Bola.com, Jakarta - Cerita sejarah pribadi dapat digolongkan sebagai cerita sejarah nonfiksi, yakni cerita yang benar-benar nyata. Sebab, cerita pribadi sejarag merupakan teks yang diceritakan dengan imajinasi penulis berdasarkan fakta peristiwa atau pengalaman yang bersangkutan di masa lalu.
Adapun cerita sejarah pribadi digunakan untuk mengamati, mempelajari, dan mengambil hikmah atas peristiwa yang telah terjadi.
Baca Juga
Advertisement
Cerita sejarah pribadi memiliki latar waktu, latar tempat, dan unsur penting lainnya yang membangun isi cerita.
Nah, bagi kamu yang tertarik membuat cerita sejarah pribadi, sebaiknya mencermati dengan benar contoh-contohnya, seperti di bawah ini.
Berikut lima contoh cerita sejarah pribadi yang bisa menjadi referensi belajar, dikutip dari laman Deckarenas dan Belajargiat, Rabu (4/10/2023).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Kenangan Berharga yang Tidak Terlupakan
Saya bernama Minarti Atikah Dewi, biasa dipanggil Tika, anak keempat dari lima bersaudara. Saya lahir di Malang, 11 Januari 1998, dan kini tinggal dan bekerja di Surabaya.
Masa kecil saya cukup menyenangkan, saya masuk ke taman kanak-kanak tahun 2003, dan selalu diantar setiap pagi oleh ayah dan siang harinya giliran ibu yang menjemput saya pulang sekolah.
Ayah saya adalah seorang petani yang sehari-hari pergi ke sawah untuk bercocok tanam, sedangkan ibu adalah seorang ibu rumah tangga, tapi juga membuka warung kecil-kecilan di rumah.
Saat libur tiba, saya biasanya akan ikut ayah ke sawah, bukan untuk membantu, tapi hanya bermain-main di sekitar sawah, setelah itu biasanya ayah juga akan mengajak saya untuk mandi dan main air di sungai.
Setelah saya lulus TK, saya melanjutkan pendidikan di sebuah SD Negeri yang letaknya cukup dekat dari rumah. Saat saya masuk SD, saya sudah tidak pernah lagi diantar jemput oleh ayah dan ibu karena saya selalu berangkat dan pulang bersama dengan Sari, tetangga yang juga menjadi sahabat saya hingga saat ini.
Bersama Sari, saya juga duduk satu meja dengannya, mulai kelas 1 hingga kelas 6 SD. Sayangnya, setelah lulus SD, saya dan Sari harus berpisah sekolah.
Saya melanjutkan pendidikan, di SMP Negeri 3 Malang sedangkan Sari melanjutkan pendidikannya ke MTS Muhammadiyah Malang. Di SMP, saya mendapatkan banyak teman baru dan tentunya kenangan-kenangan bersama teman-teman itu tidak mudah untuk terlupakan.
Satu di antara kenangan yang sulit dilupakan itu adalah ketika masa orientasi siswa dan saya cukup sering dikerjai oleh kakak kelas.
Lulus SMP, ayah memutuskan untuk menyekolahkan saya di Surabaya sehingga saya harus lebih mandiri, walau sebenarnya di Surabaya saya masih tinggal dengan saudara, yaitu dengan keluarga kakak pertama saya.
Satu hal yang paling menyenangkan adalah ternyata Sari juga akan bersekolah di Surabaya. Sebab, ayah Sari dipindah tugaskan ke Surabaya sehingga mau tidak mau Sari harus ikut juga.
Nah, di SMA 9 Surabaya inilah saya dan Sari akhirnya melanjutkan pendidikan di sekolah yang sama. Masa-masa SMA juga cukup menyenangkan dan sulit dilupakan.
Masa-masa sekolah mulai dari TK, SD, SMP hingga SMA cukup banyak kenangan yang tercipta. Suka duka bersama teman-teman memang begitu berharga, apalagi hingga saat ini saya juga masih sering berkomunikasi dengan teman-teman sekolah khususnya Sari yang masih menjadi sahabat saya sampai detik ini.
Advertisement
Pengorbanan Pendidikan untuk Adam
Saya Adam Nur Alam, biasa dipanggil Adam. Saya lahir dan besar di Kota Pelajar, Yogyakarta. Sebagai anak bungsu dari enam bersaudara yang lahir pada 2 April 1991, saya "dipaksa" untuk berjuang agar bisa sekolah dan menyelesaikan pendidikan hingga lulus sekolah menengah.
Tahun 1997 adalah tahun yang tidak akan pernah terlupakan. Kakak saya yang tertua berlari-lari mengajak saya ke satu di antara TK di desa yang lokasinya cukup jauh.
Saya ingat betul bahwa hari itu adalah batas akhir pendaftaran masuk TK. Sambil mengusap keringat, kakak menyodorkan amplop warna cokelat sambil sesekali memohon keringanan pada bapak tua berseragam cokelat, yang saya ketahui sebagai kepala sekolah.
Saya yang tidak tahu apa-apa, hanya pasrah. Setelah proses negosiasi selesai, kakak mendekati saya sambil tersenyum dan mengatakan bahwa saya sudah bisa masuk TK.
Rasa bahagia tidak terkira memenuhi rongga dada. Saya tidak menyangka bahwa anak miskin seperti saya yang sehari-hari makan nasi serta garam bisa mengenyam bangku sekolah.
Kehidupan studi saya berjalan lancar. Setiap hal yang berkaitan dengan kebutuhan sekolah pasti dipenuhi oleh kakak sekalipun harus berutang.
Saya memanfaatkan fasilitas yang diberikan kakak untuk belajar sebaik mungkin. Saat di SD, saya memberanikan diri untuk mengikuti perlombaan di bidang matematika, mata pelajaran favorit saya.
Siang malam saya berlatih agar bisa menjadi juara dan mendapatkan uang. Para guru mulai melirik potensi yang saya miliki. Mereka semakin sering mengikutkan saya pada ajang perlombaan di tingkat kabupaten, bahkan nasional.
Hasilnya pun tidak pernah mengecewakan. Mungkin itulah yang membuat saya dapat diterima di SMP tanpa tes dengan mudah. Rasa bangga diterima di satu di antara SMP favorit kabupaten membuat saya semakin giat belajar.
Selama menempuh studi di sana, saya selalu mendapatkan peringkat pertama. Setelah menyelesaikan studi di SMP, saya meneruskan pendidikan di SMA dengan beasiswa dari pemerintah kabupaten.
Prestasi saya selama di SMA juga tidak jauh berbeda dengan prestasi saat berada di SMP. Sama-sama membanggakan.
Bersyukur Bisa Kuliah
Aku adalah seorang anak yang tumbuh dengan serba kekurangan. Ayahku sudah meninggal sejak usiaku sembilan tahun, sedangkan ibuku bekerja sebagai buruh laundry.
Penghasilan yang pas-pasan membuat hidup kami sangat sederhana. Hingga akhirnya, kakakku memutuskan untuk bekerja sebagai TKW di Taiwan.
Semenjak itu, kehidupan keluarga kami lebih baik dari sebelumnya. Ibu tetap bekerja, tapi penghasilannya ditabung untuk biaya sekolahku.
Kami makan untuk sehari-hari dengan uang yang kakakku kirimkan. Beberapa tahun kemudian, aku duduk di bangku kelas 12.
Pada masa ini, banyak siswa dihadapkan pada kebimbangan dalam memilih jalan hidup. Entah itu bekerja, kuliah, atau bahkan menikah.
Ibuku menyuruh untuk bekerja sebagai TKW seperti kakakku karena gajinya cukup besar jika dirupiahkan. Namun, aku tidak ingin bekerja kasar.
Aku sadar bahwa rantai kemiskinan diawali karena minimnya ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, aku memilih untuk kuliah.
Ibu sempat sedih mendengar keinginanku. Mengingat, kuliah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi jika kuliah di luar kota maka harus mempertimbangkan biaya kos, makan, dan sebagainya.
Namun, aku meyakinkan ibuku bahwa aku tidak akan membutuhkan biaya besar dalam kuliah. Aku akan mencari beasiswa untuk meringankan beban beliau.
Beruntungnya, aku benar-benar mendapatkan beasiswa "Bidik Misi" yang membantuku untuk memenuhi biaya UKT dan biaya hidupku di tanah rantau.
Aku memilih jurusan akuntansi di Universitas Brawijaya. Sesekali, aku juga mengikuti Lomba Karya Ilmiah dan Kontes Debat.
Pengalaman-pengalaman tersebut membentuk pribadiku menjadi lebih berani dan percayalah diri. Kuliah memang dapat mengubah mindset seseorang seperti halnya yang aku rasakan saat ini.
Singkat cerita, aku lulus kuliah 3,5 tahun dengan predikat "cumlaude" dan akhirnya bekerja di Kementerian Keuangan.
Pengalaman sebagai orang yang serba kekurangan semasa hidup telah mengantarkanku menjadi pribadi yang tahan banting dan tidak mudah menyerah meraih mimpi. Ibu dan kakakku sangat bangga denganku.
Advertisement
Masa Kecil
Namaku Samantha Rachel, biasa dipanggil Rahel. Aku merupakan anak tunggal, dan kata ibuku, saat kecil aku sangat hobi minta diberi kado dari orang tuaku. Kata ibu, aku adalah anak yang ceria dan menyenangkan, bahkan aku memiliki banyak teman bermain.
Hari itu merupakan hari ulang tahunku yang keenam, aku sangat bahagia karena aku merayakannya bersama kedua orang tuaku dan teman-temanku. Sebelum aku merayakan ulang tahunku sore hari di rumah, ulang tahunku bersama teman-temanku di SD.
Di sekolahan, saat itu hanya perayaan kecil-kecilan karena ibuku hanya membagikan bingkisan jajan untuk semua teman-teman kelasku.
Saat itu aku sangat gembira karena semuanya menyanyikan lagu ulang tahun untukku. Sore harinya, aku juga merayakan ulang tahun di rumah bersama teman-teman yang ada di kompleks rumahku.
Ibuku sudah menyiapkan kue ulang tahun yang sangat lucu dan aku tidak sabar untuk meniup lilin. Kebahagiaanku semakin bertambah ketika aku mendapatkan bingkisan kado dari teman-teman.
Kala itu rasanya aku tidak sabar untuk segera membuka semua kado dari teman-temanku karena aku penasaran dengan apa isinya. Perayaan ulang tahun selesai, aku membuka semua kado dan ternyata hadiahnya bermacam-macam.
Ada yang memberikan kado buku, tempat pensil, mobil-mobilan, boneka, dan masih banyak lagi yang lainnya. Hari itu merupakan hari yang tak akan aku lupakan karena aku mendapatkan banyak sekali hadiah yang sangat istimewa.
Ternyata kegembiraanku tidak sampai situ saja karena ayahku memberikan hadiah yang sangat spesial yaitu sepeda roda dua. Itu adalah kado yang aku nanti-nantikan sejak perayaan ulang tahun sebelumnya.
Namun, ayahku memberikan tantangan kepadaku agar aku bisa menjadi juara satu di kelas. Aku sangat bersemangat karena aku bisa mendapatkan kado spesial yang aku impikan.
Untuk itu, aku berusaha untuk mematuhi ayah dan ibu serta arahan dari bu guru di SD supaya aku menjadi murid teladan. Di setiap buku penilaian, aku mendapatkan nilai bintang lima. Aku pun menjadi juara kelas. Ayah dan ibuku sangat bangga kepadaku.
Hal itu menjadi pengalaman yang tak pernah terlupakan untukku. Kebahagiaanku merayakan hari ulang tahunku, mendapatkan kado spesial, dan bisa menjadi juara kelas seperti tantangan yang diberikan ayah.
Ayah mengajarkanku bahwa ketika aku ingin mendapatkan sesuatu maka tidak ada yang cuma-cuma, tetapi harus ada yang aku capai untuk menebusnya.
Menjadi Orang Sukses adalah Impianku
Aku adalah seorang gadis yang lahir di Trenggalek, Jawa Timur, tahun 1999. Aku dibesarkan dalam keluarga yang sederhana, tapi berkecukupan.
Ayahku adalah seorang montir yang bekerja di satu di antara bengkel di kotaku. Sedangkan ibuku berjualan soto ayam. Meski berasal dari keluarga yang sederhana, aku memiliki mimpi yang tinggi untuk menjadi orang sukses.
Aku ingin membahagiakan kedua orang tuaku dengan menjadi orang yang dapat membantu orang lain. Masalahnya adalah aku memiliki keterbatasan fisik.
Aku terlahir sebagai anak yang buta warna sehingga memiliki kesulitan dalam mengenali jenis-jenis warna melalui indra penglihatanku.
Semuanya terlihat seperti hitam putih sehingga aku merasa bahwa hidupku sangat membosankan dan menyedihkan. Keterbatasanku ini juga berdampak pada lingkungan sosialku yang membuat aku minder.
Saat teman-teman membicarakan warna saat memilih baju, aku hanya bisa diam saja. Tidak hanya itu, saat di kelas pun aku juga sering salah dalam menyebutkan warna ketika ditanya oleh guru.
Akhirnya, aku berkata jujur bahwa aku memiliki mata yang buta warna. Teman-teman seperti tidak percaya dengan apa yang aku katakan. Mereka terlihat seperti iba sekaligus merasa bersalah.
Guruku akhirnya memaklumi kekuranganku dan tidak bertanya apa pun kepadaku tentang warna suatu benda atau objek. Meskipun demikian, aku tetap merasa pesimistis karena menganggap bahwa masa depanku akan terasa suram dengan kekuranganku ini.
Aku tidak akan bisa menjadi profesi apa pun yang memiliki martabat yang dapat mengangkat derajat orang tuaku. Suatu hari, guru Bimbingan Konseling (BK) memberikan konseling dan sesi diskusi untuk setiap anak.
Saat tiba giliranku, aku diminta untuk bercerita mengenai kesulitan dalam mengikuti proses belajar. Aku pun menceritakan apa adanya semua yang aku rasakan. Aku juga mengungkapkan keresahanku tentang masa depanku.
Akhirnya, guruku memberikan solusi atas permasalahan yang aku hadapi. Beliau berkata bahwa aku bisa bekerja di perusahaan asuransi asalkan aku ikut kuliah terlebih dahulu.
Ada satu di antara kampus swasta di kotaku yang memberikan beasiswa untuk mahasiswa berprestasi. Singkat cerita, aku kuliah dengan mengambil jurusan akuntansi sesuai dengan arahan guru BK.
Aku memang memiliki beberapa kesulitan dalam belajar, tapi para dosen selalu bersedia membantuku. Sekarang, aku sangat bersyukur bisa bekerja di satu di antara perusahaan asuransi ternama di kotaku.
Meskipun memiliki keterbatasan, aku dapat membuktikan kepada orang lain bahwa aku bisa meraih cita-citaku dan membahagiakan orang tuaku.
Sumber: Deckarenas, Belajargiat
Dapatkan artikel contoh berbagai tema lain dengan mengeklik tautan ini.
Advertisement