Bola.com, Jakarta - Mubah adalah menggambarkan hukum yang ringan karena pahala bisa didapatkan dan dosa tidak dikenakan.
Menurut ulama, hukum dari mubah adalah perbuatan yang condong dianjurkan, tetapi tidak ada jaminan pahala.
Baca Juga
Advertisement
Sementara, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, arti mudah adalah diizinkan menurut agama (boleh dilakukan, tetapi boleh juga tidak); jaiz.
Allah Swt. menciptakan hukum mubah bukan tanpa alasan. Hukum mubah adalah diperbolehkan atau diizinkan itu artinya bersifat netral, yang mana dapat meringankan umat muslim melaksanakan ibadah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Mubah menggambarkan hukum dengan pilihan boleh meninggalkan atau melakukan suatu ibadah. Apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa dan apabila dilakukan tidak dijamin pahala.
Agar lebih paham lagi, berikut penjelasan tentang mubah, disadur dari Liputan6, Rabu (25/1/2023).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Contoh Hukum Mubah
Dalam satu di antara karyanya, ulama sufi Ali Al Khowash menyinggung hikmah dari keberadaan hukum mubah.
"Allah tidak menjadikan perkara mubah kecuali hanya memberi kesempatan istirahat bagi anak-cucu Nabi Adam dari rasa lelah melakukan beban kewajiban. Sebab Allah telah mengisi rasa bosan dalam jiwa anak-cucu Nabi Adam dari menjalankan perintah agama. Seandainya Allah tidak mengisi rasa bosan di dalam jiwa anak-cucu Nabi Adam, pasti Allah tidak mensyariatkan hukum mubah kepada mereka, sebagaimana para malaikat. Mereka tidak merasa bosan beribadah kepada Allah, selalu bertasbih sepanjang malam dan siang tanpa bosan."
Bisa dikatakan mubah dapat menjadi waktu istirahat bagi seseorang agar tidak jenuh menjalankan kewajiban dan menghindari larangan Allah.
Mubah bisa berperan sebagai rukhshah atau keringanan bagi seorang Muslim. Orang yang menggunakan rukhsah tentu tidak akan mendapatkan apa-apa.
Bila mubah sesuai dibolehkan, tidak ada tentu kehidupan manusia sepenuhnya menjalankan yang wajib dan menjauhi yang terlarang. Aktivitas ini bisa menjadi monoton sehingga menimbulkan kebosanan.
Banyak ahli tarekat menyarankan pengikutnya untuk meninggalkan atau minimal mengurangi perkara mubah dan menggantinya dengan sunah sehingga setiap ibadah yang dilakukan dapat meningkat dari segi kualitas.
Para ulama sepakat ada tiga bentuk hukum mubah yang menggambarkan secara jelas sesuai arti kata mubah berdasarkan keterkaitannya dengan mudharat dan manfaat. Tiga bentuk hukum tersebut, yakni:
1. Pertama apabila dilakukan atau tidak dilakukan, perbuatannya tidak mengandung mudharat. Contoh: makan, minum, berpakaian, dan berburu.
2. Kedua apabila dilakukan tidak ada mudharatnya, sementara perbuatan tersebut pada dasarnya diharamkan. Contoh: makan daging babi dalam keadaan darurat.
3. Ketiga pada dasarnya bersifat mudharat dan tidak boleh menurut syara'. Meski demikian, Allah memaafkan pelakunya sehingga perbuatan itu menjadi mubah. Contoh: mengawini dua orang wanita yang bersaudara sekaligus.
Advertisement
Hukum Selain Mubah, yakni Wajib, Sunnah, Makruh, dan Haram
Ada empat hukum selain mubah dalam Islam yang perlu diketahui, yakni hukum wajib, sunah, makruh, dan haram dengan penjelasan sebagai berikut:
- Hukum Wajib
Wajib menurut bahasa adalah pasti atau tepat. Sedangkan hukum wajib ialah perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapatkan siksa.
Seperti: salat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadan, membayar zakat, dan menunaikan haji bagi yang mampu. Adapun macam-macam wajib sebagai berikut:
1. Wajib syar'I ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala, apabila ditinggalkan berdosa.
2. Wajib aqli, ketetapan hukum yang harus di yakini kebenarannya karena masuk akal.
3. Wajib ain, ketetapan yang harus dilakukan oleh umat muslim, seperti salat lima waktu, salat Jumat, puasa dan lain-lain.
4. Wajib kifayah, ketetapan apabila sudah dikerjakan oleh sebagian umat muslim maka muslim lainnya akan terlepas dari kewajiban itu, dan sebaliknya jika tidak ada yang mengerjakannya, maka semuanya akan berdosa, seperti: salat jenazah.
5. Wajib muaiyyah, keharusan yang dilakukan melalui tindakan, seperti: berdiri ketika salat.
6. Wajib mukhayar, kewajiban yang boleh dipilih salah satu dari beberapa pilihan.
7. Wajib mutlak, kewajiban yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya, seperti membayar denda sumpah.
8. Wajib aqli Nazari, kewajiban memercayai kebenaran dengan memahami dalilnya
9. Wajib aqli danuri, kewajiban memercayai kebenaran dengan sendirinya, seperti makan menjadi kenyang.
- Hukum Sunnah
Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa. Seperti salat tahiyyatul masjid, salat duha, puasa Senin Kamis dan lainnya. Sunah ini menunjukkan perintah yang tidak tetap.
Sunah dibagi menjadi:
1. Sunnah muakkad, sunnah yang sangat dianjurkan, seperti salat Idulftri, salat tarawih, salat duha, puasa arofah, dan lainnya.
2. Sunnah gairu muakkad, misalnya memberi salam kepada orang lain.
3. Sunnah hajat, perkara di dalam salat yang sebaiknya dikerjakan, seperti: mengangkat tangan ketika takbir.
4. Sunnah abad, perkara dalam salat yang harus dikerjakan ketika lupa, dan harus melakukan sujud sahwi.
- Hukum Makruh
Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala, dan apabila dikerjakan tidak mendapat siksa. Makruh ini menunjukkan larangan yang tidak tetap, seperti mendahulukan yang kiri atas kanan saat membasuh anggota badan dalam wudu.
Perlu diingat bahwa hal yang bersifat makruh lebih baik ditinggalkan karena Allah tidak menyukainya. Contoh lainnya seperti memakan bawang mentah, jengkol, dan pete.
- Hukum Haram
Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan akan mendapat pahala dan apabila dikerjakan akan mendapat siksa. Haram ini merupakan larangan yang tetap.
Hal tersebut seperti mabuk-mabukan, mencuri, berzina, mencuri, merampok, membunuh, berjudi, dan lainnya. Apabila seseorang mengerjakan hal tersebut maka hukumnya berdosa.
Disadur dari: Liputan6.com (Penulis: Laudia Tysara, Editor: Septika Shidqiyyah. Published: 26/4/2022)
Yuk, baca artikel islami lainnya dengan mengikuti tautan ini.