Bola.com, Jakarta - Hikayat merupakan satu di antara jenis sastra lama yang berbentuk prosa. Dalam hikayat mengisahkan tentang kehidupan dari kaum bangsawan, keluarga istana, atau orang-orang yang memiliki kehebatan tertentu.
Hikayat mirip dengan cerita sejarah atau riwayat hidup, di dalamnya terdapat hal-hal yang tidak masuk akal dan penuh keajaiban.
Baca Juga
Advertisement
Dalam sebuah hikayat biasanya mengandung nilai-nilai moral yang disajikan dalam bentuk tulisan maupun lisan yang disampaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Biasanya, hikayat digunakan untuk perlipur lara, membangkitkan semangat juang, atau sekadar untuk meramaikan pesta.
Hikayat banyak ditulis dalam bahasa Melayu. Hikayat banyak mengalami proses adaptasi dan terjemahan ke dalam bahasa Indonesia dengan tujuan agar pembaca dapat lebih memahami isinya.
Itulah sedikit pembahasan mengenai teks hikayat. Untuk lebih memahami, kamu bisa mencermati contoh-contohnya pada artikel ini.
Berikut ini empat contoh teks hikayat singkat, terkenal, dan menarik dibaca, dikutip dari laman Karyacombirayang dan Dosenpendidikan, Jumat (26/5/2023).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Hang Tuah
Hang Tuah dikenal sebagai seorang kesatria hebat. Ketika berumur 10 tahun, Hang Tuah dan empat sahabatnya berlayar ke laut China. Dalam perjalanan, mereka diserang oleh gerombolan lanun, tapi mereka dapat melawannya.
Kegigihan dan kehebatan para kesatria tersebut menjadikan mereka sebagai tuan bendara karena menyelamatkan dari serangan pengamuk. Berita tentang kesatria sampai pada telinga raja, hingga mereka diundang ke kerajaan. Baginda raja mengangkat mereka sebagai seorang anak angkat.
Beberapa tahun kemudian, baginda raja berhasil mencari pusat kerajaan yang baru. Baginda raja ingin meminang Raden Galuh Mas Ayu, yang merupakan putri tunggal Seri Betara Majapahit. Sehari sebelum pernikahan, terjadi kegaduhan yang disebabkan oleh Taming sari.
Namun, Hang Tuah berhasil menghalangi dengan menukar keris Taming. Keberhasilan tersebut menjadikan Hang Tuah sebagai seorang laksamana dan mendapatkan hadiah berupa keris Taming.
Bertahun-tahun Hang Tuah menjadi kepercayaan raja dan pasti sangat disayang oleh raja, hingga membuat yang lain merasa iri. Suatu hari, Hang Tuah difitnah telah berperilaku tidak sopan kepada dayang istana. Sebagai hukuman, Hang Tuah pergi meninggalkan istana dan menjadi anak angkat Tun Bija Sura di Indrapura. Selang beberapa lama, Hang Tuah ditarik kembali oleh baginda raja.
Fitnah kedua muncul dan membuat Baginda Raja sangat marah, hingga menyuruh Hang Tuah untuk dibunuh. Berkat Tuan Bendahara, Hang Tuah diminta mengungsi ke Hulu Melaka. Posisi Hang Tuah digantikan oleh Hang Jebat seorang pemabuk berat.
Raja tidak tahan dengan perilaku Hang Jebat dan meminta Hang Tuah untuk mengalahkan Hang Jebat. Pertarungan dua sahabat tidak bisa dihindarkan hingga akhirnya Hang Jebat meninggal dipangkuan Hang Tuah. Kemudian Hang Tuah menjabat sebagai laksamana.
Pada suatu kejadian, saat sang baginda dan isteri berlayar, tiba-tiba mahkota raja jatuh. Hang Tuah telah mencoba berkali-kali, tapi gagal. Akibat serangan dari buaya putih, mahkota dan keris Taming Sari hilang hingga membuat sang baginda dan Hang Tuah menjadi sakit-sakitan.
Walau masih sakit, Hang Tuah tetap melaksanakan perintah baginda raja untuk memimpin perang. Perang antara Portugis tidak ada kalah dan miskin.
Advertisement
Abu Nawas dan Botol Ajaib
Kisah Abu Nawas dimulai ketika Raja Harun Ar-Rosyid memanggil Abu Nawas di istana. Setiba di istana Abu Nawas disambut dengan senyuman oleh baginda raja. Maksud dan tujuan Abu Nawas di panggil ke istana tidak lain untuk menyelesaikan masalah baginda Raja Harun Ar-Rosyid.
Baginda mengalami sakit perut yang cukup sering dan berdasarkan pemeriksaan tabib istana, baginda raja mengalami serangan angin. Abu Nawas hanya terheran dan bingung dengan ucapan baginda.
Kemudian dia memberanikan diri untuk bertanya kepada baginda pekerjaan apa yang sebenarnya akan ditugaskan kepadanya.
"Tangkap dan penjarakan angin itu untukku", perintah baginda sekaligus menjawab pertanyaan Abu Nawas tersebut. Dan betapa terkejutnya Abu Nawas tentang perintah yang diberikan kepadanya. Abu Nawas hanya diberi waktu tiga hari untuk menyelesaikan tugas dari baginda raja tersebut.
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Abu Nawas hanya terdiam dan bingung mencari cara bagaimana mungkin untuk menangkap angin. Padahal, angin adalah sesuatu yang tidak bisa dilihat bahkan ditangkap. Waktu terus berjalan, hingga pada hari kedua Abu Nawas tidak mendapatkan cara untuk menyelesaikan perintah raja. Abu Nawas terus berpikir keras hingga ia tersadar tentang jin yang juga tidak bisa terlihat.
Abu Nawas dengan sangat gembira menyiapkan botol dan bergegas menuju istana untuk bertemu dengan baginda Raja. Saat tiba di istana, baginda langsung bertanya keberadaan angin yang diperintahkan kepada Abu Nawas. Diberikan botol yang dibawa kepada baginda dan menunjukkan bahwa angin ada di dalam botol.
Baginda membuka botol sesuai dengan arahan Abu Nawas. Betapa terkejutnya baginda Raja dengan bau busuk yang keluar dari botol tersebut dan bertanya kepada Abu Nawas bau apa yang busuk itu. Dengan ketakutan, Abu Nawas menjelaskan bahwa itu adalah angin kentut dirinya dan menutup botol agar angin tidak keluar.
Baginda tidak marah karena yang dijelaskan oleh Abu Nawas sangat masuk akal. Ia mendapatkan imbalan karena selesai menjalankan perintah baginda Raja Harun Ar-Rosyid.
Telaga Warna
Kerajaan Kutatanggeuhan memiliki seorang raja bijaksana bernama Prabu Suwartalaya, dengan permaisurinya yang bernama Ratu Purbamanah. Namun, kebahagiaan mereka belum lengkap karena tak kunjung mendapatkan momongan. Pada suatu hari, sang raja bertapa di sebuah gua dan memohon doa akan mendapatkan momongan.
Doa tersebut dikabulkan dan beberapa minggu setelah itu permaisuri hamil. Mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik bernama Putri Gilang Rukmini. Tidak hanya mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tuanya, semua rakyat di Kerajaan Kutatanggeuhan juga sangat menyayangi sang putri. Namun, sikap putri menjadi sangat manja hingga berperilaku kasar.
Pada suatu acara untuk merayakan ulang tahun putri yang ke-17, sang raja mengadakan pesta besar-besaran dan semua rakyat boleh datang. Rakyat sangat antusias dan menyiapkan hadiah istimewa untuk si putri. Mereka membuat kalung yang sangat indah, terbuat dari emas terbaik dengan batu permata yang beraneka warna.
Tibalah saatnya acara dimulai. Semua rakyat berkumpul dan sangat antusias dengan kehadiran raja, permaisuri, dan juga sang putri. Rakyat memberikan kotak berisi kalung kepada raja. Sang raja dan permaisuri memberikan kotak kepada putri dan meminta untuk membukanya. Melihat kalung tersebut, putri enggan untuk membuka dan tidak terlalu tertarik dengan hadiah tersebut.
Di depan rakyat dan kedua orang tuanya, putri membanting kalung hingga jatuh berkeping-keping. Ratu menangis melihat kelakuan putrinya. Semua rakyat juga ikut menangis tiada henti, sampai istana basah oleh air mata. Tiba-tiba dalam tanah keluar air yang sangat deras dan makin banyak. Kerajaan Kutatanggeuhan tenggelam dan tercipta sebuah danau.
Konon danau tersebut sering berubah warna ketika memantulkan cahaya matahari. Warga percaya perubahan warna pada danau dikarenakan kalung dari Putri Gilang Rukmini. Karena perubahan warna itulah, telaga tersebut dinamai Telaga Warna.
Advertisement
Amir
Dahulu kala di Sumatra, hiduplah seorang saudagar bernama Syah Alam. Syah Alam mempunyai seorang anak bernama Amir. Amir tidak bisa mengatur uangnya dengan baik. Setiap hari dia membelanjakan uang yang diberi ayahnya. Karena sayangnya kepada Amir, Syah Alam tidak pernah memarahinya. Syah Alam hanya bisa mengelus dada.
Lama-kelamaan Syah Alam jatuh sakit. Makin hari sakitnya makin parah. Banyak uang yang dikeluarkan untuk pengobatan, tetapi tidak kunjung sembuh. Akhirnya mereka jatuh miskin.
Penyakit Syah Alam makin parah. Sebelum meninggal, Syah Alam berkata, "Amir, ayah tidak bisa memberikan apa-apa lagi padamu. Engkau harus bisa membangun usaha lagi seperti ayah dulu. Jangan kau gunakan waktumu sia-sia. Bekerjalah yang giat, pergi dari rumah. Usahakan engkau terlihat oleh bulan, jangan terlihat oleh matahari".
"Ya, Ayah. Aku akan turuti nasihatmu."
Sesaat setelah Syah Amir meninggal, ibu Amir juga sakit parah dan akhirnya meninggal. Sejak itu Amir bertekad untuk mencari pekerjaan. Ia teringat nasihat ayahnya agar tidak terlihat matahari, tetapi terlihat bulan. Oleh sebab itu, ke mana-mana ia selalu memakai payung.
Pada suatu hari, Amir bertemu Nasrudin, seorang menteri yang pandai. Nasarudin sangat heran dengan pemuda yang selalu memakai payung itu. Nasarudin bertanya kenapa dia berbuat demikian.
Amir bercerita alasannya berbuat demikian. Nasarudin tertawa. Nasarudin berujar, "Begini ya, Amir. Bukan begitu maksud pesan ayahmu dulu. Namun, pergilah sebelum matahari terbit dan pulanglah sebelum malam. Jadi, tidak mengapa engkau terkena sinar matahari".
Setelah memberi nasihat, Nasarudin pun memberi pinjaman uang kepada Amir. Amir disuruhnya berdagang sebagaimana dilakukan ayahnya dulu.
Amir lalu berjualan makanan dan minuman. Ia berjualan siang dan malam. Pada siang hari, Amir menjajakan makanan, seperti nasi kapau, lemang, dan es limau. Malam harinya ia berjualan martabak, sekoteng, dan nasi goreng. Lama-kelamaan usaha Amir makin maju. Sejak itu, Amir menjadi saudagar kaya.
Sumber: Karyacombirayang, Dosenpendidikan
Dapatkan artikel contoh berbagai tema lain dengan mengeklik tautan ini.