Bola.com, Jakarta - Selingkuh adalah istilah yang umum digunakan terkait perbuatan yang tidak jujur dan menyeleweng terhadap pasangannya, baik pacar, suami, atau istri.
Istilah selingkuh umumnya digunakan sebagai sesuatu yang melanggar kesepakatan atas kesetiaan hubungan seseorang.
Baca Juga
Advertisement
Dari pemaparan di atas bisa disederhanakan bahwa selingkuh ialah sebuah hubungan gelap yang disembunyikan dari pasangan.
Selingkuh dapat dijadikan ide menulis puisi. Tidak sedikit orang memaknai selingkuh sebagai bentuk ungkapan kesedihan. Tak heran, puisi tentang selingkuh bisa menjadi media ungkapan perasaan yang dialami penulisnya.
Apabila kamu tertarik menulis puisi bertema selingkuh, bisa menyimak beberapa contohnya di bawah ini.
Berikut ini lima contoh puisi tentang selingkuh, dikutip dari laman Puisibijak dan Sepenuhnya, Selasa (24/1/2023).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Sia-Sia
Pupus
Saat ku berdua denganmu
Bahagia rasa hatiku
Bersamamu aku hidup
Cinta mulai redup
Jangan kau sia-siakan diriku
Jangan kau palingkan mukamu
Namun semua itu
Kini telah berlalu
Kau selingkuh di depan mataku
Sakit-sakit terasa di hati
Sembilu asmara kau torehkan
Sia-sia kusirami bunga
Layu sebelum berkembang
Sia-sia semua kenangan itu
Tiada lagi nyanyian syahdu
Mengiringi tidurmu
Advertisement
Selingkuh Jiwa
Masih sering kuingat kalimatmu
Menyuburkan padang tandus belantara
Setelah usai kau merumputi kota
Membawa sisa letih bercampur noda
Menumpahkannya di pangkuanku
Dengan hati jernih kupunguti ratapanmu
Kutata dengan sabar jadi mozaik
Satu persatu kubasuhi kasih sayang
Tanpa pernah ku mencuriga
Kau taburkan racun sianida
Belum begitu lama jarak terbentang
Sejak kau pelintir kalimat di ujung dusta
Menempatkanku layaknya boneka
Padahal kau menari-nari tepat di pelupuk mata
Sejujurnya saat itu aku terjerembab tak berdaya
Kutulis sajak ini mewakili seribu luka
Entah kenapa begitu sulit melunturkan cahaya
Barang kali inilah karma atas selingkuh jiwa
Cintaku Tiga
Cintaku tiga, secara kanak-kanak
Menghitung jari
Kusebut satu per satu kini
Yang pertama serius dan dalam hatinya
Tidak terduga
Bertahun-tahun ku jadi idaman
Mesraku membuat pandangnya sayu mungkin
Ia merasa iba padaku
Ingin aku membenam diri, melebur
Dalam mesra rayu, iba, dan sayu
Pandangnya yang begitu sepi, tapi
Ia paling mudah untuk dikelabui
Yang lain, berfilsafat ringan dan kesabaran
Tak pernah kulepas ia dari pandangan
Petuah orang, lidah tidak bertulang
Tak kupedulilkan karena ia
Kata-katanya tepat untuk setiap peristiwa
Sesudah akhirnya mengecap bibirnya
Ia tinggalkan aku dan sesudah itu?
Ah, biasa saja, tak ada sesuatu terjadi
Memang ia tidak begitu peduli
Perlu kusebut yang ketiga, bukannya
Lebih baik dirahasiakan saja, karena
Ia datang hanya malam hari, engsel pintu pun
Telah diminyaki
Suaranya tegang, berat, menghela
Ke surga tirai-ranjang
Pandang pesona tajam memaksa, akhirnya
Menghitung hari setiap bulan
Meskipun itu urusan nanti
Ketiga cinta yang aku miliki
Kapan kujumpai pada satu orang?
Advertisement
Selingkuh
Hujan turun menggandeng sinar matahari
Tanpa selimut awan menembus yang menaungi
Selayak kuntum bunga yang aku pegangi
Telah jatuh tanpa ada yang memandangi
Seharian aku menunggu di ufuk senja
Namun sial akhirnya kau tak datang jua
Berharap membawa sebongkah semangka
Yang biasanya kita makan berdua.
Barang kali kau berada di kaki perjalanan
Menuju rute lurus berbelok ke perumahan
Rumah di mana aku menghabiskan cemilan
Yang belum habis selama sepekan.
Sering kali ku bolak-balik pergelangan tangan
Berharap waktu menggandengmu ke halaman
Tapi ternyata kau masih bertiarap tanpa beban
Mendengkuri seseorang yang tak pernah kupikirkan.
Kudapati bulan merobek suratku
Tatkala bintang mencaci maki langit biru
Memandangi kamarku yang mendadak bisu
Selayak nyawaku tercabut tanpa kehadiranmu.
Akhirnya malam mengelus kening dagu
Menasihati hati kecilku yang menunggu
Memeluk angin semalaman tanpa syal ungu
Menggigil di sudut tembok berwajah kelabu.
Kau, Biadab
Masih ingat ketika kau kalungkan harapan di leherku
Dibawah linangan air mata langit
Saat hujan berderai menyerbu bumi
Kau Jamah Kehormatanku atas nama cinta
Kini, kau tinggalkan aku
dalam luka janji harapan palsu
Kau pergi tanpa menghiraukan rasaku
Hanya karena wanita lain yang menggodamu
Sebegitu rendahkah cinta engkau hargai
Hanyakau pandang tubuh dan rupa
Inikah hatimu yang sebenarnya
Mengambil nikmat lalu pergi tanpa sebab
Kau biadab
Ingatlah Tuhan tak buta
Aku salah telah melepaskan segalanya untukmu
Tapi setidaknya, aku masih setia kepadamu
Di belakangku kau hancurkan kesetiaanmu
Di hadapanku kau akan terluka pula nantinya
Di belakangku, diam kau mempermainkan cinta
Di hadapanku, kan ku lihat kau menderita
Sumber: Puisibijak, Sepenuhnya
Dapatkan artikel contoh berbagai tema lain dengan mengeklik tautan ini.
Advertisement