Bola.com, Jakarta - Tubuhmu yang terbungkuk, tersandar lemah
Di kursi kayu tua
Advertisement
Jemari kurus terkulai menggenggam pena
Engkau goreskan sajak
Sisa rambutmu perak, tinggal segenggam
Terbaca pahit, kerasnya perjalanan
Nampaknya ingin kautumpahkan seluruhnya
Di dalam puisi
Dari alis matamu terbentuk garis
Guratan kokoh jiwa
Angin yang deras menghempas tak kau hiraukan
Batinmu kuat bertahan
Meskipun raga semakin rapuh
Tak pernah risau, selalu tersimpul senyum
Sepantasnyalah kujadikan suri teladan,
Potret perjuangan
Oh, oh, oh, ibu,
Ada yang ingin kutanyakan padamu
Hasil panenan kemarau ini
Sesubur panen yang kita petik bersama
Oh, oh, oh, ibu,
Apa kabar sawah kita sepetak?
Masih bisakah kita tanami?
Atau terendam ditelan zaman?
Setelah cucumu lahir aku lebih faham
Betapa beratnya
Membesarkan dan setia melindungi
Semua anak-anakmu
Kita yang slalu hidup sederhana
Kau sanggup mengasuh hingga kami dewasa
Dengarkanlah nyanyian yang aku peruntukkan
Buatmu, ibu
Oh, oh, oh, ibu,
Ada yang ingin kutanyakan padamu
Hasil panenan kemarau ini
Sesubur panen yang kita petik bersama
Oh, oh, oh, ibu,
Apa kabar sawah kita sepetak?
Masih bisakah kita tanami?
Atau terendam ditelan zaman?