Bola.com, Jakarta - Liburan sekolah menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu para pelajar. Hal itu setelah sibuk dengan pelajaran dan tugas-tugas rutin selama berada di sekolah.
Saat masa liburan sekolah, anak-anak tentu akan memiliki banyak waktu luang untuk bersantai di rumah. Banyak anak berharap dapat mengisi liburan dengan berbagai kegiatan yang seru dan menyenangkan.
Baca Juga
Advertisement
Liburan yang seru dan mengasyikkan tak melulu harus diisi dengan berlibur ke luar kota atau pergi berbelanja dengan anggota keluarga.
Anak-anak bisa melakukan banyak hal menyenangkan dengan teman atau keluarga saat masa liburan sekolah.
Setelah liburan sekolah usai, biasanya guru meminta siswanya untuk menuliskan cerita. Namun, tak sedikit siswa yang bingung menulis cerita liburan sekolah.
Berikut ini contoh cerita liburan sekolah yang bisa dicermati, dilansir dari badanbahasa.kemdikbud.go.id, Jumat (2/6/2023).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Cerita Liburan Sekolah: Kabar Kedatangan Sepupuku
Ini adalah ceritaku ketika menemani sepupuku liburan. Sepupuku bernama Akbar. Liburan semester kemarin kami mengunjungi beberapa tempat wisata di Sumatra Barat. Akbar adalah anak dari Etek Eti, adik kandung ibuku.
Seperti dijelaskan ibu, termasuk guruku, bahwa orang-orang dari Suku Minangkabau garis keturunannya merupakan matrilinial atau menurut dari garis ibu. Jadi, Akbar merupakan sepupuku. Sepupu satu suku. Di Minangkabau, ada beberapa nama suku kecil. Ada suku Piliang, Caniago, Bodi, Bendang, Sikumbang, Pisang, Koto, Panyalai, Sumpandang, dan lain-lain.
Aku, seperti kata ibu, berasal dari suku Koto. Kami memang tinggal di Padang. Namun, kami juga mempunyai kampung halaman. Kampung halaman kami berada di Singkarak. Sebuah perkampungan yang berada di Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok. Jaraknya kira-kira dua setengah jam perjalanan dari Kota Padang, ibu kota Provinsi Sumatra Barat.
Itulah sedikit pengantarku tentang hubungan aku dengan Akbar dan Etek Eti. Kata ibu, nama lengkap Etek Eti adalah Yusneti. Panggilan kecilnya "Eti". Ibu dan Etek Eti hanya dua bersaudara. Umur mereka menurut ibuku berjarak satu tahun. Kini umur ibuku sudah 41 tahun dan Etek Eti 40 tahun, sedangkan umurku dan umur Akbar hanya berjarak beberapa bulan saja. Kami sama-sama berumur 12 tahun dan sama-sama akan memasuki kelas 6 sekolah dasar.
Akbar bersekolah di Kota Depok. Jauh sekali, sedangkan aku bersekolah di Kota Padang. Sudah hampir tiga tahun aku tidak bertemu Akbar dan Etek Eti. Terakhir kami bertemu waktu liburan semester, liburan kenaikan kelas. Waktu itu Akbar bersama Etek Eti berkunjung ke rumahku di Padang. Waktu itu kami juga mampir ke kampung halamanku di Singkarak selama tiga hari. Kami tidak banyak berwisata waktu itu. Hanya ke beberapa tempat di Kota Bukittinggi karena Etek Eti memang ingin liburan di kampung halaman, di Singkarak saja, katanya.
Etek Eti, kata ibuku, memang sudah sejak kuliah tinggal di Depok. Ia juga bekerja sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi negeri yang terkenal di Indonesia, berlokasi di Depok. Apakah kalian pernah mengenal Universitas Indonesia? Ya. Di tempat itulah Etek Eti mengabdi sebagai dosen. Kata ibuku, ia adalah dosen di Jurusan Sastra Inggris. Akbar, sepupuku itu, bersekolah tak jauh dari rumahnya. "Rumahku di daerah Beji," katanya kepadaku.
Aku ingat nama daerah itu karena sering kali diulang-ulang oleh ibu sewaktu menelepon Etek Eti. Aku juga pernah mengunjungi rumahnya, tetapi sudah lama sekali, sewaktu aku berumur enam tahun. Waktu itu aku pergi bersama ibu, juga Amak dan Abak. Kata Amak dan Abak, mereka rindu dengan Akbar dan Etek Eti.
Oh ya, Amak itu adalah panggilanku untuk nenek, orang tua perempuan ibuku, sedangkan Abak adalah panggilan untuk kakek, orang tua laki-laki ibuku. Sudah lama sekali aku tidak berkunjung ke rumah Akbar. Suatu saat nanti, aku ingin kembali mengunjungi Akbar, Etek Eti, dan Pak Abdul, ayahnya Akbar. Namun, sebulan lalu, waktu liburan semester, Akbar bersama Etek Eti-lah yang mengunjungi kami ke Padang.
"Fariq... Akbar bersama Etek Eti akan liburan ke Padang minggu depan," kata ibuku sewaktu menerima panggilan telepon dari Etek Eti.
"Kamu mau bicara dengan Akbar?" tanya ibuku
Aku mengangguk. Lalu telepon genggam diberikan ibu kepadaku. "Halo, Fariq. Saya bersama ibu akan ke Padang minggu depan," kata Akbar.
"Iya. Kamu mau jalan-jalan ke mana?" tanyaku.
"Banyak tempat yang ingin aku kunjungi," jawabnya.
"Mudah-mudahan kamu dan Etek Uwo ada waktu menemaniku dan ibu jalan-jalan," kata Akbar lagi.
Akbar memang biasa memanggil ibuku dengan sebutan "Etek Uwo". Artinya, Etek Tua atau bibi tua, mungkin karena ibuku lebih tua dari ibunya.
"Iya. Minggu depan aku kan juga liburan. Nanti aku temani jalan-jalan bersama ibu dan ayah," jawabku kepada Akbar.
"Sampai ketemu di Padang ya? Sudah tidak sabar!" kata Akbar lagi. Lalu kuberikan telepon genggam kepada ibuku. Ibu melanjutkan pembicaraan dengan Etek Eti.
"Minggu depan kita akan menemani Akbar dan Etek Eti jalan-jalan tiga hari. Etekmu cuma bisa libur beberapa hari saja. Tetapi Pak Abdul tidak ikut," kata ibu kepadaku waktu itu. Aku tidak sabar menunggu.
Seminggu lagi kedatangan sepupuku, Akbar, dan Etek Eti. Beberapa nama tempat sudah aku tulis di buku catatan untuk dikunjungi. Aku berandai-andai, mudah-mudahan semua tempat yang aku catat itu bisa dikunjungi. Tiga hari sepertinya sudah cukup. Lalu kutulis beberapa tempat wisata mulai dari Kota Padang. Kemudian, daerah-daerah lain Kabupaten Pesisir Selatan, Bukittinggi, Padangpanjang, Sawahlunto, Batusangkar, dan Pariaman. Untuk sekitar Kota Padang, beberapa tempat memang sudah sering kali aku kunjungi, atau sekadar numpang lewat saja. Namun, tetap aku tuliskan untuk aku perlihatkan kepada Akbar.
Di Kota Padang, aku tulis misalnya: Masjid Raya Sumatra Barat, Gunung Padang dan Makam Siti Nurbaya, Pantai Air Manis. Di Kota Pariaman aku tulis tempat yang harus dikunjungi adalah Pantai Gondoriah. Di Kabupaten Pesisir Selatan tempat yang harus dikunjungi aku tulis Jembatan Akar dan Pantai Carocok di daerah Painan. Padangpanjang dan Bukittinggi aku tuliskan: Air terjun Lembah Anai, Perkampungan Minangkabau, Jam Gadang, Lobang Jepang, Ngarai Sianok, dan Danau Maninjau. Di daerah Payakumbuh aku tuliskan: Ngalau Indah dan Lembah Harau. Di daerah Batu Sangkar aku tuliskan, tempat yang harus dikunjungi adalah Istana Basa Pagaruyung.
Untuk Kota Sawahlunto aku berencana akan mengunjungi Museum Gudang Ransum dan lubang bekas tambang batubara. Yang harus dikunjungi, menurutku, adalah kampung kami di Singkarak. Di sana rumah Amak dan Abak, tidak jauh dari pinggiran Danau Singkarak.
Kemudian, aku berpikir-pikir, apakah semua tempat ini akan bisa kami kunjungi? Beberapa tempat tersebut memang sudah pernah aku kunjungi bersama ibu dan ayah, tetapi belum semuanya. Bahkan, sebagian besar nama tempat itu aku kenal dari buku-buku pelajaran di sekolah.
Aku benar-benar tidak sabar menunggu kedatangan Akbar dan Etek Eti. Barang kali Akbar juga sudah menuliskan beberapa tempat wisata yang akan ia kunjungi. Tentu semua rencana ini tergantung padanya. Sebagai tamu, yang juga sepupuku, tentu ibu akan mengikuti keinginan mereka.
Advertisement
Cerita Liburan Sekolah: Menunggu Kedatangan Akbar dan Etek Eti di Bandara
Waktu yang ditunggu-tungku akhirnya tiba. Sore hari sekitar pukul 17.30 WIB. Hari itu hari Jumat. Aku, ibu, dan ayah berangkat ke bandar udara yang berjarak lebih kurang 30 menit dari rumahku di Kota Padang. Bandar udara itu bernama Minangkabau. Orang-orang memberi singkatan "BIM" Bandara Internasional Minangkabau.
"Jadwal kedatangan Akbar dan Etek Eti, pukul 18.30 WIB. Ada baiknya kita menunggu 30 menit di sana," kata ibu.
Semua perlengkapan liburan telah dimasukkan oleh ibu ke bagasi mobil: pakaian, makanan, dan beberapa keperluan lain. Kami berencana dari BIM akan langsung ke Bukittinggi. Rencana tersebut, kata ibu, sudah dibicarakan dengan Etek Eti. Kami akan menginap semalam di hotel dekat dengan Jam Gadang. Jam yang merupakan ikon kota tersebut.
Aku benar-benar senang waktu itu. Jika tidak salah, perjalanan dari BIM ke Bukittinggi akan memakan waktu lebih kurang dua setengah jam. Aku yakin semua yang kuharapkan tidak akan tercapai. Dari catatanku, aku sudah menuliskan Air Terjun Lembah Anai. Tempat itu tentu akan kami lewati malam hari jika menuju ke Bukittinggi.
"Ibu, kita tidak bisa mampir di Lembah Anai dong kalau malam?" tanyaku pada ibu.
"Nanti ketika balik ke Padang kita akan lewat lagi. Ibu perkirakan kita akan lewat di sana hari Senin sore," kata ibuku. Aku jadi senang mendengar perkataan ibuku. Aku belum sempat bertanya akan pergi ke mana saja kami selama tiga hari itu.
"Nanti, kita tanya lagi sama Akbar dan Etek Eti. Mereka akan jalan-jalan ke mana. Mereka kan tamu kita," kata Ibu kepadaku.
Kami duduk di bangku-bangku persis di depan terminal kedatangan. Pesawat yang ditumpangi Akbar dan Etek Eti tepat jadwal. Dari layar monitor di terminal kedatangan itu aku lihat pesawat yang mereka tumpangi mendarat pukul 18.30 WIB. Lima menit setelah itu keluarlah Akbar dan Etek Eti dari pintu kedatangan. Hampir saja aku tidak mengenali Akbar karena sudah tiga tahun tidak bertemu. Aku lihat tubuh Akbar lebih tinggi dariku. Rasanya, dulu aku lebih tinggi.
Aku langsung menyalami Etek Eti dan Akbar. Ayah dan ibu membantu membawakan barang-barang mereka, tidak banyak. Hanya satu tas besar, dua dus berisi oleh-oleh, dan tas ransel Akbar. Kami langsung menuju tempat ayah memarkirkan mobil. Lalu, kami menaikkan barang-barang dan langsung menuju ke Bukittinggi.
Akbar kelihatan senang sekali sampai di Padang. Begitu juga Etek Eti. Etek bercerita banyak dengan ibu. Cerita tetang banyak hal. Sementara aku langsung menyodorkan kertas catatanku kepada Akbar.
"Ini tempat-tempat yang akan kita kunjungi, sudah aku catat. Tetapi, mungkin tidak semua tempat akan bisa kita kunjungi karena kamu cuma tiga hari liburan di Sumatra Barat," kataku.
"Aku juga punya catatan sendiri," kata Akbar sambil menyodorkan catatannya padaku. "Lho, kok semua tempatnya rata-rata sama?" kataku.
"Mungkin kita baca buku sejarah dan tempat wisata di Sumatra Baratnya sama," kata Akbar bercanda, dan kami pun tertawa karena itu.
Akbar tertidur selama perjalanan ke Bukittinggi. Mungkin karena kecapaian. Melihat Akbar tertidur, aku pun akhirnya tertidur. Tidak terasa, mobil dihentikan ayah di sebuah rumah makan setelah satu setengah jam perjalanan.
"Kita sudah sampai di mana, Ayah?" tanyaku.
"Di Aia Angek, perbatasan Kota Padangpanjang dan Bukittinggi," kata Ayah. "Kita makan dulu, Akbar dan Etek Eti tentu sudah lapar," kata Ayah.
Ternyata mobil diberhentikan oleh ayah di parkiran sebuah rumah makan. Aku memang pernah makan beberapa kali di tempat itu, sewaktu akan keBukittinggi bersama ibu dan ayah.
Seusai makan, perjalanan kami lanjutkan kembali. Kira-kira pukul 21.00 WIB, kami selesai makan. Perjalanan ke Bukittinggi kira-kira 45 menit sampai 60 menit lagi. Aku dan Akbar tidak tidur lagi di dalam mobil.
Kami akhirnya sampai di sebuah hotel di Kota Bukittinggi. Akbar sangat senang ketika melihat Jam Gadang berada persis di depan hotel tempat kami menginap. Ayah mengizinkan kami berjalan-jalan sebentar ditemani Etek Eti di sekitar Jam Gadang. Sementara itu, ayah menyelesaikan urusan administrasi penginapan.
Kami melihat orang-orang masih ramai bermain di sekitar Jam Gadang. Akbar menyempatkan diri berpose dengan kamera digital yang dibawanya. Di sana, kami juga membeli kacang rebus dan Etek Eti membeli pisang panggang. Pisang yang dipanggang di atas bara kemudian dilumuri parutan kelapa yang sudah dilumuri gula aren.
"Etek sudah lama tidak makan ini," kata Etek Eti.
"Aku juga suka sekali psang panggang, Tek," kataku pada Etek Eti. "Ibu sering membelinya di Padang," lanjutku.
Tak sampai 30 menit, kami akhirnya menuju ke penginapan. Ayah memesan dua kamar. Aku meminta istirahat bersama Akbar dan Etek Eti. "Tapi kalian tidak boleh tidur larut malam. Besok kita akan lanjutkan jalan-jalan," kata Ayah.
Mengingat kami akan melanjutkan perjalanan keesokan harinya, kami sampai di kamar langsung tidur. Sebelum tidur, Etek Eti berkata, "besok pagi kita akan ke Lembah Harau di Payakumbuh. Lalu melanjutkan Perjalanan ke Istana Pagaruyung". Aku tak sabar. Akbar juga tidak sabar. Kami tertidur nyeyak sekali malam itu.
Cerita Liburan Sekolah: Menuju Lembah Harau
Kami bangun pagi sekali, kira-kira pukul 06.00 WIB. Pukul 07.00 WIB kami akan langsung berangkat ke Lembah Harau dan diperkirakan akan sampai pukul 08.30 WIB. Hari ini akan menjadi perjalanan panjang. Dari Lembah Harau di Payakumbuh kami akan langsung menuju Istana Basa Pagaruyung.
"Kira-kira dua jam kita di Lembah Harau. Lalu kita akan berangkat ke Istana Basa Pagaruyung di Batusangkar. Perjalanan akan memakan waktu dua setengah jam dari Lembah Harau," kata ayah.
Lalu aku dan Akbar menghitung-hitung perkiraan waktu. Jika di Lembah Harau kita sampai pukul 08.30 WIB, dari sana kita berangkat pukul 10.30 ke Istana Basa Pagaruyung, tentu kita akan sampai lebih kurang pukul 13.00 WIB. Ditambah waktu satu jam, berhenti di jalan, dan makan. Kami akan sampai lebih kurang pukul 14.00 WIB.
Kami menikmati betul perjalanan ini. Pemandangan alam menuju Lembah Harau memang menakjubkan. Dari Bukittinggi, jalan menurun, sawah-sawah menghampar luas, bukit-bukit karang tinggi menjulang. Kota kecil Payakumbuh juga begitu memukau. Masih banyak kendaraan tradisional yang disebut bendi, hilir mudik di kota itu. Diperkirakan Lembah Harau berjarak kira-kira setengah jam dari Kota Payakumbuh.
Akhirnya, kami sampai di Lembah Harau dengan penuh ketakjuban akan ciptaan Tuhan. Akbar benar-benar bahagia dan memotret segala hal. Dalam perjalan aku bertanya pada Akbar, "Apa yang kamu tahu tentang Lembah Harau?"
"Air terjunnya dan perbukitannya," kata Akbar.
Lalu aku bercerita apa yang pernah kubaca di buku pelajaran sekolah. Menurut buku pelajaran sekolahku, Lembah Harau merupakan salah satu tempat wisata populer di Sumatra Barat. Berbagai wisatawan mengunjungi tempat itu, baik wisatawan dalam negeri maupun luar negeri. Belum asyik rasanya bila berkunjung ke Bukittinggi tanpa berkunjung ke Lembah Harau. Dari Kota Payakumbuh, kota terdekat dengan tepat wisata itu, jaraknya kurang lebih 18 kilometer.
Memang seperti yang dikatakan Akbar, tentang air terjun di Lembah Harau, pernah juga kubaca di buku pelajaran sekolahku. Aku memang sudah lama tidak berkunjung ke tempat ini, dulu sekali sewaktukecil. Makanya aku tidak ingat lagi bentuk air terjun di Lembah Harau.
Di Lembah Harau, menurut buku pelajaran yang pernah kubaca, ada beberapa air terjun di Lembah Harau. Di antaranya diberi nama Air Terjun Sarasah,Sarasah Bunta, Sarasa Luluih, Sarasa Murai, dan Air Terjun Akar Berayun. Jarak masing-masing air terjun ini ada yang dekat, ada yang jauh, tapi masing-masing air terjun mempunyai pemandangan yang unik.
Kami sampai di Lembah Harau, telat 15 menit dari perkiraan, yakni pukul 08.45 WIB. Di salah satu air terjun, aku dan Akbar langsung mandi ceburan setelah mengganti pakaian.
Cukup lama kami mandi-mandi ceburan. Lebih kurang 45 menit. Kami juga mendaki satu di antara tempat di sekitar air terjun tersebut. Sebuah bukit karang. Dari atasnya kami bisa memandang alam sekitar Lembah Harau. Kami kelelahan mendaki tangga-tangga itu. Namun, rasa lelah kami terbayar dengan pemandangan itu.
Sumber: badanbahasa.kemdikbud.go.id
Baca artikel seputar contoh lainnya dengan mengeklik tautan ini.
Advertisement