Bola.com, Jakarta - Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar atau membaca cerita lucu. Satu di antara cerita lucu yang menghibur dan banyak digunakan di masyarakat adalah anekdot. Apa itu teks anekdot?
Teks anekdot adalah jenis teks yang berbentuk cerita yang mengandung humor sekaligus kritik. Lantaran berisi kritik, anekdot sering kali bersumber dari kisah-kisah faktual dengan tokoh nyata yang terkenal.
Baca Juga
Advertisement
Teks anekdot tidak semata-mata menyajikan hal-hal yang lucu-lucu, guyonan, ataupun humor saja. Namun, terdapat tujuan lain di balik cerita lucunya itu, yakni berupa pesan yang diharapkan bisa memberikan pelajaran.
Gaya penuturan dalam teks anekdot biasanya ringan dan santai. Teks anekdot juga tidak memiliki struktur formal yang ketat seperti esai atau artikel ilmiah.
Itulah sedikit penjelasan tentang apa itu teks anekdot. Untuk lebih jelasnya, ketahui fungsi teks anekdot, struktur, kaidah kebahasaan, hingga contohnya.
Berikut ini fungsi teks anekdot, struktur, kaidah kebahasaan, cara penulisan, dan contohnya yang perlu diketahui, dilansir dari sman1kutasari.sch.id, Selasa (10/10/2023).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Fungsi Anekdot
Berdasarkan fungsinya, teks anekdot sama-sama termasuk teks berbentuk cerita (narasi, story genres) seperti halnya cerita pendek, cerita ulang, dan novel. Di dalamnya mengandung unsur-unsur naratif, seperti tokoh, alur, dan latar.
Anekdot berfungsi untuk menyampaikan sebuah cerita, baik fiksi ataupun nonfiksi, sehingga pembaca seolah-olah menyaksikan peristiwa yang diceritakan itu.
Hanya, dibandingkan dengan teks cerita lainnya, anekdot memiliki kekhususan, yakni mengandung unsur lucu atau humor.
Kelucuan dalam teks anekdot tidak sekadar untuk mengundang tawa. Di balik humornya itu ada pula ajakan untuk merenungkan suatu kebenaran.
Advertisement
Stuktur Teks Anekdot Â
Abstraksi
Abstraksi merupakan pendahuluan yang menyatakan latar belakang atau gambaran umum tentang isi suatu teks.
Orientasi
Orientasi merupakan bagian cerita yang mengarah pada terjadinya suatu krisis, konflik, atau peristiwa utama. Bagian inilah yang menjadi penyebab timbulnya krisis.
Krisis atau komplikasi
Krisis atau komplikasi merupakan bagian dari inti peristiwa suatu anekdot. Pada bagian itulah adanya kekonyolan yang menggelitik dan mengundang tawa.
Reaksi
Reaksi merupakan tanggapan atau respons atas krisis yang dinyatakan sebelumnya. Reaksi yang dimaksud dapat berupa sikap mencela atau menertawakan.
Koda
Koda merupakan penutup atau kesimpulan sebagai pertanda berakhirnya cerita. Di dalamnya dapat berupa persetujuan, komentar, ataupun penjelasan atas maksud dari cerita yang dipaparkan sebelumnya.
Bagian ini biasanya ditandai oleh kata-kata seperti; itulah, akhirnya, demikianlah. Keberadaan koda bersifat opsional, bisa ada ataupun tidak ada.
Sebagai suatu jenis teks cerita, struktur anekdot sama seperti jenis cerita (story genres) lainnya yang tidak harus terpaku pada struktur baku. Penulis memiliki kebebasan dalam menentukan strukturnya (licentia poetica).
Itulah mengapa, struktur teks anekdot sangat beragam. Tidak sedikit anekdot yang tidak memiliki abstrak. Tiba-tiba saja dalam anekdot itu tersaji suatu orientasi, tanpa penjelasan situasi atau latar belakangnya.
Kaidah Kebahasaan Anekdot
Anekdot tergolong ke dalam teks bergenre cerita. Berdasarkan hal tersebut, secara kebahasaan (language features) anekdot memiliki karakteristik sebagai berikut.
a. Banyak menggunakan kalimat langsung ataupun tidak langsung. Kalimat-kalimat itu dinyatakan dalam bentuk dialog para tokohnya.
b. Banyak menggunakan nama tokoh orang ketiga tunggal, baik dengan menyebutkan langsung nama tokoh faktual atau tokoh yang disamarkan. Contoh: Gus Dur, Nasruddin Hoja, Si Amerika, orang Indonesia, Pak Jin.
c. Banyak menggunakan keterangan waktu. Hal ini terkait bentuk anekdot yang berupa cerita; disajikan secara kronologis atau mengikuti urutan waktu.
Contoh:
- "Beberapa hari kemudian, petugas dari kepolisian mendatanginya dan menanyakan peristiwa kecelakaan itu."
- "Nah, sekarang tinggal kamu orang Indonesia. Sebut saja apa maumu."
- "Dua orang itu pada akhirnya bertengkar hebat."
- "Ketika memesan makanan, mereka bingung dengan menu-menu makanan yang disediakan."
d. Banyak menggunakan kata kerja material, yakni kata yang menunjukkan suatu aktivitas. Hal ini terkait dengan tindakan para tokohnya dan alur yang membentuk rangkaian peristiwa ataupun kegiatan.
Contoh:
- Petani tua segera memberikan bantuan.
- Petani tua kemudian menguburkan politikus-politikus itu di kebunnya.
- Beberapa hari kemudian, petugas dari kepolisian mendatanginya dan menanyakan peristiwa kecelakaan itu.
- Keduanya akhirnya dibawa menemui hakim setempat.
- Hakim memerintahkan agar orang pertama dipenjara.
- Orang itu berteriak memprotes.
e. Banyak menggunakan kata penghubung (konjungsi) yang bermakna kronologis (temporal), yakni dengan hadirnya kata-kata akhirnya, kemudian, lalu.
Contoh:
- Akhirnya, menabrak sebuah pohon besar di ladang seorang petani tua.
- Petani tua kemudian menguburkan politikus-politikus itu di kebunnya.
f. Banyak pula menggunakan konjungsi penerang atau penjelas, seperti; bahwa. Ini terkait dengan dialog para tokohnya yang diubah dari bentuk langsung ke kalimat tak langsung.
Contoh:
- Orang itu akhirnya mengangguk setuju dan mengakui bahwa hakim benar.
- "Kamu itu justru sangat bodoh," kata hakim itu dengan tenangnya. "Mau-maunya kamu bertengkar dengan orang tolol, yang mengatakan bahwa empat kali tujuh adalah dua puluh tujuh."
- Bahkan, beberapa di antara mereka ada yang berkata bahwa mereka belum meninggal.
- Akan tetapi, karena hakim yang mengadili adalah teman baik Si Penampar, hakim memutuskan bahwa hukumannya berupa tamparan lagi.
Advertisement
Menulis Anekdot
Penulis yang baik adalah penulis yang dapat menjadikan sesuatu yang sederhana, yang tidak begitu berarti, menjadi suatu karya yang menarik dan bermanfaat bagi pembacanya.
Ide-ide penulisannya, baik itu dalam bentuk anekdot, cerpen, teks eksplanasi, serta jenis teks lainnya, cukup digali dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada kesehariannya.
Selain mudah diperoleh, ide-ide semacam itu mudah dikenali sehingga mudah pula untuk dikembangkan. Menulis anekdot tidak memerlukan ide yang kompleks seperti halnya menulis cerpen ataupun novel.
Hal yang penting kita mempunyai lintasan ide yang berisi kritik. Poleslah ide itu dengan humor-humor.
Anekdot bisa menjadi menarik karena memang idenya tidak semata-mata bersumber dari khayalan belaka. Sumber penulisannya adalah kehidupan orang lain atau kita sendiri. Tokohnya bisa diambil dari keadaan faktual ataupun fiktif.
Seperti menulis cerpen, kita bisa memanfaatkan pengalaman, pengetahuan, dan imajinasi kita dalam pengembangannya. Hal yang terpenting yaitu kritik atau pesan yang akan disampaikan bisa terwakili oleh cerita tersebut.
Namun, unsur humornya tidak terlupakan. Adapun langkah sistematisnya adalah sebagai berikut:
1. Menentukan topik anekdot. Misalnya, turis Amerika yang merasa paling pintar.
2. Merumuskan tujuan. Misalnya, mengingatkan bahwa bangsa Indonesia pun bisa mengalahkannya dengan permainan kata-kata.
3. Menghadirkan tokoh dan latar. Misalnya, sopir taksi dan turis Amerika di dalam perjalanan Kota Jakarta.
4. Melengkapi struktur anekdot yang terdiri atas abstrak, orientasi, krisis, reaksi, dan koda.
5. Memperhatikan ketepatan penggunaan bahasa, seperti kalimat langsung dan tidak langsung, fungsi kalimat, kata ganti, kata kerja, dan konjungsinya.
6. Mencantumkan judul yang sesuai dengan isi anekdot.
Contoh Teks Anekdokt
              Empat Kali Tujuh
"Empat kali tujuh adalah dua puluh delapan," kata orang yang satunya.
"Empat kali tujuh adalah dua puluh tujuh," kata seorang yang satunya lagi.
Dua orang itu pada akhirnya bertengkar hebat. Warga yang menyaksikan menjadi jengkel. Keduanya akhirnya dibawa menemui hakim setempat.
Hakim memerintahkan agar orang pertama dipenjara. Orang itu berteriak memprotes,
"Lho, kok, saya? Di mana salah saya? Omongan saya, kan, benar, Pak Hakim. Empat kali tujuh itu dua puluh delapan. Iya, kan?"
"Kamu itu justru sangat bodoh," kata hakim itu dengan tenangnya. "Mau-maunya kamu bertengkar dengan orang yang tolol, yang mengatakan bahwa empat kali tujuh adalah dua puluh tujuh. Bukankah kamu yang seharusnya dihukum?"
Orang itu akhirnya mengangguk setuju dan mengakui bahwa hakim benar.
Moral Cerita:
Diam adalah emas, ketika tidak ada gunanya berargumentasi. Jika orang kedua itu rational, dia mungkin tidak jatuh ke dalam kesulitan karena menanggapi orang bodoh yang serius. Namun, dalam hal ini, hukuman orang yang pertama akan lebih buruk dibandingkan yang kedua karena dia tidak pernah mengetahui bahwa dia salah.
Â
Sumber: sman1kutasari.sch.id
Baca artikel seputar teks anekdot lainnya dengan mengeklik tautan ini.
Advertisement