Bola.com, Jakarta - Drama merupakan jenis karya sastra yang menggambarkan kehidupan manusia dengan gerak. Istilah drama berasal dari bahasa Yunani draomai, yang berarti beraksi, bertindak, berbuat, dan berlaku.
Biasanya cerita yang menjadi pertunjukan dalam drama menggambarkan realita kehidupan, karakter hingga perilaku manusia melalui dialog dan partisipasi yang akan dipentaskan.
Baca Juga
Advertisement
Memainkan sebuah drama, para pemain perlu mempelajari dan menghafalkan naskah drama. Melalui naskah drama, para pemain bisa mengikuti alur cerita dan menjiwai karakter yang dimainkan.
Sebab, pertunjukan di dalam drama melibatkan konflik dan emosi. Jadi, dalam memerankan drama tidak boleh asal-asalan.
Berikut ini beberapa contoh naskah drama singkat, yang bisa diperankan, seperti dilansir dari laman Sahabatnesia dan Gurupendidikan, Senin (22/8/2022).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Lima Sekawan
Ada lima sekawan di sebuah sekolah yang bernama Joni, Toni, Tina, Soni, dan Jono. Pada suatu siang, mereka berlima bersepakat untuk mengerjakan tugas kelompok sepulang sekolah.
Tina: "Teman-teman, nanti kita kerjakan tugas di tempat biasa ya!"
Soni: "Di balai desa atau di rumah Joni?"
Tina: "Di balai desa aja."
Toni: "Ok guys, kalau gitu saya pulang ganti baju dan makan dulu baru ke balai desa nanti."
Setelah semua pulang ke rumah mereka masing-masing dan jam menunjukkan pukul 4 sore. Toni, Tina, dan Soni segera berangkat menuju balai desa. Hanya Joni yang tidak berangkat karena sepulang sekolah dia tertidur pulas dan lupa jika sudah janji mau mengerjakan tugas kelompok.
Di Balai Desa
Soni: "Joni mana ya? Sudah hampir jam lima dia tak kunjung datang."
Toni: "Jangan-jangan dia lupa jika sekarang kita akan mengerjakan tugas?"
Tina: "Atau mungkin dia mengira kalau kita akan mengerjakan tugas di rumahnya. Sebaiknya kita ke rumahnya mungkin dia sudah menunggu kita."
Jono: "Mungkin dia ada urusan tetapi lupa memberitahu kita. Kita tunggu saja disini sembari menyelesaikan separuh tugas."
Mereka berempat mengerjakan tugas bersama terlebih dahulu sembari menunggu kedatangan Joni. Setelah jam tangan Jono menunjukkan pukul 17.30, terlihat dari jauh anak laki-laki terengah-engah berlari membawa tas.
Soni: "Tuh kan, Joni baru kemari."
Toni: "Eh.. iya. Tetapi, kenapa dia berlari seperti dikejar hantu dan memakai seragam sekolah?"
Joni: "Teman-teman? Sedang apa kalian sepagi ini di balai desa? Apa kalian tidak takut terlambat ke sekolah?"
Seketika Tina, Toni, Soni dan Jono tertawa terbahak-bahak.
Tina: "Ini masih sore, Jon. Pasti kamu baru bangun tidur kan?"
Toni: "Makanya Jon, kita dilarang tidur sampai hampir petang."
Wajah Jono memerah disertai rasa malu dan menyesal.
Advertisement
Kepatuhan pada Orang Tua
Tomi sedang berbincang dengan Lisa di sebuah restoran dekat dengan rumah mereka. Tomi dan Lisa merupakan dua orang remaja yang patuh pada orang tuanya masing-masing. Tak lama kemudian, datang Shinta yang juga sahabat mereka. Namun, Shinta adalah remaja yang tak memperhatikan dan sering membantah perintah orang tuanya.
Shinta: "Eh kenapa kok kelihatannya lagi serius banget? (berjalan menuju ke arah tempat duduk Tomi dan Lisa sambil memundurkan kursi restoran untuk bersiap duduk juga)."
Tomi: "Gak ada apa-apa. Cuma si Lisa cerita kalau kemarin dia disuruh ibunya beli kebutuhan rumah. Tapi, dia lupa."
Lisa: "Iya, Shin."
Shinta: "Terus? Kenapa masalah gitu saja jadi kaya serius banget buat kamu?"
Lisa: "Ya iya lah. Kan kasian ibu sudah menunggu di rumah lama, tapi aku justru lupa beli kebutuhan rumah yang dia pesan."
Tomi: "Betul itu! Harusnya kamu gak sering lupa dengan perintah orang tua."
Shinta: "Halah gitu aja dipikirkan. Kalau cuma lupa gitu aja aku lebih sering. Gampang saja, nanti ibu kita juga bisa beli sendiri. Menyuruh mengantar si ayah kamu aja kan beres."
Tomi: "Kok kamu seperti itu sih, Shin? Ya sudah seharusnya lah Lisa menyesal, dia kan tidak memperhatikan perintah orang tua."
Shinta: "Namanya juga lupa, mau gimana lagi. Masa semua perintah orang tua harus kita ikuti? Tidak juga kan? (melirik ke arah Tomi, kemudian berganti ke arah Lisa)."
Lisa: "Ya harus dong, Shin, kalau orang tua sudah menyuruh kita harus laksanakan. Itu kan satu di antara bentuk bakti kita pada orang tua yang sudah membesarkan kita dengan susah payah."
Shinta: "Ya itu kan tanggung jawab mereka. Kita juga tidak minta dilahirkan di dunia ini kan?"
Lisa: "(menggeleng-gelengkan kepala sambil menghela napas panjang) Astaga, Shin, kamu harus mengubah sikap kamu! Ingat jangan sampai jadi anak durhaka. Nanti hidup kamu justru bisa susah karena melawan orang tua."
Tomi: "Benar! Jangan sekali-kali berani sama orang tua. Jangan sekali-kali kamu berani melawan perintah mereka."
Shinta: "Iya-iya. Aku ngerti kok. Aku sadar (merebahkan diri ke kursi)."
Kejujuran
Dalam suasana belajar mengajar di dalam kelas dan sedang dilakukan ulangan mendadak serta mengumpulkan tugas.
Guru: "Anak-anak, silakan dikumpulkan tugas karya tulis minggu kemarin."
(Kemudian satu persatu siswa naik mengumpulkan tugas karya tulis masing-masing)
Guru: "Karena ini merupakan tugas perorangan, maka penilaian akan dilakukan berdasarkan isi dari karya tulis kalian. Oke, masukkan buku kalian semua. Bapak akan mengadakan ulangan."
Reni: "Hah, ulangan apa lagi, Pak? baru saja dua hari yang lalu diadakan ulangan."
Guru: "Rara, tolong dibagikan kertas folio ini ke semua siswa."
Rara: "Baik, Pak."
(Sambil berjalan membagikan kertas folio. Suasana ruang kelas berubah menjadi gaduh karena setiap siswa mengeluh tentang diadakannya ulangan mendadak ini)
Guru: "Pada ulangan kali ini, Bapak ingin kalian menulis ulang pokok-pokok dan kesimpulan dari karya tulis yang kalian buat."
(Kemudian siswa hening dan sibuk mengerjakan ulangan. Sedangkan Pak Guru sibuk memeriksa tugas karya tulis yang tadi dikumpulkan. Pak Guru menemukan keanehan pada tugas karya tulis milik Rara di mana isinya sama persis dengan karya tulis milik Rina. Setelah 20 menit berlalu, kemudian kertas ulangan dikumpulkan.
Guru: "Baiklah yang lain bisa istirahat. Tolong Rara dan Rina tetap di sini, Bapak mau bicara."
(Semua siswa keluar ruang kelas kecuali Rara dan Rina)
Guru: "Bapak minta kalian berdua jujur kepada bapak. Kenapa tugas kalian bisa sama persis, bahkan titik dan komanya juga."
Rara: "Saya mengerjakan karya tulis itu sendiri, Pak."
Rina: "Saya juga mengerjakan karya tulis saya sendiri."
Guru: "Lalu, mengapa isi dari jawaban ulangan kalian tadi tidak sama dengan isi karya tulis kalian?"
(Lama Rara dan Rina terdiam, takut-takut untuk memulai bercara)
Guru : "Kalau begitu, Bapak anggap kalian tidak mengerjakan tugas karya tulis dan tidak mengikuti ulangan tadi."
Rina: "Maaf, Pak. Kalau saya jujur, apakah kalau saya berkata jujur maka Bapak akan memaafkan saya?"
Guru: "Tentu."
Rina: "Saya mendapatkan materi untuk tugas karya tulis dari internet pak. Saya langsung copy paste dan tidak saya baca lagi. Itulah mengapa ulangan tadi tidak sama dengan isi karya tulis saya."
Guru: "Baiklah, alasan bisa Bapak terima. Kamu Rara?"
Rara: "Saya minta tolong Reni mengerjakan tugas karya tulis itu, Pak. Dan kelihatannya dia mencari sumber dari internet."
Guru: "Kalau begitu tolong panggilkan Reni."
Rara : "Baik Pak."
(Rara pun keluar memanggil Reni)
Reni: "Bapak memanggil saya?"
Guru: "Iya, bapak ingin bertanya, apa benar Rara minta tolong pada kamu untuk mengerjakan tugasnya?"
Reni: "Iya Pak, maafkan saya, Pak. Rara bilang dia tidak mengerti tugas dari Bapak terlebih dia bilang dia tidak bisa mencari tugas tersebut dari internet karena dia tidak punya uang untuk ke warnet."
Guru: "Baiklah kalau begitu. Tugas karya tulis dan ulangan kalian bapak kembalikan. kalian harus membuat karya tulis lagi dan dikumpulkan dalam tiga hari."
Rara dan Rina: "Baik, Pak."
Sumber: Sahabatnesia, Gurupendidikan
Dapatkan kumpulan artikel contoh lainnya dengan mengeklik tautan ini.
Advertisement