Bola.com, Jakarta - Skeptis adalah kata atau istilah yang kerap didengar. Skeptis mengandung makna yakni mempertanyakan atau mencurigai segala sesuatu karena keyakinan bahwa segala sesuatu tersebut bersifat tidak pasti.
Sikap skeptis memperlihatkan bahwa ada pengetahuan yang diduga sebagai keyakinan atau dogma belaka. Sikap skeptis ini sering kali dikaitkan sebagai sikap negatif, padahal sebenarnya tidak selalu berlaku begitu.
Baca Juga
Advertisement
Pada pelaksanaannya, skeptisisme mempertanyakan sesuatu dengan cara menyampaikan argumen yang terstruktur untuk menimbulkan keraguan agar mendapatkan penjelasan yang akurat dan memadai.
Seorang yang skeptis akan meragukan apa yang diterima dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu.
Agar lebih paham lagi, berikut rangkuman tentang skeptis, disadur dari Liputan6, Kamis (29/12/2022).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Pengertian Skeptis
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), skeptis adalah kurang percaya atau ragu-ragu (terhadap keberhasilan ajaran dan sebagainya).
Skeptis berasal dari kata "skeptisisme", yaitu aliran (paham) yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan). Secara etimologis, skeptisisme berasal dari bahasa Yunani, "skeptomai", yang berarti untuk melihat sekitar atau untuk mempertimbangkan.
Skeptis adalah sikap mempertanyakan atau mencurigai segala sesuatu karena adanya keyakinan bahwa segala sesuatu bersifat tidak pasti.
Skeptis adalah sikap yang tidak harus dipahami sebagai sikap negatif yang langsung meragukan sesuatu dan tidak memercayai keberadaan pengetahuan. Pasalnya, pada pelaksanaannya, skeptisisme mempertanyakan sesuatu dengan cara menyampaikan argumen yang terstruktur untuk menimbulkan keraguan agar mendapatkan penjelasan yang akurat dan memadai.
Tom Friedman dari New York Times mengatakan bahwa skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu.
Hal ini tentunya baik karena seorang yang skeptis adalah orang yang selalu mengecek betul kebenaran dari sebuah informasi yang diterimanya.
Dalam penggunaan sehari-hari, skeptis adalah sifat yang dapat diartikan sebagai sikap keraguan atau kecenderungan untuk tidak percaya, baik secara umum maupun terhadap objek tertentu.
Skeptisisme juga dapat disebut sebagai doktrin bahwa pengetahuan bukan hal yang pasti, sebuah metode penilaian yang ditangguhkan, keraguan yang terstruktur, atau karakteristik dari kritik skeptis.
Advertisement
Skeptisisme dalam Filsafat
Secara formal, skeptisisme merupakan topik yang menarik dalam filsafat, khususnya epistemologi.
Dalam filsafat, skeptisisme dapat merujuk pada metode penyelidikan yang menekankan pengawasan kritis, kehati-hatian, dan ketelitian intelektual; metode untuk mendapatkan pengetahuan melalui keraguan terstruktur dan pengujian terus-menerus; dan seperangkat tuntutan mengenai keterbatasan pengetahuan manusia dan tanggapan yang tepat untuk keterbatasan tersebut.
Skeptisisme dapat digolongkan berdasarkan tingkat keraguannya. Dalam filsafat, setidaknya ada tiga pemetaan skeptisisme.
Pertama, skeptisisme yang diperkenalkan oleh Aristoteles, yaitu sikap menunda putusan penilaian dan mempertanyakan semua dugaan dan simpulan sehingga orang terpaksa menjustifikasi dirinya dengan analisis yang kritis.
Kedua, skeptisisme yang diperkenalkan dalam fenomenalisme Immanuel Kant, bahwa pengetahuan hanya terkait dengan pengalaman atau fenomena, dan pikiran manusia tidak mampu mengetahui sumber atau landasan dari pengalaman.
Ketiga, skeptisisme yang dipelopori oleh Gorgias dari kelompok sofis Yunani, yaitu mustahil mencapai pengetahuan, dan pencarian kebenaran merupakan hal yang sia-sia.
Sikap skeptis adalah sebuah pendirian di dalam epistemologi (filsafat pengetahuan) yang menyangsikan kenyataan yang diketahui, baik ciri-cirinya maupun eksistensinya.
Penganut skeptisisme sudah ada sejak zaman Yunani kuno, tetapi di dalam filsafat modern, Rene Descartes adalah perintis sikap ini dalam metode ilmiah.
Kesangsian descartes dalam metode kesangsiannya adalah sebuah sikap skeptis, tetapi skeptisisme macam itu bersifat metodis karena tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan kepastian yang tak tergoyahkan, yaitu cogito atau subjectum sebagai instansi akhir pengetahuan manusia.
Secara informal skeptisisme dapat diterapkan pada topik apa pun, seperti politik, agama, atau pseudosains. Ini sering diterapkan dalam ranah yang terbatas, seperti moralitas (skeptisisme moral), teisme (skeptisisme tentang keberadaan Tuhan), atau supernatural.
Jenis Skeptisisme
Secara umum, skeptis adalah sikap mempertanyakan segala sesuatu. Berikut jenis-jenis skeptisisme yang perlu kamu ketahui:
- Dogmatic skepticism
Dogmatic skepticism menganggap bahwa segala sesuatunya tak ada yang dapat diketahui. Tidak ada kebenaran yang pasti dan sejati menyangkut semua hal, sebab pandangan manusia selama ini merupakan sebuah kekeliruan besar.
- Pyrrhonian skepticism
Jenis skeptisisme ini menganggap bahwa hal yang pasti itu tidak akan mungkin. Individu yang bijaksana hendaknya menjauhi untuk segera memberikan penilaian terhadap suatu hal teoritis.
- Empiricist foundationalism
Pada jenis skeptisisme ini, tidak ada pengetahuan yang pasti. Hanya indra manusia yang mampu memberikan bukti nyata dan kepastian.
- Rationalist foundationalism
Dalam jenis skeptisisme ini, pancaindra manusia bukan sesuatu yang mampu memberikan bukti nyata dan objektif. Hanya akal yang dapat menentukan kebenaran.
- Authoritarianism
Jenis skeptisisme ini beranggapan bahwa hanya sejumlah orang yang mampu mengetahui secara pasti mengenai suatu pengetahuan dan informasi. Orang lain di luar kelompok dianggap tidak memiliki kemampuan sama.
Disadur dari: Liputan6.com (Penulis: Husnul Abdi, Editor: Rizky Mandasari. Published: 7/1/2022)
Yuk, baca arti edukasi lainnya dengan mengikuti tautan ini.
Advertisement