Bola.com, Jakarta - Sekaten adalah satu di antara upacara tradisional yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kota Solo. Acara ini merupakan tradisi yang dilakukan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw.
Upacara ini diselenggarakan secara periodik satu tahun sekali, yaitu setiap tiap tanggal 5 sampai 11 Rabi'ul Awal (atau dalam kalender Jawa disebut bulan Mulud). Upacara sekaten ditutup pada tanggal 12 Rabi'ul Awal dengan menyelenggarakan upacara Garebeg Mulud.
Baca Juga
Advertisement
Upacara sekaten pada hakikatnya adalah suatu tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang. Pada mulanya, upacara tersebut diselenggarakan tiap tahun oleh raja-raja di Tanah Hindu, berwujud selamatan atau sesaji untuk arwah para leluhur.
Dalam perkembangannya, upacara sekaten dijadikan sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam melalui kegiatan kesenian gamelan. Penyebarluasan agama Islam menggunakan media berupa kesenian gamelan karena masyarakat saat itu menggemari kesenian Jawa dengan gamelannya.
Maka itu, untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad saw. tidak lagi dengan kesenian rebana, melainkan dengan kesenian gamelan.
Agar lebih paham lagi, berikut rangkuman tentang sekaten, dilansir dari laman dpad.jogjaprov, Rabu (21/9/2022).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Asal-Usul Sekaten
Asal usul nama sekaten, ada beberapa pendapat. Pertama, sekaten berasal dari kata "sekati", diambil dari nama perangkat gamelan pusaka kraton yang dibunyikan dalam rangkaian upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad.
Kedua, sekati berasal dari kata "suka" dan "ati", yang berarti senang hati. Ketiga, sekaten berasal dari kata "sesek" dan "ati", yang berarti sesak hati.
Ada juga yang berpendapat bahwa kata sekaten bersal dari "syahadatain", yang artinya dua kalimat syahadat.
Maksud dan tujuan diadakannya upacara sekaten adalah untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw. juga sebagai sarana penyebaran ajaran agama Islam.
Advertisement
Susunan Acara Sekaten
Upacara tradisional sekaten diselenggarakan selama tujuh hari dari tanggal 5-11 bulan Mulud atau Rabi'ul Awal.
Adapun tahapannya, mula-mula gamelan sekaten dibunyikan sebagai pertanda dimulainya upacara sekaten. Gamelan sekaten mulai dibunyikan mulai jam 16.00 sampai kira-kira jam 23.00 pada tanggal 5 Rabi'ul Awal.
Selanjutnya, gamelan dipindahkan ke pagongan di halaman Masjid Besar, yang dilaksanakan pada tanggal 5 Rabi'ul.
Awal mulai jam 23.00. Di Pagongan, gamelan sekaten dibunyikan pada waktu siang hari dan malam hari, kecuali pada waktunya salat dan Jumat.
Tahapan selanjutnya adalah hadirnya Sri Sultan beserta pengiringnya ke serambi Masjid Besar untuk mendengarkan pembacaan riwayat kelahiran Nabi Muhammad saw. yang diselenggarakan pada 11 Rabi'ul Awal mulai jam 20.00 hingga 23.00.
Tahap terakhir adalah dikembalikannya gamelan sekaten dari halaman Masjid Besar ke kraton, dan sebagai pertanda berakhirnya upacara sekaten. Tahapan ini diselenggarakan pada tanggal 11 Rabi'ul Awal, mulai jam 23.00.
Makna Sekaten
Pada hakikatnya, penyelenggaraan upacara tradisional mengandung suatu ajaran yang diwujudkan dalam bentuk simbol atau lambang yang mempunyai makna.
Dalam upacara tradisional sekaten, tentu terdapat lambang yang mempunyai makna. Dalam upacara sekaten, pada tahap gamelan pusaka kali pertama dibunyikan, diselenggarakan upacara udhik-udhik, yaitu penyebaran kepingan uang logam oleh Sri Sultan.
Pemberian atau penyebaran kepingan uang logam oleh raja ini sebagai lambang bahwa pemberian anugerah berwujud harta dan berkat wujud tuah kekeramatan.
Gunturmadu, nama satu di antara perangkat gamelan pusaka kraton, melambangkan turunnya wahyu.
Nagawilaga, nama perangkat gamelan sekaten yang mengandung makna kemenangan perang yang abadi.
Yaumi, satu di antara judul gending sekaten yang mengandung makna hari maulid Nabi Muhammad saw.
Salatun, judul satu di antara gending gamelan sekaten, berasal dari Bahasa Arab yang berarti berdoa, yang mengandung makna berdoa menyembah Tuhan Yang Maha Esa.
Dhindang Sabinah, judul satu di antara gending sekaten, yang mengandung makna mengenang jasa para mubalikh yang menyiarkan agama Islam sejak abad ke XIII Hijriyah.
Ngajatun, satu di antara gending sekaten yang mengandung makna kemauan hati yang kuat untuk masuk Islam.
Supiyatun, satu di antara gending sekaten yang mengandung makna kemauan yang kuat untuk mencapai kesucian hati.
Advertisement
Upacara Garebeg Mulud
Upacara garebeg mulud satu rangkaian dengan upacara sekaten. Garebeg mulud adalah garebeg yang diadakan di bulan Mulud untuk memperingati lahirnya Nabi Muhammad saw.
Dalam upacra garebeg mulud terdapat upacara gladhi resik, numplak wajik, dan garebeg mulud (miyosipun Hajad Dalem).
Upacara gladhi resik dilaksanakan dari tanggal 1-8 bulan Mulud, tanggal 9 istirahat, tanggal 10 gladhi resik lagi, dan tanggal 11 istirahat lagi, sebagai persiapan pelaksanaan upacara garebeg Mulud.
Upacara gladhi resik dipersiapkan oleh kesatuan prajurit kraton yang terdiri prajurit wirabraja, prajurit daeng, prajurit patangpuluh, prajukarit prawiratama, prajurit jagakarya, prajurit nyutra, prajurit ketanggung, prajurit mantrijero, prajurit surakarsa, dan prajurit bugis.
Upacara numplak wajik sebagai pertanda permulaan pembuatan gunungan secara resmi. Upacara numplak wajik diselenggarakan empat hari menjelang penyelenggaraan upacara garebeg, yaitu pada tanggal 8 bulan Mulud.
Tahapan terakhir adalah upacara garebeg Mulud. Adapun perlengkapan yang dipersiapkan terutama gunungan karena inti dari upacara garebeg mulud adalah mengantarkan gunungan secara beramai-ramai dari dalam kompleks kraton menuju Masjid Besar.
Ada enam macam gunungan yang dibawa, yaitu gunungan kakung, gunungan putri, dharat, gunungan gepak, gunungan pawuhan, dan gunungan picisan.
Unsur dalam upacara garebeg mulud mengandung lambang atau makna. Gunungan melambangkan lingkungan hidup atau alam seisinya, melambangkan kesuburan, kemakmuran, dan kehidupan.
Gunungan kakung melambangkan pribadi baginda raja, gunungan putri melambangkan pribadi permaisuri baginda, gunungan dharat melambangkan para pangeran, gunungan gepak melambangkan para putri baginda raja, gunungan pawuhan melambangkan para cucu baginda.
Sumber: dpad.jogjaprov
Yuk, baca artikel edukasi lainnya dengan mengikuti tautan ini.