Sukses


Kumpulan Puisi Wiji Thukul, Menyiratkan Perlawanan dan Tak Lekang oleh Waktu

Bola.com, Jakarta - Wiji Thukul merupakan penyair sekaligus aktivis yang ikut melawan penindasan rezim orde baru. Wiji Thukul dikenal dengan puisi-puisinya yang kritis dan mengungkapkan berbagai ketidakadilan.

Wiji Thukul kerap menyuarakan perlawanan lewat karya-karya puisinya. Namun, pada era orde baru, kritik lewat puisi sudah dianggap merujuk pada pemberontakan.

Hal itu dikarenakan orang-orang yang vokal dengan gagasan demokrasi substansi, dianggap berbahaya bagi ketertiban umum.

Kemudian pada 1998, Wiji Thukul hilang dan tak diketahui lagi nasibnya hingga saat ini.

Kendati demikian, Wiji Thukul masih dikenang terutama lewat karya puisi-puisinya. Puisi Wiji Thukul ditulis dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami banyak orang.

Banyak puisi-puisi Wiji Thukul yang bisa dikatakan masih abadi hingga sekarang.

Berikut ini kumpulan puisi Wiji Thukul, aktivis yang bersuara lewat sajak-sajaknya, seperti dilansir dari laman Gasbanter Journal, Kamis (27/8/2020).

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 13 halaman

1. Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu

Apa guna punya ilmu

Kalau hanya untuk mengibuli

Apa gunanya banyak baca buku

Kalau mulut kau bungkam melulu

Di mana-mana moncong senjata

Berdiri gagah

Kongkalikong

Dengan kaum cukong

Di desa-desa

Rakyat dipaksa

Menjual tanah

Tapi, tapi, tapi, tapi

Dengan harga murah

Apa guna banyak baca buku

Kalau mulut kau bungkam melulu

3 dari 13 halaman

2. Puisi untuk Adik

Apakah nasib kita akan terus seperti

Sepeda rongsokan karatan itu?

O… tidak, dik!

Kita akan terus melawan

Waktu yang bijak bestari

Kan sudah mengajari kita

Bagaimana menghadapi derita

Kitalah yang akan memberi senyum

Kepada masa depan

Jangan menyerahkan diri kepada ketakutan

Kita akan terus bergulat

Apakah nasib kita akan terus seperti

Sepeda rongsokan karatan itu?

O… tidak, dik!

Kita harus membaca lagi

Agar bisa menuliskan isi kepala

Dan memahami dunia

4 dari 13 halaman

3. Peringatan

Jika rakyat pergi

Ketika penguasa pidato

Kita harus hati-hati

Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat bersembunyi

Dan berbisik-bisik

Ketika membicarakan masalahnya sendiri

Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat berani mengeluh

Itu artinya sudah gasat

Dan bila omongan penguasa

Tidak boleh dibantah

Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang

Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

Dituduh subversif dan mengganggu keamanan

Maka hanya ada satu kata: lawan!

5 dari 13 halaman

4. Bunga dan Tembok

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang tak

kau hendaki tumbuh

Engkau lebih suka membangun

rumah dan merampas tanah

 

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang tak

kau kehendaki adanya

Engkau lebih suka membangun

jalan raya dan pagar besi

 

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang

dirontokkan di bumi kami sendiri

 

Jika kami bunga

Engkau adalah tembok itu

Tapi di tubuh tembok itu

Telah kami sebar biji-biji

Suatu saat kami akan tumbuh bersama

Dengan keyakinan: engkau harus hancur!

 

Dalam keyakinan kami

Di manapun - tirani harus tumbang!

6 dari 13 halaman

5. Monumen Bambu Runcing

Monumen bambu runcing

Di tengah kota

Menuding dan berteriak merdeka

Di kakinya tak jemu juga

Pedagang kaki lima berderet-deret

Walau berulang-ulang

Dihalau petugas ketertiban

 

Semarang, 1 Maret 86

7 dari 13 halaman

6. Nyanyian Akar Rumput

Jalan raya dilebarkan

Kami terusir

Mendirikan kampung

Digusur

Kami pindah-pindah

Menempel di tembok-tembok

Dicabut

Terbuang

Kami rumput

Butuh tanah

Dengar!

Ayo gabung ke kami

Biar jadi mimpi buruk presiden!

 

 

Juli 1988

8 dari 13 halaman

7. Suara dari Rumah-Rumah Miring

Di sini kamu bisa menikmati cicit tikus

Di dalam rumah miring ini

Kami mencium selokan dan sampan

Bagi kami setiap hari adalah kebisingan

Di sini kami berdesak-desakan dan berkeringat

Bersama tumpukan gombal-gombal

Dan piring-piring

Di sini kami bersetubuh dan melahirkan

Anak-anak kami

Di dalam rumah miring ini

Kami melihat matahari menyelinap

Dari atap ke atap

Meloncati selokan

Seperti pencuri

Radio dari segenap penjuru

Tak henti-hentinya membujuk kami

Merampas waktu kami dengan tawaran-tawaran

Sandiwara obat-obatan

Dan berita-berita yang meragukan

Kami bermimpi punya rumah untuk anak-anak

Tapi bersama hari-hari pengap yang menggelinding

Kami harus angkat kaki

Karena kami adalah gelandangan

 

Solo, Oktober 87

9 dari 13 halaman

8. Catatan Suram  

Kucing hitam jalan pelan

Meloncat turun dari atap

Tiga orang muncul dalam gelap

Sembunyi menggenggam besi

Kucing hitam jalan pelan-pelan

Diikuti bayang-bayang

Ketika sampai di mulut gang

Tiga orang menggeram

Melepaskan pukulan

Bulan disaput awan meremang

Saksikan perayaan kemiskinan

Daging kucing pindah

ke perut orang!

 

Solo, 1987

10 dari 13 halaman

9. Jalan

Aspal leleh tengah hari

Silau aku oleh sinar matahari

Gedung-gedung baru berdiri

Arsitektur lama satu-satu hilang

Dimakan pembangunan

Jalan kiri kanan dilebarkan

Becak-becak melompong di pinggiran

Yang jalan kaki

Yang digenjot

Yang jalan bensin

Semua ingin jalan

 

 

Solo, 22 November 90

11 dari 13 halaman

10. Sajak Suara

sesungguhnya suara itu tak bisa diredam

mulut bisa dibungkam

namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang

dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku

suara-suara itu tak bisa dipenjarakan

di sana bersemayam kemerdekaan

apabila engkau memaksa diamaku

siapkan untukmu: pemberontakan!

sesungguhnya suara itu bukan perampok

yang ingin merayah hartamu

ia ingin bicara

mengapa kau kokang senjata

dan gemetar ketika suara-suara itu

menuntut keadilan?

sesungguhnya suara itu akan menjadi kata

ialah yang mengajari aku bertanya

dan pada akhirnya tidak bisa tidak

engkau harus menjawabnya

apabila engkau tetap bertahan

aku akan memburumu seperti kutukan

12 dari 13 halaman

11. P E N Y A I R

jika tak ada mesin ketik

aku akan menulis dengan tangan

jika tak ada tinta hitam

aku akan menulis dengan arang

jika tak ada kertas

aku akan menulis pada dinding

jika aku menulis dilarang

aku akan menulis dengan

tetes darah!

13 dari 13 halaman

12. Tanah

tanah mestinya dibagi-bagi

jika cuma segelintir orang

yang menguasai

bagaimana hari esok kamu tani

tanah mestinya ditanami

sebab hidup tidak hanya hari ini

jika sawah diratakan

rimbun semak pohon dirubuhkan

apa yang kita harap

dari cerobong asap besi

hari ini aku mimpi buruk lagi

seekor burung kecil menanti induknya

di dalam sarangnya yang gemeretak

dimakan sapi

 

 

1989-Solo

 

 

Sumber: Gasbanter Journal

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer