Bola.com, Jakarta - HIV dan AIDS merupakan gangguan kesehatan yang serius dan perlu dipahami dengan baik oleh masyarakat.
Secara medis, HIV dan AIDS adalah dua gangguan kesehatan yang berbeda. Lantas, apa pengertian dari HIV dan AIDS?
Baca Juga
Advertisement
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Virus HIV dapat melemahkan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi dan penyakit.
HIV bisa menetap dalam tubuh pengidapnya seumur hidup. Hal itu karena, sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi di mana HIV sudah pada tahap infeksi akhir. Ketika seseorang sudah mengalami AIDS, tubuh tidak lagi memiliki kemampuan untuk melawan infeksi yang ditimbulkan.
Umumnya pengidap AIDS dapat bertahan hidup berkisar tiga tahun saja dengan bantuan perawatan berupa obat-obatan. Orang yang mengidap HIV dan AIDS disebut dengan ODHA.
Mengingat HIV dan AIDS adalah gangguan kesehatan yang serius, hingga kini kampanye pencegahan penyakit tersebut masih terus digalakkan.
Pada 1 Desember setiap tahunnya diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. Peringatan ini merupakan momen untuk edukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya penyakit HIV dan AIDS.
Itulah sedikit penjelasan tentang apa itu HIV dan AIDS. Supaya lebih jelas, berikut ini rangkuman mengenai HIV dan AIDS yang bisa dipahami, dikutip dari laman bulelengkab.go.id dan labuanbajo.manggaraibaratkab.go.id, Kamis (30/11/2023).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Faktor Risiko HIV AIDS
- Orang yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom, baik hubungan sesama jenis maupun heteroseksual.
- Orang yang sering membuat tato atau melakukan tindik.
- Orang yang terkena infeksi penyakit seksual lain.
- Menggunakan jarum suntik narkoba secara bersamaan.
- Penularan dari ibu hamil yang mengidap HIV/AIDS melalui plasenta ke janin.
Advertisement
Gejala HIV dan AIDS
- Stadium 1
Fase ini disebut sebagai infeksi HIV asimtomatik di mana gejala HIV awal masih tidak terasa. Fase ini belum masuk kategori sebagai AIDS karena tidak menunjukkan gejala.
Apabila ada gejala yang sering terjadi adalah pembengkakan kelenjar getah bening di beberapa bagian tubuh seperti ketiak, leher, dan lipatan paha.
Pengidap (ODHA) pada fase ini masih terlihat sehat dan normal, tetapi pengidap sudah terinfeksi serta dapat menularkan virus ke orang lain.
- Stadium 2
Daya tahan tubuh ODHA pada fase ini umumnya mulai menurun, tetapi gejala mulai muncul dapat berupa:
- Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Penurunan ini dapat mencapai kurang dari 10 persen dari berat badan sebelumnya.
- Infeksi saluran pernapasan seperti siunusitis, bronkitis, radang telinga tengah (otitis), dan radang tenggorokan.
- Infeksi jamur pada kuku dan jari-jari.
- Herpes zoster yang timbul bintil kulit berisi air dan berulang dalam lima tahun.
- Gatal pada kulit.
- Dermatitis seboroik atau gangguan kulit yang menyebabkan kulit bersisik, berketombe, dan berwarna kemerahan.
- Radang mulut dan stomatitis (sariawan di ujung bibir) yang berulang.
- Stadium 3
Pada fase ini mulai timbul gejala-gejala infeksi primer yang khas sehingga dapat mengindikasikan diagnosis infeksi HIV/AIDS. Gejala pada stadium tiga antara lain:
- Diare kronis yang berlangsung lebih dari satu bulan tanpa penyebab yang jelas.
- Penurunan berat badan kurang dari 10 persen berat badan sebelumnya tanpa penyebab yang jelas.
- Demam yang terus hilang dan muncul selama lebih dari satu bulan.
- Infeksi jamur di mulut (Candiasis oral).
- Muncul bercak putih pada lidah yang tampak kasar, berobak, dan berbulu.
- Tuberkulosis paru.
- Radang mulut akut, radang gusi, dan infeksi gusi (periodontitis) yang tidak kunjung sembuh.
- Penurunan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
- Stadium 4
Fase ini merupakan stadium akhir AIDS yang ditandai dengan pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh dan pengidap dapat merasakan beberapa gejala infeksi oportunistik yang merupakan infeksi pada sistem kekebalan tubuh yang lemah. Beberapa gejala dapat meliputi:
- Pneumonia pneumocystis dengan gejala kelelahan berat, batuk kering, sesak napas, dan demam.
- Pengidap semakin kurus dan mengalami penurunan berat badan lebih dari 10 persen.
- Infeksi bakteri berat, infeksi sendi dan tulang, serta radang otak.
- Infeksi herpes simplex kronis yang menimbulkan gangguan pada kulit kelamin dan di sekitar bibir.
- Tuberkulosis kelenjar.
- Infeksi jamur di kerongkongan sehingga membuat kesulitan untuk makan.
- Sarcoma Kaposi atau kanker yang disebabkan oleh infeksi virus human herpesvirus 8 (HHV8).
- Toxoplasmosis cerebral yaitu infeksi toksoplasma otak yang menimbulkan abses di otak.
- Penurunan kesadaran, kondisi tubuh ODHA sudah sangat lemah sehingga aktivitas terbatas dilakukan di tempat tidur.
Pencegahan HIV AIDS
- Gunakan kondom yang baru setiap berhubungan intim.
- Hindari berhubungan intim dengan lebih dari satu pasangan.
- Bersikap jujur kepada pasangan jika mengidap positif HIV, agar pasangan juga menjalani tes HIV.
- Kamu bisa bicarakan dengan dokter jika mendapatkan hasil tes positif HIV saat hamil, mengenai penanganan selanjutnya, dan perencanaan persalinan, untuk mencegah penularan dari ibu ke janin.
- Bersunat untuk mengurangi risiko infeksi HIV.
- Jika menduga baru terinfeksi atau tertular virus HIV, seperti setelah melakukan hubungan intim dengan pengidap HIV, maka harus segera ke dokter. Tujuannya agar mendapatkan obat post-exposure prophylaxis (PEP) yang bisa kamu konsumsi selama 28 hari dan terdiri dari tiga obat antiretroviral.
Advertisement
Pengobatan HIV dan AIDS
Kendati sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, ada jenis obat yang dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut antiretroviral (ARV).
ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Jenis obat ARV memiliki berbagai varian, antara lain Etravirine, Efavirenz, Lamivudin, Zidovudin, dan juga Nevirapine.
Selama mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan memonitor jumlah virus dan sel CD4 untuk menilai respons pengidap terhadap pengobatan. Hitung sel CD4 akan dilakukan tiap 3–6 bulan. Sedangkan pemeriksaan HIV RNA, dilakukan sejak awal pengobatan, lalu dilanjutkan tiap 3–4 bulan selama masa pengobatan.
Agar perkembangan virus dapat dikendalikan, pengidap harus segera mengonsumsi ARV begitu didiagnosis mengidap HIV. Risiko pengidap HIV untuk terserang AIDS akan makin besar jika pengobatan ditunda karena virus akan makin merusak sistem kekebalan tubuh.
Selain itu, penting bagi pengidap untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Konsumsi obat yang terlewat hanya akan membuat virus HIV berkembang lebih cepat dan memperburuk kondisi pengidap.
Segera minum obat jika jadwal konsumsi obat pengidap dan tetap ikuti jadwal berikutnya. Namun, jika dosis yang terlewat cukup banyak, segera bicarakan dengan dokter.
Kondisi pengidap juga memengaruhi resep atau dosis yang sesuai. Dokter juga dapat menggantinya sesuai kondisi pengidap. Selain itu, pengidap boleh untuk mengonsumsi lebih dari satu obat ARV dalam sehari.
Sumber: bulelengkab.go.id, labuanbajo.manggaraibaratkab.go.id
Yuk, baca artikel edukasi lainnya dengan mengeklik tautan ini.