Bola.com, Jakarta - Macam-macam sikap orang tua yang bisa merusak anak penting untuk Anda ketahui, khususnya para orang tua. Hal ini karena pola asuh anak berpengaruh besar terhadap masa depan buah hati Anda.
Setiap orang tua ingin putra dan putri mereka tumbuh jadi pribadi yang kuat, percaya diri, dan berkarakter baik. Itu semua dipercaya menjadi modal dasar anak untuk menghadapi hidup kelak ia dewasa.
Advertisement
Hal itu perlu Anda sadari sehingga sebagai orang tua, dapat mengasuh anak sebaik mungkin. Jangan sampai salah, yang malah bisa merusak masa depannya.
Namun, tak bisa mungkiri bahwa membesarkan anak bukan sesuatu yang mudah. Setiap orang tua punya cara mendidik dan mengasuh anak masing-masing.
Orang tua juga manusia biasa, yang melakukan kesalahan, yang disadari atau tidak dapat merusak pola pikir anak di masa mendatang.
Maka itu, Anda perlu mengenali berbagai kesalahan orang tua dalam mendidik anak dan segera memperbaikinya. Jangan sampai terlambat.
Berikut ini macam-macam sikap orang tua yang dapat merusak anak, disadur dari Klikdokter, Rabu (11/5/2022).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Sikap Orang Tua yang Bisa Merusak Anak
Bertengkar di depan anak
Konflik dengan pasangan sering kali tak terhindarkan dan sulit menyembunyikannya dari anak. Mungkin karena emosi yang meluap, pertengkaran bisa terjadi di depan anak.
Studi ilmiah menunjukkan bahwa anak yang tumbuh di lingkungan yang sering terjadi konflik, jadi cenderung lebih sulit untuk beradaptasi, sulit bekerja sama dengan orang lain, dan rentan mengalami depresi.
Bukan hanya masalah emosi, kesehatan fisik anak pun dapat terganggu dan menyebabkan keluhan berupa badan lemas yang frekuensinya sering dan gampang sakit.
Sering mengeluh
Mengeluh memang wajar. Namun, kalau terus-menerus mengeluh apalagi terhadap perkara kecil, itu bisa berdampak buruk pada anak.
Kebiasaan menggerutu dan mengucapkan kalimat negatif dapat menyebabkan anak mengalami stres dan kecemasan.
Anak akan cenderung takut untuk mengeksplorasi diri karena khawatir orang tua akan marah atau mengeluhkan tingkah lakunya. Akibatnya, anak akan merasa takut untuk mencoba hal-hal baru.
Bicara hal buruk tentang orang lain
Sebisa mungkin hindari bergunjing atau membicarakan kejelekan orang lain di hadapan anak. Anak mungkin tampak tak mengerti, tetapi mereka tetap memperhatikan Anda.
Saat Anda berbicara negatif tentang orang lain, misalnya, 'tetangga depan rumah itu orangnya galak!', 'temanmu itu badannya bau banget', dan sebagainya. Omongan seperti itu bisa menciptakan persepsi negatif dalam pikiran anak.
Advertisement
Sikap Orang Tua yang Bisa Merusak Anak
Tidak jujur
Sering berbohong kepada anak akan membuat anak kehilangan rasa percaya terhadap orang tuanya sendiri.
Berdasarkan penelitian dari Universitas Princeton, Amerika Serikat, setidaknya 40 persen anak-anak takut dan kehilangan rasa percaya akan orang tuanya.
Penyebabnya, misalnya orang tua sering mengucapkan, 'jangan menangis, ya, nanti digigit harimau', 'Ibu pergi lima menit ya, kamu main dulu sama Mbak' (padahal, perginya berjam-jam), 'jangan bandel, nanti ditangkap polisi, lo!', dan sebagainya.
Kesannya sepele saat kebohongan itu keluar dari mulut. Namun, bila tak jujur kepada anak, lama-lama hal itu memberikan efek buruk di kemudian hari.
Ekspektasi berlebihan pada anak
Tipe lain orang tua yang bisa merusak masa depan anak adalah yang memiliki ekspektasi terlalu tinggi pada anak. Semisal, orang tua ingin anak selalu menjadi juara kelas, masuk perguruan tinggi ternama, meraih beasiswa, dan lain sebagainya.
Namun, kebanyakan yang terjadi adalah, ketika pencapaian anak sesuai ekspektasi orang tua, orang tua justru tidak memberikan apresiasi karena menganggap bahwa itu memang sudah seharusnya tugas anak.
Ekspektasi tinggi orang tua yang tidak dibarengi timbal balik berupa motivasi maupun apresiasi bisa membuat anak kehilangan semangat berjuang (demotivasi) karena menganggap jerih payahnya tidak dihargai.
Berlebihan dalam memuji
Memberi pujian atas keberhasilan atau prestasi merupakan tindakan baik sebagai bentuk penghargaan. Namun, memberikan pujian yang berlebihan bisa menjadi kesalahan dalam mendidik anak.
Dikhawatirkan, anak hanya akan fokus pada tujuan untuk mendapatkan pujian sehingga ia akan melakukan berbagai cara untuk memastikan dirinya berhasil.
Selain itu, orang tua yang memuji anak secara berlebihan membuatnya percaya diri dan yakin bahwa dirinya sesuai pujian yang diterimanya. Semisal, 'kamu anak yang paling cantik', 'tidak ada yang lebih pintar dari kamu', dan lain-lain.
Percaya diri memang baik. Namun, jika anak terbiasa dengan sanjungan dan suatu hari ia mendapatkan kritikan, yang didapat malah perasaan kecewa.
Sikap Orang Tua yang Bisa Merusak Anak
Menilai kemampuan anak berdasarkan nilai
Nilai pelajaran sering menjadi patokan tingkat kecerdasan anak. Padahal, kecerdasan tidak hanya dinilai dari angka saja.
Kecerdasan anak bisa dilihat dari berbagai macam aspek, seperti linguistik, logika, visual-spasial, kinestetik, musik, interpersonal, dan intrapersonal.
Menjadikan nilai sebagai patokan kecerdasan anak bukanlah pola asuh anak yang bijak. Lebih baik bantu anak dalam proses belajar tanpa membuatnya merasa tertekan.
Melindungi anak dari kesalahan
Kegagalan dan kesalahan yang dialami atau dilakukan anak bisa jadi pelajaran bagi anak untuk bangkit, kembali berjuang, dan memperbaiki diri.
Jika orang tua terus-menerus ikut campur atau menangani masalah yang dihadapi anak, kebiasaan tersebut akan terbawa hingga ia dewasa nanti.
Orang tua kerap berdalih sikap semacam itu karena ingin sang anak hidup bahagia dan aman. Namun, jangan jadikan itu sebagai alasan orang tua untuk terus melindungi anaknya dari kegagalan maupun kesalahan.
Hal ini bisa berakibat anak tak mampu mandiri, menghadapi tekanan, dan menyelesaikan masalah.
Membandingkan anak dengan orang lain
Tidak ada yang suka dibanding-bandingkan dengan orang lain, tak terkecuali anak. Sayangnya, beberapa orang tua masih suka membandingkan hal-hal positif dari orang lain kepada anaknya, dengan harapan anak juga memiliki nilai positif tersebut.
Namun, yang terjadi malah bisa jadi sebaliknya. Banyak anak yang merasa sedih, kehilangan kepercayaan diri, bahkan merasa tidak berharga karena terlalu sering dibandingkan.
Ingat, tiap anak memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Sebaiknya ambil dan optimalkan karakter positif anak, lalu minimalkan karakter negatifnya.
Disadur dari: Klikdokter.com (Published: 20/10/2021)
Dapatkan artikel macam dari berbagai tema lain dengan mengeklik tautan ini.
Advertisement