Bola.com, Jakarta - Banyak cara mengangkat nama dan gengsi negara di mata dunia. Satu di antaranya melalui arena olahraga.
Lihat saja negara-negara kecil yang popularitasnya langsung meroket ketika berhasil tampil di Piala Dunia. Negara itu tiba-tiba tidak lagi sekadar titik kecil di peta dunia.
Advertisement
Tidak heran, negara-negara berlomba-lomba mengukir prestasi melalui olahraga, mulai sepak bola yang paling populer, atletik, tinju, bulutangkis, tenis, F1, motogp, renang, hingga tenis. Tak terkecuali Indonesia.
Indonesia punya banyak atlet yang mendunia, terutama di ajang bulutangkis, yang menjadi olahraga andalan dan rutin menyabet medali emas di ajang olimpiade. Indonesia dikenal sebagai salah satu kekuatan bulutangkis dunia, alhasil selalu punya superstar dari masa ke masa.
Indonesia juga tangguh di cabang olahraga angkat besi hingga panjat tebing. Atlet berbakat terus lahir dari generasi ke generasi.
Dalam rangka ulang tahun ke-8 Bola.com yang jatuh pada Jumat (28/4/2023), kami akan menyajikan ulasan delapan atlet Indonesia yang berpengaruh dan mendunia dalam satu dekade terakhir. Daftar ini tidak menyertakan atlet dari sepak bola, karena dibuat melalui artikel terpisah.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
1. Liliyana Natsir
Pengaruh besar Liliyana Natsir di bulutangkis Indonesia atau dunia tidak perlu diragukan. Dia telah mempersembahkan banyak gelar bergengsi dan mengukir prestasi yang sangat membanggakan, termasuk medali emas di Olimpiade 2016.
Apresiasi atas sepak terjang Liliyana Natsir juga datang dari Federasi Bulutangkis Dunia (BWF), yang memberikan penghargaan Hall of Fame. Penghargaan ini menjadi apresiasi terhadap prestasi besar yang diraih pebulutangkis yang karib disapa Butet itu di level dunia.
Penyerahan penghargaan prestisius dari BWF itu digelar di sela-sela pertandingan semifinal Indonesia Open 2022. Dalam acara yang berlangsung di Istora gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (18/6/2022), pebulutangkis spesial ganda campuran itu mengaku kaget ketika menerima anugerah bergengsi dari BWF.
"Rasanya senang. Tidak menyangka bisa meraih gelar ini. Saya kira, saya mendapatkannya bersama Tontowi Ahmad, tapi ternyata saya sendiri," ujar Liliyana Natsir di Istora Gelora Bung Karno.
Butet merasa Tontowi Ahmad yang menjadi partnernya selama beberapa tahun terakhir untuk mengejar begitu banyak prestasi, termasuk hattrick All England dan medali emas Olimpiade 2016, juga layak untuk mendapatkan penghargaan yang sama.
"Saya merasa Tontowi nantinya akan menyusul, mengingat saat ini hanya saya dan Zhao Yun Lei yang mendapatkan gelar anugerah dari BWF pada tahun ini," lanjut Liliyana Natsir.
Liliyana menjadi pebulutangkis putri kedua dari Indonesia, setelah Susy Susanti, yang berhasil meraih penghargaan Hall of Fame dari BWF ini.
"Bagi saya penghargaan ini bermakna besar, mengingat prestasi saya dihormati dunia. Saya memperlihatkan diri pantas diperhitungkan dan diharapkan penghargaan ini memberikan motivasi untuk generasi muda agar terus berprestasi mengharumkan Indonesia," ujarnya.
Prestasi Liliyana Natsir di dunia bulutangkis terbilang apik, mengingat banyak gelar mayor telah diraih, di antaranya hattrick di All England bersama Tontowi Ahmad, medali emas Olimpiade Rio 2016, dan empat gelar juara dunia.
Butet pun menjadi orang Indonesia ke-10 yang masuk dalam daftar penerima penghargaan elite BWF Hall of Fame.
Adapun sembilan pebulutangkis legendaris Indonesia yang sudah masuk BWF Hall of Fame terlebih dahulu adalah Rudy Hartono, Dick Sudirman, Christian Hadinata, Liem Swie King, Susy Susanti, Tjun Tjun, Johan Wahjudi, Rexy Mainaky, dan Ricky Soebagdja.
Advertisement
2. Eko Yuli Irawan
Angkat besi menjadi salah satu cabang olahraga di Indonesia yang rutin menkonyumbang medali di Olimpiade. Satu di antara lifter Indonesia yang konsisten menyumbang medali di Olimpiade adalah Eko Yuli Irawan.
Ya, Eko Yuli menang belum pernah meraih emas. Namun, total dia sudah mempersembahkan empat medali di ajang olimpiade. Bahkan, Eko dilabeli legenda olahraga Indonesia.
Melalui angkatan 137kg di snatch dan 165kg di clean and jerk dengan total 302kg, Eko Yuli berhasil mempersembahkan medali perak untuk Indonesia di Olimpiade Tokyo 2022.
"Yang membanggakan, mereka bilang saya termasuk sebagai legenda. Bisa empat kali meraih medali di Olimpiade. Itu sangat luar biasa bagi saya. Apakah saya sudah layak dianggap seperti itu?" kata Eko Yuli dalam wawancara eksklusifnya bersama Bola.com, Minggu (1/8/2021).
Atribut legenda untuk Eko Yuli didasari oleh torehan tinta emasnya di Olimpiade. Lifter asal Metro, Lampung ini menjadi satu-satunya atlet Indonesia yang mampu mendulang empat medali dalam empat Olimpiade beruntun.
Eko Yuli merebut medali perunggu di Olimpiade Beijing 2008 dan Olimpiade London 2012. Prestasi atlet berusia 32 tahun itu meningkat ketika merengkuh medali perak di Olimpiade Rio 2016 dan Olimpiade Tokyo 2020.
"Di sisi lain, saya masih belum bisa mempersembahkan medali emas. Meskipun saya beberapa kali mendapatkan medali yang lain. Dalam hati saya, namanya atlet, inginnya kalau bisa merebut medali emas agar bisa lebih komplet," ucap Eko Yuli.
"Yang saya rasakan seperti itu. Bagi yang lain, mungkin yang pernah mendapatkan medali emas, itu pasti luar biasa. Untuk saya, acuannya dengan medali emas. Tapi untuk edisi ini, saya belum meraihnya," jelas lifter kelahiran 24 Juli 1989 ini.
Di usianya yang telah menginjak 33 tahun, Eko Yuli masih belum mau berhenti. Juara Dunia angkat besi 2018 di Ashgabat, Turkmenistan itu akan mencoba lolos ke Olimpiade Paris 2024 demi tujuan yang membuatnya penasaran selama ini: medali emas.
"Tidak tahu untuk nanti, edisi berikutnya karena memang dari segi usia, saya tidak muda lagi. Tapi saya akan tetap mencoba untuk berjuang di babak kualifikasi. Saya akan lihat, apakah masih bisa bersaing atau tidak," imbuh Eko Yuli.
Eko Yuli adalah satu di antara lifter terbaik di dunia. Atlet dengan kepribadian ramah dan rendah hati ini adalah pemegang rekor dunia untuk angkatan clean and jerk di kelas 61kg putra dengan beban 174kg.
3. Aries Susanti Rahayu
Aries Susanti Rahayu berada di pusat sorotan pada 2019. Dia dijuluki "Spiderwoman", alias sang wanita laba-laba. Aries menjelma menjadi pahlawan dan inspirasi bagi banyak orang.
Kejuaraan panjat tebing IFSC Climbing World Cup 2019 di Xiamen, China, pada Oktober 2019 mengubah dunia Aries Susanti Rahayu. Aries Susanti bukan hanya naik podium tertinggi, tapi juga memecahkan rekor dunia.
Dia menjadi wanita pertama yang finis di bawah tujuh detik dalam kejuaraan panjat tebing nomor speed. Aries mengukir waktu 6,955 detik, mematahkan rekor sebelumnya milik atlet China, Yo Ling Song, dengan 7,101 detik.
Catatan waktu itu sungguh mengagetkan, bahkan bagi Aries sendiri. Dia bertanding dalam kondisi jari tengah yang belum sepenuhnya pulih dari cedera.
Dalam sesi latihan sebelum berangkat ke China, Aries bahkan ngos-ngosan untuk membukukan waktu 7,41 detik karena tengah direcoki cedera. Dia memang pernah menyentuh 6,8 detik dan 6,9 detik di sesi latihan, tapi sudah sangat lama, tepatnya saat persiapan menghadapi Asian Games 2018. Alhasil, Aries berangkat ke China nyaris tanpa beban. Tak disangka, dia malah meraih hasil melebihi mimpi terliarnya.
Rekor dunia tersebut benar-benar menjadi pembeda. Sontak jutaan mata mengarah kepadanya. Aksi Aries Susanti sudah menjadi inspirasi banyak orang di Tanah Air ketika meraih dua medali emas Asian Games 2018. Tapi, kini Aries telah menebarkan jaring inspirasi ke berbagai berbagai belahan dunia.
Aksinya merayap cepat bak superhero diulas media-media besar dunia, serta viral di dunia maya. Orang-orang terkesima karena sosok manusia laba-laba ternyata tak sekadar superhero khayalan di film, tapi benar-benar ada di dunia nyata.
Julukan Spiderwoman asal Indonesia kian melekat. Aries tak kuasa menolak julukan tersebut. Tapi, atlet asal Grobogan, Jawa, Tengah itu, menegaskan bukan hanya dirinya yang berhak menyandang julukan tersebut.
"Saya terserah saja orang-orang mau memanggil apa, seperti Spiderwoman asal Indonesia. Namun, di Indonesia banyak spiderwoman. Banyak teman-teman saya yang sudah juara juga. Jadi julukan Spiderwoman itu juga buat teman-teman saya juga," tutur Aries Susanti Rahayu.
Advertisement
4. Rio Haryanto
Namanya sempat dibicarakan banyak orang di Indonesia. Sosoknya memperkenalkan lagi event motorsport, Formula 1 (F1) di Tanah Air yang sebelumnya lebih familier dengan ajang MotoGP.
Ya, dia adalah Rio Haryanto. Terlepas dari pro dan kontra yang menyelimuti sepak terjang pembalap asal Solo ini di ajang F1 musim 2016, anak dari pasangan Sinyo Haryanto dan Indah Pennywati telah menuliskan banyak sejarah penting untuk Indonesia.
Karier balap Rio Haryanto sudah cemerlang sejak level bawah. Saat mulai aktif mengikuti event balap single seater tahun 2008, ia langsung menempati posisi tiga Formula Asia 2.0.
Kala itu, ia bisa merasakan satu kemenangan dan tujuh podium bersama Asia Racing Team. Tahun berikutnya, bersama tim Questnet Team, Rio Haryanto keluar sebagai juara umum ajang Formula BMW Pacific.
Setekah momen inilah, mimpi Rio Haryanto untuk ke ajang F1 mulai dirajut dan secara konsisten mengikuti event yang menjadi jenjang menuju ke sana yaitu GP3 Series dan GP2 Series.
Pada musim perdana ajang GP3 Series tahun 2010, Rio Haryanto langsung meraih kemenangan. Dia finis pertama pada balapan di Sirkuit Istanbul Park, Turki.
Kala itu usianya masih 17 tahun dan didaulat media motorsport terkemuka, Autosport, sebagai salah satu pembalap paling mengejutkan.
Rio Haryanto kemudian meraih kemenangan perdana ajang GP2 Series (sekarang) di Sirkuit Sakhir, Bahrain, pada 2015 atau musim keempat sang pembalap di kelas ini. Total di GP2 Series 2015, ia meraih tiga kemenangan dan bercokol di posisi empat klasemen. Hasil kompetitif ini membuat manajemen Rio Haryanto mulai melirik ajang F1.
Super lisensi merupakan syarat pembalap untuk bisa mentas di ajang F1 sebagai pembalap utama. Rio Haryanto sudah lolos untuk mendapatkan super lisensi sejak 2012 atau ketika mengaspal pada sesi tes pembalap muda F1 di Sirkuit Silverstone, Inggris. Kala itu, ia menyelesaikan total 300 km saat tes, syarat untuk mendapatkan super lisensi.
GP Australia 2016 akhirnya jadi balapan bersejarah untuk Rio dan juga Indonesia. Untuk kali pertama ada pembalap event jet darat dari Indonesia. Nahasnya lantaran kurang dana dan sponsor, perjuangan Rio harus berakhir setelah 12 putaran.
5. Greysia Polii
Ada satu lagi sosok pebulutangkis yang sangat berpengaruh besar dalam 10 tahun terakhir, yaitu Greysia Polii. Bersama Apriyani Rahayu, ia berhasil meraih medali emas pada Olimpiade 2020 di Tokyo.
Kerja keras Greysia Polii selama 18 tahun kariernya berakhir klimaks. Meskipun kariernya penuh kerikil tajam, Greysia tak pernah menyerah, dan menginspirasi masyarakat Indonesia ketika berhasil mempersembahkan gelar paling bergengsi, yaitu emas Olimpiade.
Greysia memulai kariernya sebagai atlet ganda putri dan ganda campuran. Dia berhasil memenangi Kejuaraan Nasional (Kejurnas) 2003 bersama pasangan ganda putrinya, Heni Budiman. Greysia terus berganti pasangan mulai dari Jo Novita, Nitya Maheswari, Anggia Shitta Awanda, Meilina Jauhari, sebelum menemukan duet sehatinya, Apriyani Rahayu.
Gelar turnamen major pertama untuk Greysia adalah Filipina Terbuka. Kala itu, ia memenangkannya bersama pasangan ganda putrinya, Jo Novita. Pada 2014, ketika berpasangan dengan Nitya, Greysia Polii berhasil membuat kejutan dengan meraih medali emas Asian Games Incheon di Korea Selatan.
Pada 2012, Greysia Polii didiskualifikasi dari Olimpiade London. Sekarang, kondisinya berbalik 180 derajat. Dia berhasil menjadi yang terbaik di dunia untuk nomor ganda putri.
Dunia berputar untuk semua orang, begitu pula bagi Greysia Polii. Olimpiade London, Inggris pada 2012 menjadi catatan kelam baginya. Bersama pasangan ganda putrinya, Meiliana Jauhari, ia dilarang meneruskan kiprahnya di Olimpiade London.
Federasi Bulangkis Dunia (BWF), menjatuhkan hukuman diskualifikasi untuk Greysia/Meiliana dan tiga ganda putri lainnya, Jung Kyung-eun/Kim Ha-na, Ha Hung-eun/Kim Min-jung (Korea Selatan), dan Xialo/Yu Yang (China) dengan vonis pelanggaran disiplin.
Keempatnya dianggap melanggar "Code of Conduct" pemain di bawah BWF berturut-turut dengan Pasal 4.5 dan 4.6 yang berisikan "Tidak berusaha sebaik mungkin untuk memenangi pertandingan" dan "Dengan sengaja dan jelas melecehkan dan merugikan olahraga".
Sembilan tahun berselang, Greysia Polii bersama pasangan barunya, Apriyani Rahayu, menebus pengalaman pahit itu di Olimpiade Tokyo.
Setelah insiden pada 2012, Greysia Polii kembali berkancah di Olimpiade, kali ini di Rio de Janeiro, Brasil pada 2016 berpasangan dengan Nitya Krishinda Maheswari. Namun, laju keduanya terhenti di perempat final.
Pasca-Olimpiade Rio, Greysia sempat berpikir untuk gantung raket. Alasannya, Nitya Maheswari memilih gantung sepatu gara-gara cedera serius. Untungnya, Greysia punya pelatih, Eng Hian dan keluarga yang begitu perhatian kepadanya. Dia diminta untuk terus melanjutkan kariernya.
Pertemuannya dengan pebulutangkis berusia 19 tahun, Apriyani Rahayu pada 2017, makin membuatnya mantap untuk tetap eksis di dunia bulutangkis. Keputusan Greysia bertahan dan menyambar peluang berduet dengan Apriyani ternyata menjadi keputusan yang sangat tepat.
Pada 2018, Greysia/Apriyani sukses merajai Thailand Open dan prestasi itu membawanya kembali bangkit.
Greysia/Apriyani berhasil merebut medali emas Olimpiade Tokyo setelah mengalahkan wakil China, Chen Qingchen/Jia Yifan 21-19 dan 21-15 di Musashino Forest Sport Plaza BDM Court 1, Tokyo, Senin (2/8/2021) siang WIB.
Medali emas dari Greysia/Polii adalah yang pertama bagi Indonesia di Olimpiade Tokyo. Greysia/Apriyani juga mencetak sejarah. Keduanya menjadi satu-satunya ganda putri Indonesia yang mampu merebut medali, terutama emas di Olimpiade.
Keberhasilan Greysia/Apriyani juga menjaga tradisi medali emas untuk Indonesia di cabor bulutangkis Olimpiade. Sebelumnya, Indonesia selalu mengirimkan wakilnya pada podium tertinggi, kecuali pada 2012.
Greysia pun bisa gantung raket dengan memori yang sangat manis.
Advertisement
6. Leani Ratri Oktila
Salah satu wakil Indonesia yang menyedot perhatian besar saat ajang Paralimpiade Tokyo 2020 adalah atlet para-bulutangkis Indonesia, Leani Ratri Oktila. Bagaimana tidak, ia berhasil menyabet dua medali emas dan satu perak.
Tak mengagetkan, saat itu Leani mendapat pujian langsung dari Presiden Joko Widodo. Menurut Jokowi, tak ada yang bisa menghentikan Leani.
“Tak ada yang bisa menghentikan Leani Ratri Oktila mendulang medali untuk Indonesia di Paralimpiade Tokyo. Kemarin, ia mempersembahkan medali emas dari bulutangkis ganda putri. Hari ini, dua medali ia raih di dua final,” tulis Presiden saat itu.
Sebelumnya, Leani juga berjaya di Asian Games 2018. Leani berhak meraup bonus besar setelah meraih medali emas pada nomor ganda putri dan ganda campuran bulutangkis, serta meraih medali perak dari tunggal putri.
Berkaca dari kesuksesannya di Asian Para Games 2018, Liani mengajak para penyandang disabilitas untuk selalu yakin dengan kemampuan diri sendiri. "Jangan pernah menutup diri. Kami sama dengan yang lain. Lebih terbuka dengan keluarga, serta saudara dan jangan pernah malu. Penyandang disabilitas pasti punya kemampuan dalam diri masing-masing," tegas dia.
Leani Ratri mengaku menekuni bulutangkis sejak masih kecil. Saat itu kondisinya belum mengalami keterbatasan apapun. Bahkan, saat duduk di bangku kelas VI Sekolah Dasar, prestasi bulutangkisnya sudah menembus level nasional.
Namun, pada 2011 dia mengalami kecelakaan motor di Pekanbaru yang membuatnya patah kaki kiri dan tangan kanan. Meski telah menjalani berbagai perawatan, kaki dan tangannya tak bisa pulih seperti sedia kali.
Setahun berselang Leani akhirnya bergabung menjadi atlet disabilitas. Perlahan namun pasti prestasinya terus menanjak hingga berprestasi di tingkat internasional hingga membanggakan Indonesia.
7. Lalu Muhammad Zohri
Karier Lalu Muhammad Zohri di lintasan atletik mulai disorot setelah meraih medali emas Kejuaraan Dunia U-20 pada 11 Juli 2018 di Tampere, Finlandia. Sprinter asal Lombok itu finis di posisi pertama mengalahkan dua sprinter Amerika Serikat, Anthony Schwartz dan Eric Harrison.
Dalam kejuaraan itu, Zohri bukan sprinter unggulan. Namun, ia sukses menjadi juara dan dengan catatan waktu 10,18 detik, atau hanya selisih satu detik dengan catatan waktu milik pelari legendaris Indonesia, Suryo Agung Wibowo (10,17).
Setelah meraih juara dunia U-20, Zohri dipersiapkan ke Asian Games 2018. Namun, pada ajang ini, PB PASI tak membebani Zohri dengan target medali. Alasannya, Zohri bersaing dengan pelari-pelari senior terbaik Asia macam Su Bingtian (China), Tosin Ogunode (Qatar) dan Ryota Yamagata (Jepang), dan Abdullah Akbar (Arab Saudi).
Pada Asian Games 2018, Zohri lolos ke babak final setelah mengemas catatan waktu 10,24 detik. Dengan catatan waktu itu, Zohri memang diprediksi tak mendulang medali.
Pada final, ia memperbaiki catatan waktu menjadi 10,20 detik. Zohri finis di posisi ketujuh. Medali emas menjadi milik Su Bingtian (9,92 detik) sekaligus memecahkan rekor Asian Games, lalu perak diraih pelari Qatar Tosin Ogunode (10,00), dan perunggu milik Ryota Yamagata (10,00).
Zohri akhirnya mendapat medali perak dari nomor estafet 4x100 meter putra bersama Fadlin, Eko Rimbawan, dan Bayu Kertanegara.
Lalu Muhammad Zohri terus memperbaiki catatan waktunya. Pelari berusia 18 tahun itu memecahkan rekor nasional dengan catatan waktu 10,13 detik pada Kejuaraan Atletik Asia 2019 yang berlangsung di Doha, Qatar, Senin (21/4/2019).
Ia finis di posisi kedua dalam kejuaraan itu. Medali emas menjadi milik sprinter Jepang Yoshihide Kiryu (10,10). Catatan waktu Zohri lebih baik lima detik dari peraih perunggu asal China, Wu Zhiqiang.
Dengan catatan waktu 10,13, Zohri memecahkan rekornas milik Suryo Agung Wibowo yang sudah bertahan 10 tahun. Suryo Agung mencatat 10,17 detik pada SEA Games 2009.
Zohri terus melesat dan kembali memecahkan rekor nasional di Golden Grand Prix Osaka 2019 dengan catatan waktu 10,03 detik. Ia sukses memangkas 0,10 detik.
Zohri finis di posisi ketiga dalam kejuaraan itu. Dengan catatan waktu 10,03 detik, Zohri menembus limit Olimpiade 2020 yang telah ditetapkan, yakni 10,05 detik. Tentu saja, untuk bersaing di Olimpiade 2020 butuh perjuangan dan kerja keras. Paling tidak, dia harus mencapai catatan waktu 9 detik.
Sprinter muda Indonesia, Lalu Muhammad Zohri, harus puas hanya menempati peringkat kelima dalam heat 4 round 1 cabang atletik nomor lari 100 meter putra Olimpiade Tokyo 2020 di Olympic Stadium, Tokyo, Sabtu (31/7/2021). Meski tak berhasil melangkah ke babak selanjutnya, Zohri sukses menorehkan catatan waktu terbaiknya untuk tahun ini.
Lalu Muhammad Zohri yang memiliki catatan personal best 10,03 detik dan season best 10,34 detik, berlomba dengan tujuh atlet lain di heat 4 round 1 nomor lari 100 meter putra. Empat rival di antaranya memang memiliki personal best di angka 9 detik atau lebih baik dari yang dimiliki oleh Zohri jelang lomba di Olimpiade Tokyo 2020 itu berlangsung.
Advertisement
8. Ni Nengah Widiasih
Indonesia mencetak sejarah berkat sosok atlet para angkat berat Ni Nengah Widiasih di ajang Paralimpiade Tokyo 2020.
Ni Nengah Widiasih meraih medali perak di cabang olahraga para angkat berat kelas 41kg putri pada Kamis (26/08/2021).
Catatan ini membuat Ni Nengah Widiasih bukan hanya atlet disabilitas pertama Indonesia yang menyumbangkan medali di ajang Paralimpiade Tokyo 2020.
Ni Nengah Widiasih juga mencatat rekor sebagai atlet Indonesia pertama yang sukses mempersembahkan medali perak di Paralimpiade Tokyo. Ini sekaligus medali perak perak perdana kontingen Indonesia sejak mengikuti multievent empat tahunan ini pada 1992 atau 33 tahun yang lalu.
Lifter Indonesia, Ni Nengah Widiasih, senang dan bangga kerja kerasnya membuahkan hasil berupa medali perak Paralimpiade Tokyo 2020.
Atlet yang akrab disapa Widi itu bangga karena perak yang diraihnya tidak hanya menjadi medali pertama bagi Merah Putih dalam Paralimpiade Tokyo 2020. Itu juga medali perak pertama Indonesia sejak Seoul 1988.
“Yang pasti senang dan bangga. Sesuai target pribadi karena sebelum ke sini saya ada di ranking kedua dunia. China memang tangguh sekali,” kata Widi kepada NPC Indonesia.
“Tapi saya bersyukur karena Merah Putih bisa berkibar dan bisa memperbaiki angkatan saya dari perunggu di Paralimpiade Brasil 2016 dan sekarang perak,” imbuh dia.