Bola.com, Jakarta - Perfeksionis bisa diartikan sebagai kebutuhan untuk menjadi dan tampak sempurna. Kebanyakan orang menganggap hal ini sebagai sesuatu yang positif daripada sebuah kekurangan.
Padahal, dampak dari karakter perfeksionis adalah stres, cemas, depresi, dan bisa menimbulkan masalah kesehatan mental lainnya.
Baca Juga
Advertisement
Perfeksionis tidak sama dengan berjuang untuk menjadi yang terbaik. Menjadi sempurna bukanlah sesuatu yang sehat, dan kesempurnaan bukan hanya tentang pencapaian.
Maka itu, perfeksionis bukan gangguan kesehatan mental dalam psikologi. Namun, perfeksionis adalah karakter atau sifat dalam diri seseorang untuk terus-menerus sempurna dalam hidupnya.
Agar lebih paham lagi, berikut penjelasan lanjutan tentang perfeksionis, disadur dari Klikdokter, Jumat (16/6/2023).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Ciri-Ciri Perfeksionis
- Tidak akan mengerjakan suatu pekerjaan kecuali tahu hasilnya sempurna.
- Selalu berorientasi pada hasil dan kurang fokus pada proses belajar atau menyelesaikan tugas dengan kemampuan terbaik.
- Tidak melihat tugas orang lain sebagai suatu hasil yang baik dan menempatkan standar sempurna versi diri sendiri.
- Satu di antara karakter perfeksionis adalah suka menunda-nunda. Kamu akan menunda mengerjakan suatu tugas sampai mengerti cara menyelesaikannya dengan hasil yang sempurna.
- Orang perfeksionis juga cenderung suka mengulur-ulur waktu pekerjaan dan menghabiskan waktu lebih lama.
Â
Berikut beberapa contoh perfeksionis lainnya dalam kehidupan sehari-hari:
- Banyak menghabiskan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan sederhana.
- Percaya bahwa kehilangan dua poin dalam ujian adalah tanda kegagalan.
- Selalu bersandar pada standar hidup orang lain atau membandingkan pencapaian orang lain dengan pencapaian diri sendiri.
- Terlalu fokus pada satu hal.
- Cenderung menutup diri dari pergaulan sosial.
Advertisement
Penyebab Karakter Perfeksionis
1. Sering Merasa Takut
Saat kamu sering merasa orang lain tidak setuju dengan pendapatmu, kamu jadi merasa tidak aman dan tidak mampu mengerjakan tugas yang diberikan.
2. Masalah Kesehatan Mental
Beberapa masalah kesehatan mental dapat menjadi penyebab karakter perfeksionis. Misalnya, kecemasan dan gangguan obsesif kompulsif atau OCD.
Kendati hubungan antara OCD dan perfeksionis sudah ditemukan, belum tentu semua orang dengan karakter perfeksionis mengalami OCD, begitu pula sebaliknya.
3. Faktor Keluarga
Kamu bisa jadi perfeksionis jika ajaran orang tua atau keluargamu selalu menunjukkan perilaku serupa.
Mereka akan menampilkan rasa tidak suka saat kamu mendapatkan hasil tidak sempurna. Dampaknya, kamu pun menjadi perfeksionis.
4. Komunikasi yang Buruk
Penyebab perfeksionis juga bisa karena komunikasi yang buruk dengan orang tua maupun keluarga.
Karakter perfeksionis bisa muncul karena kurangnya komunikasi sehingga kamu merasa perlu selalu sempurna.
Cara Mengatasi Perfeksionis
1. Tetapkan Tujuan yang Realistis
Saat tujuan hidupmu tidak tercapai, jangan berkecil hati. Kamu bisa membuat tujuan yang lebih realistis sesuai target waktu yang bisa kamu kelola.
2. Mencoba Hal Baru
Melakukan hobi atau mencoba hal baru bisa membuatmu berdamai dengan keadaan. Kegiatan ini juga bisa meningkatkan kreativitas dan memicu munculnya gagasan baru yang bisa kamu temukan.
3. Melakukan Meditasi
Karakter perfeksionis cenderung menimbulkan pikiran cemas. Kamu akan merenungi kesalahan masa lalu dan berlebihan mengkhawatirkan masa depan.
Bermeditasi dengan memusatkan perhatian bisa melatih untuk melepaskan pikiran-pikiran negatif yang sering muncul.
4. Menjalani Terapi Perilaku kognitif
Kamu bisa mencoba menjalani terapi perilaku kognitif (CBT). Terapi ini bisa membantu mengenali pola pikir negatif yang sering muncul, membantu merencanakan masa depan, menumbuhkan penerimaan diri, serta mengembangkan empati untuk diri sendiri dan orang lain.
Â
Disadur dari: Klikdokter.com (Published:Â 18/10/2022)
Yuk, baca artikel kesehatan mental lainnya dengan mengikuti tautan ini.
Advertisement