Sukses


Contoh Teks Drama 5 Orang yang Menarik untuk Dipentaskan

Bola.com, Jakarta - Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), drama merupakan komposisi syair atau prosa yang menggambarkan kehidupan atau watak melalui tingkah laku atau dialog yang dipentaskan.

Saat memainkan sebuah drama para pemain tentunya perlu mempelajari dan menghafalkan teks drama.

Hal ini agar para pemain dapat mengikuti alur cerita sehingga drama yang ditampilkan saat pementasan bisa berjalan dengan baik dan terstruktur dengan sempurna. Sebab, pertunjukan drama melibatkan konflik dan emosi.

Para pemain yang memerankan drama juga tidak asal-asalan dalam menjiwai karakter yang ia mainkan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa teks drama adalah sebuah teks yang berisikan dialog dengan gambaran karakter-karakter tokoh yang akan dipentaskan.

Berikut ini contoh teks drama lima orang yang bisa dijadikan sebagai referensi, dikutip dari laman Gurupendidikan dan Materibindo, Kamis (10/8/2023).

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 4 halaman

Tentang Kejujuran

- Penokohan

  • Nuri
  • Ahsan
  • Iba
  • Sandi
  • Tasya

- Sinopsis Drama

Nuril, Ahsan, Iba, Sandi, dan Tasya adalah lima orang bersahabat yang sudah berteman sejak mereka kecil. Pada hari itu Nuril kehilangan dompetnya di sebuah taman, kemudian dia menanyakan kepada Ahsan dan Iba apakah mereka menjumpai dompetnya.

Kemudian, Ahsan dan Iba mengatakan ke dia bahwa mereka tidak melihat adanya dompet jatuh pada saat mereka sedang berada di taman.

- Dialog Drama

Nuril: San, kamu kemarin lihat dompet aku, tidak? Soalnya dompet aku hilang, dan sepertinya dompet tersebut jatuh di sekitar taman.

Ahsan: Tidak, aku tidak menjumpai dompet kamu.

Iba: Iya, aku juga tidak melihat dompet. Dompet kamu ada uangnya banyak?

Nuril: Tidak banyak, tapi kan ada banyak barang berharga dalam dompet tersebut.

Sandi yang merasa seperti ada yang tidak beres menaruh rasa curiga kepada Ahsan dan Iba karena pada saat itu tidak ada orang lain di taman kecuali mereka berdua.

Sandi: Apa benar kalian tidak melihat dompetnya Nuril? Bukankah kemarin yang terakhir di taman itu cuma ada kalian berdua.

Ahsan: Jadi kamu menuduh aku?!

Sandi: Tentu saja aku tidak menuduh kamu! Aku kan cuma mau memastikan apakah kamu melihat atau tidak.

Iba: Kalau kamu tidak menuduh, ya nadanya jangan seperti itu! Kamu kan bisa nanya baik-baik.

Melihat Ahsan, Iba, dan Sandi sedang tegang, Nuril pun mencoba mencairkan suasana.

Nuril: Ya sudah... sudah... tidak usah dibahas lagi, mungkin dompetku memang tidak jatuh di taman. Lagian kalau Ahsan dan Iba yang menemukannya pastinya mereka juga kan ngasih tahu aku.

Ahsan dan Iba: Iya, benar itu!

Waktu sudah terlihat makin senja. Mereka berempat pun segera pulang ke rumah masing-masing di mana mereka tinggal satu kampung.

Nuril: Sudah mau malam... Ayo kita pulang.

Sandi: Ya, mari kita pulang.

Ketika mereka beranjak melangkahkan kaki untuk pulang, tiba-tiba datanglah Tasya. Tasya pun bertanya kepada teman-temannya itu, apa yang mereka lakukan di situ.

Tasya: Kalian sedang apa? Sepertinya baru ada "pertemuan penting?"

Nuril: Tidak ada, kamu ini ada-ada saja. Ya biasa, sesama teman kan biasa saling kumpul dan mengobrol.

Kemudian Sandi menceritakan duduk permasalahan yang sebenarnya kepada Tasya. Sandi bercerita kepada Tasya tentang dompet Nuril yang hilang.

Sandi: Begini, dompet Nuril itu jatuh. Perkiraan Nuril jatuhnya di taman, dan setahu aku kemarin itu yang terakhir terlihat di taman itu cuma ada Ahsan dan Iba, jadi Nuril menanyakannya kepada Ahsan dan Iba, tetapi mereka tidak melihat dompet tersebut.

Seketika Tasya ingat, bahwa sewaktu dia lewat depan taman itu kemarin dia melihat Ahsan dan Iba sedang memegang sebuah dompet. Tasya pun menanyakan hal tersebut kepada Ahsan dan Iba.

Tasya: Kalian benar tidak melihat dompetnya Nuril?

Ahsan: Tidak, aku tidak melihat. Kan kalau aku melihat pasti aku kembalikan ke dia.

Iba: Iya, benar kami tidak melihatnya.

Tasya: Terus yang kalian pegang dan kalian cek isinya kemarin itu dompet siapa? Setahuku kalian selama ini tidak pernah memakai dompet, iya kan?

Iba dan Ahsan seketika langsung terdiam dan tidak bisa ngomong apa-apa. Dia tidak menyangka kalau ternyata Tasya mengetahuinya.

3 dari 4 halaman

Arti Seorang Sahabat

- Penokohan

  • Mimi
  • Ami
  • Linda
  • Jovan
  • Dion

- Sinopsis Drama

Pada suatuhari, Mimi mendapati Ami sedang terlihat sangat gelisan. Mimi tertanya-tanya dalam hatinya, ada apa gerangan dengan si Ami. Tak ingin menyaksikan Ami terus menampilkan raut yang menyedihkan, maka Mimi langsung mencari tahu permasalahannya.

- Dialog Drama

Mimi: Ami, kamu kenapa? Kok wajahmu terlihat sangat gelisah sekali? Kamu ada masalah apa?

Ami: Enggak kok, aku enggak ada apa-apa. Aku cuma enggak cukup tidur aja, makanya mukaku terlihat pucat.

Mimi: Masalahnya, muka kamu enggak cuman terlihat pucat, tapi kamu seperti orang yang sedang kebingungan. Ami pun berusaha mengelak.

Ami: Ah, kamu bisa aja sih! Aku enggak kenapa-kenapa kok. Bener aku cuma nnggak cukup tidur aja. Mimi pun terdiam, dan tidak lama kemudian datanglah Linda.

Linda: Hai, kalian lagi pada ngapain di sini? Oww… kamu kenapa, Ami? Kok kamu kelihatan pucat amat?

Mimi: Nah, benarkan, kalau kamu tuh terlihat enggak kayak biasanya. Udahlah, kamu ngomong aja, ada apa sebenarnya?

Linda: Iya Ami, kita ini kan sahabat. Kalau kamu ada masalah, coba cerita ke kami berdua. Kami pasti akan berusaha untuk membantu.

Ami tetap berusaha menutupi masalah yang dihadapinya, karena tidak ingin merepotkan kedua temannya itu.

Ami: Udahlah, aku enggak kenapa-kenapa kok. Kan tadi aku udah bilang, aku enggak cukup tidur.

Linda dan Mimi pun hanya bisa terdiam, dan lima menit kemudian datanglah Jovan dan Dion.

Mimi: Hi, guys... Kalian dari mana?

Jovan: Emm... Kami abis main dari rumah tante aku.

Dion: Iya, tadi aku sama Jovan main sebentar ke rumah tante si Jovan.

Linda: Oh... emang kalian pada ngapain di sana?

Jovan: Enggak papa, cuman silaturahmi aja, cuma udah lama enggak ke sana.

Linda: Oh... gitu, baguslah!

Sama seperti Linda dan Mimi, Jovan dan Dion pun langsung menanyakan sesuatu kepada Ami yang dilihatnya tidak seperti biasanya.

Jovan: Eh... Ami, kamu kenapa?

Ami: Aku kenapa emang?

Dio : Yah... Kamu, orang ditanya bener-bener malah jawabnya gitu lagi!

Linda: Enggak tahu sih Ami nih... aku yakin dia pasti lagi ada masalah, tapi  enggak tahu kenapa dia enggak mau ngomong, padahal kita nih kan sahabat. Jadi, gimana gitu kalau ada seorang sahabat yang enggak terbuka gini.

Mendengar ucapan Linda, Ami pun akhirnya tak kuasa untuk menutupi apa yang sedang dihadapinya.

Ami: Sebenarnya aku enggak mau ngomong masalahaku karena aku enggak mau kalian ikut terlibat dalam masalahaku, tapi karena kalian memaksa aku untuk ngomong, maka aku enggak punya pilihan.

Mimi: Iya, enggak apa-apa, kamu ngomong aja!

Ami: Aku akan berhenti sekolah.

Jovan: Ha… Berhenti sekolah? Maksud kamu apaan?

Dion: Iya, maksud kamu berhenti gimana, Ami?

Ami: Aku enggak mau menambah beban orang tuaku. Mereka bekerja siang-malam demi bisa menyekolahkan aku. Pas aku lihat ibuku sakit semalam, aku enggak mungkin lagi bergantung kepada ibuku.

Keempat sahabat Ami pun terdiam sambil memikirkan jalan terbaik untuk Ami. Jovan kemudian memberikan usulan untuk Ami.

Jovan: Ok Ami, gimana kalau aku coba tanyakan ke tante aku barang kali dia butuh karyawan part time.

Dion: Iya, tante kamu kan punya supermarket.

Linda: Kayaknya itu ide bagus deh. Kalau tante Jovan emang butuh karyawan part time, kamu kan bisa simpan uang kamu untuk biaya sekolah. Kamu maukan, Ami?

Ami menerima penawaran Jovan.

Ami: Baiklah kalau begitu, aku pasti mau kalau tante Jovan emang butuh karyawan part time.

Jovan: Sip! kamu tenang aja, aku yakin tante kubutuh karyawan tambahan soalnya pas aku main ke sana kemarin ada satu karyawannya yang keluar.

Teman-teman Ami akhirnya dengan semringah melihat Ami kembali bisa tersenyum. Ami pun akhirnya diterima bekerja di supermarket tantenya Jovan, dan dia tidak jadi keluar sekolah.

4 dari 4 halaman

Terpisahkan oleh Takdir

- Penokohan

  • Joni
  • Putri
  • Adul
  • Bu Yuli
  • Dokter

- Sinopsis Drama

Joni, Putri, dan Adul saling bersahabat. Walaupun begitu, Joni dan Putri lebih dekat karena mereka berdua sudah bersahabat sejak kecil. Sedangkan Adul bersahabat dengan mereka berdua baru dua tahun yang lalu tepatnya, saat kelas 1 SMA. Suatu hari, Putri tidak masuk sekolah.

- Dialog Drama

Joni: Eh, Putri ke mana ya? Kok dia enggak masuk sekolah?

Adul: Enggak tau nih, tapi kan enggak biasanya Putri enggak masuk. Jangan-jangan Putri kenapa-napa lagi?

Joni: Bagaimana kalau pulang sekolah, nanti kita jenguk Putri di rumahnya. Kamu mau enggak?

Adul: Tapi, tunggu dulu. Hari ini kan ada ekskul Pramuka. Jadi kita pulangnya jam setengah empat.

Joni: Oh iya, kalau begitu nanti saja setelah selesai ekskul, kita baru ke rumah Putri.

Adul: OK! Ashiaap.

Sepulang sekolah, Joni dan Adul mengikuti ekskul Pramuka. Akhirnya jam setengah empat ekskul selesai dan mereka segera pulang. Namun, di tengah perjalanan ke tempat parkir, mereka melihat seorang gadis yang sedang berdiri di pinggir lapangan basket.

Adul: Dia siapa ya?

Joni: Murid pindahan mungkin (memperhatikan gadis yang sedang membelakangi mereka).

Adul: Kalau dia murid pindahan, kok dia ada di sekolah saat jam ekskul basket?

Joni. Tau. Kita samperin yuk!

Adul: Bentar-bentar.

Tiba-tiba HP Adul berdering.

Adul: Duh, Jon, sepertinya aku enggak bisa ikut jenguk Putri. Soalnya kakakku WhatsApp, katanya dia mau ke bandara jemput temannya yang datang dari luar kota. Aku disuruh menemani adikku di rumah. Maaf ya. Sampaikan salamku untuk Putri ya.

Joni: Ya udah deh, engga papa kok.

Adul: Kalau gitu. aku pergi dulu ya.

Joni: Ya, hati-hati di jalan.

Kemudian, Joni menghampiri gadis yang ada di pinggir lapangan tersebut untuk menjawab rasa penasarannya.

Joni: (Bergumam karena penasaran) kok dia mirip Putri ya? Putri (memanggil gadis tersebut)

Putri: (berbalik) Joni?

Joni: Put, kamu kok enggak masuk sekolah? Terus kenapa kamu jam segini di sekolah?

Putri: (Menggenggam secarik kertas) Aku datang ke sekolah karena aku mau kasih tahu sesuatu ke kamu.

Joni: Kasih tahu apa?

Putri: Aku mau ngucapin terima kasih karena selama ini kamu sudah baik banget sama aku. Kamu sudah mau jadi sahabat aku, pengertian samaku, dan aku juga minta maaf kalau aku punya salah samamu.

Joni: Kamu kenapa, Put? Kenapa kamu bilang begitu? Apa yang kamu sembunyiin dariku?

Putri: (Menangis tersedu-sedu) Aku enggak tahu apa yang harus aku lakukan untuk ngebalas semua kebaikanmu di sisa-sisa waktuku ini.

Joni: Sisa-sisa waktu? Maksudnya apa? Memangnya kamu mau kemana?

Putri: Kamu tahu kan kalau kepalaku sering sakit?

Joni: Iya. Terus kenapa memangnya?

Putri: Karena aku udah enggak tahan sakitnya, kemarin aku periksa ke dokter, terus saat itu juga dokter menyuruhku untuk dironsen, dan tadi pagi aku ambil hasil ronsennya.

Joni: Terus, bagaimana hasilnya?

Putri tak menjawab pertanyaan Joni. Langsung saja Joni merebut secarik kertas yang sedari tadi digenggam oleh Putri.

Joni: Apa? Ini enggak mungkin. Saudari Putri Salsabila positif mengidap kanker otak? Kamu bohong kan, Put?

Putri: Kamu bisa lihat sendiri kan jon. Itu semua bukan rekayasa. Hidupku sebentar lagi berakhir. Sebentar lagi aku akan ninggalin kamu untuk selama-lamanya. Harapan hidupku sudah kecil banget.

Joni: Enggak, kamu enggak boleh bilang begitu, kita enggak boleh pisah, enggak boleh.

Putri: Tapi, Jon, setiap ada pertemuan, di situ pasti ada perpisahan.

Joni: Enggak, aku enggak mau Put. Aku enggak mau pisah sama kamu.

Tiba-tiba Putri merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya. Lalu pingsan.

Putri: (Memegangi kepalanya) Aw, sakit. Kepalaku sakit jon.

Joni: Put, kamu kenapa? (menopang tubuh Putri yang pingsan) Put, bangun Put! Bangun! Ya Tuhan, Putri kenapa? Tolong... Tolongg.

Putri pun segera dilarikan ke rumah sakit. Kemudian, Putri segera ditangani oleh dokter. Joni pun menelfon ibu Putri, Bu Yuli agar segera datang melihat keadaan Putri.

Joni: Hallo, Bu Yuli

Bu Yuli: Hallo, ada apa Joni?

Joni: Ibu bisa datang ke rumah sakit Sehat Sejahtera?

Bu Yuli: Memangnya kenapa nak?

Joni: Putri pingsan bu. Saat ini ada di rumah sakit.

Bu Yuli: Ibu secepatnya kesana. Terima kasih sudah memberi tahu, Nak.

Joni: Iya Bu, sama-sama.

Tak lama kemudian, Bu Yuli pun datang. Setelah 1 jam menunggu, akhirnya dokter pun telah selesai memeriksa keadaan Putri. Namun, dokter terlihat tidak bahagia.

Bu Yuli: Dok, bagaimana keadaan anak saya?

Dokter: Sebelumnya saya minta maaf yang sebesar-besarnya, saya sudah bekerja dengan semaksimal mungkin, tapi saya bukanlah Tuhan yang bisa mengubah jalan hidup seseorang. Maaf, anak ibu tidak bisa diselamatkan. Kondisinya sudah sangat kritis, dan sel kanker tersebut telah menyebar ke seluruh tubuhnya.

Bu Yuli: Maksud dokter, Putri meninggal?

Dokter: Saya sudah berusaha Bu, ini sudah takdir.

Bu Yuli: Putri, ini tidak mugkin, tidak mungkin.

Dokter pun pergi meninggalkan Joni dan Bu Yuli. Joni pun menghampiri Bu Yuli yang sedang meratapi kepergian Putri.

Joni: Ibu yang sabar ya Bu. Saya yakin di balik semua ini pasti ada hikmah yang bisa dipetik.

Bu Yuli: Terima kasih Nak, selama ini kamu sudah jadi sahabat terbaik Putri.

Joni: Sudah bu, saya juga sedih atas kepergian Putri.

Bu Yuli: Semoga Putri tenang di sisi-Nya.

Joni: Aamiin...

Keesokan harinya, jenazah Putri sudah sampai di pemakaman.

Adul: Joni! (berlari dengan terengah-engah) Aku sudah dengar kabar dari teman-teman kalau Putri meninggal karena kanker otak.

Joni: Iya. Hari ini akan dimakamkan.

Adul: Kalau begitu, ayo kita pergi ke pemakaman Putri. Aku ingin melihatnya untuk terakhir kalinya.

Joni: Ya, ayo (bergegas menuju pemakaman).

Sesampai di pemakaman, Joni dan Adul melihat Bu Yuli yang berlinang air mata.

Joni: Putri, kenapa kamu cepet banget ninggalin aku? Aku nggak mau pisah samamu.

Adul: Sudahlah jon, kita harus relakan kepergian Putri. Ini semua sudah takdir.

Joni: (menangis sambil memandangi batu nisan Putri) Putri, kenapa kamu pergi sebelum aku bisa bahagiain kamu. Asal kamu tahu, Put, di hatiku enggak ada sahabat sebaik kamu. Kamu itu sahabat sejatiku yang selalu menemaniku dalam suka ataupun duka. Put, semoga kamu tenang di alam sana. Aku harap, kamu ngga lupakan aku dan Adul karena kami juga nggak akan pernah melupakanmu. Selamat jalan ya sahabat! (Beranjak pergi meninggalkan rumah abadi milik sahabatnya).

 

Sumber: Gurupendidikan, Materibindo

Dapatkan artikel contoh berbagai tema lain dengan mengeklik tautan ini.

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer