Bola.com, Jakarta - Puisi satire biasa digunakan mengkritik. Tak heran banyak penyair yang membuat puisi ini untuk menyindir pemerintah.
Hal ini senada dengan definisi puisi satire, yaitu puisi yang berisi sindiran halus atau kritik kepaa penguasa atau orang yang memiliki kedudukan.
Baca Juga
Advertisement
Adapun definisi lain puisi satire ialah satu di antara jenis puisi yang bersifat menyindir atau mengkritikan atas sebuah fenomena yang terjadi.
Sering kali, puisi jenis tersebut disampaikan dengan kata-kata yang penuh ironi, sarkasme, dan sedikit parodi di dalamnya.
Unsur parodi pada puisi satire bisa muncul secara tak langsung atau tersirat dan ada yang memang sengaja dituangkan oleh si penulis.
Seiring perkembangan zaman, puisi satire tidak hanya menyindir pemerintah. Terkadang digunakan untuk menyindir perilaku orang lain atau atau pihak tertentu.
Berikut lima contoh puisi satire yang menarik dibaca, dikutip dari laman Borneosembilandua dan Pantuncinta2000, Senin (11/9/2023).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Teman
Kau teman yang setia
Selalu berbagi suka dan duka
Bagaikan satu hati dua raga
Selalu bersama ke mana-mana
Apa yang kupunya milikmu juga
Hingga segalanya engkau bawa
Tanpa pernah permisi lagi
Engkau bawa lalu pergi.
Advertisement
Syair Orang Lapar
Lapar menyerang desaku
Kentang dipanggang kemarau
Surat orang kampungku
Kuguratkan kertas
Risau
Lapar lautan pidato
Ranah dipanggang kemarau
Ketika berduyun mengemis
Ke sinikan hatimu
Kuiris
Lapar di Gunungkidul
Mayat dipanggang kemarau
Berjajar masuk kubur
Kau ulang jua
Kalau.
Indonesia yang Kaya
Indonesia negeri yang kaya
Bertumpuk-tumpuk hutangnya
Emas minyak dijual
Tapi untungnya entah ke mana
Gunung-gunung dihabiskan
Pasirnya dijual
Ikan di laut dikuras
Tapi untuk orang asing.
Advertisement
Satu Jam bersama Rakyat
Berkacamatalah dengan pantatku
Namaku bukan untukmu
Tempatkanlah
Di sisi mana
Cari sendiri, kau bukan binatang
Tak perlu di atur seperti binatang
Cumi–cumi jalan miring
Kau lebih pandai dari cumi–cumi
Jalanmu lurus tapi berbau busuk
Lidahmu mengambang
Di lalap api kebohongan
Aku berdiri di sini
Menyaksikan dengan rakyat
Betapa indahnya tenggorokanmu
Berbicara tentang kebohongan
Perutmu pun ikut bicara
Penamu pun ikut bicara
Jarimu pun ikut bergerak
Kakimu pun menyertainya
Mata telinga mu pun jadi saksi
Mulutmu tidak bisa diam
Hambir sama dengan ketutku
Berbau busuk
Pantatku lebih indah dari mulutmu
Aku berdiri
Menyaksikan kepahitan rakyat
Aku pun tidak bisa berbuat apa–apa
Kalian lebih tau dari pada aku
Ini suara kami
Meraung–raung
Tidak seperti kalian menjilat–jilat
Pantatku yang menjijikkan
Semoga kalian mendengar
Tak mengurusi perut kalian lagi.
Otak Sudah ke Dengkul
Jika tiba-tiba kami melawan
Itu karena lapar telah dibangunkan
Dan perut kami yang lengket
Menagih waktu untuk cerewet
Jika mendadak kami protes
Itu karena minum tinggal setetes
Dan kantong kami yang kempes
Tak kuat lagi membeli segelas es
Jika kami serentak berdemo
Itu karena mata bosan melongo
Dan tampang kami yang bego
Ingin juga berlagak sontoloyo
Jika kami bersegera kumpul
Itu karena otak sudah ke dengkul
Dan logika kami yang tumpul
Tidak mau lagi dipaksa mandul.
Sumber: Borneosembilandua, Pantuncinta2000
Dapatkan artikel contoh berbagai tema lain dengan mengeklik tautan ini.
Advertisement