedua putri Datuk Marsam. Setelah mendengar ucapan sang dukun tersebut, emosi Datuk Marsam makin menjadi-jadi. Namun, belum sempat ia mendekat untuk menghabisi sang dukun tersebut, secara misterius tubuh sang dukun itu pun mendadak lenyap, pergi entah ke mana.
Sejak kejadian itu, datuk Marsam berniat untuk menikahkan kedua putrinya. Sayangnya, kedua calon menantunya terkena sihir dan berubah menjadi belalang. Datuk Marsum pun mencari si dukun jahat, dan dukun jahat memberikan dua gelas minuman.
Setelah meminumnya, Datuk Marsam berubah menjadi belalang kunyit dan kedua calon menantunya berubah menjadi manusia kembali. Bersamaan dengan itu, sang dukun mati dan tubuhnya pun lenyap.
Cerita ini mengajarkan sikap bijak dan rela berkorban yang seharusnya dimiliki apabila menjadi seorang pemimpin agar kemaslahatan bersama tercapai.
Advertisement
Legenda Putri Pucuk Bukit Kelumpang
Cerita ini mengisahkan tentang Raja Negeri Bangka, Sultan Mahmud Malim Demawan yang menyesali keputusannya karena telah membuang bayi perempuannya ke hutan Kelekak Antu. Untuk melupakan kejadian memilukan itu, Sultan Mahmud Malim Demawan berburu ke Bukit Kelumpang.
Saat asyik berburu, Raja terkesima mendengar suara kicauan burung dan memutuskan untuk menangkap burung tersebut. Namun, burung yang terluka itu berubah wujud menjadi seorang gadis cantik jelita yang terluka di bagian kakinya.
Berdasarkan tanda berwarna abu-abu di kaki gadis tersebut, penasihat raja percaya bahwa burung tersebut adalah jelmaan putrinya. Belum sempat sang raja berkata apa-apa, tiba-tiba sang putri berubah wujud menjadi seekor burung besar berekor panjang yang berwarna-warni dan terbang meninggi.
Sultan Mahmud Malim Demawan hanya bisa pasrah meratapi kepergian putrinya. Burung berbulu indah itu perlahan terbang menjauh ke pucuk Bukit Kelumpang. Sampai sekarang jika terdengar suara kicauan burung merdu di sekitar Bukit Kelumpang, banyak yang percaya bahwa itu adalah suara jelmaan putri yang menjaga Bukit Kelumpang yang diberi nama Putri Pucuk Bukit Kelumpang.
Cerita ini mengandung nilai moral agar kita harus selalu bersyukur kepada Tuhan atas rezeki yang diberikan. Janganlah egois untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Anak adalah karunia dari Tuhan. Maka itu, kita harus menjaga dan menerimanya dengan rasa syukur.
Â
Sumber: Kemdikbud