Sukses


Kumpulan Puisi Karya Sapardi Djoko Damono yang Paling Terkenal

Bola.com, Jakarta - Sapardi Djoko Damono (1937-2020) adalah seorang penyair, sastrawan, dan budayawan Indonesia yang dikenal luas di kalangan sastra Indonesia.

Sapardi Djoko Damono 20 Maret 1937 di Surakarta, Jawa Tengah, dan meninggal pada 19 Juli 2020 di Jakarta.

Ia berkontribusi yang besar dalam perkembangan sastra Indonesia, khususnya puisi. Puisi-puisinya dianggap sebagai lukisan kata-kata yang indah dan menggambarkan perasaan yang mendalam.

Gaya penulisan puisinya yang sederhana, tetapi penuh makna membuatnya dikenal sebagai satu di antara penyair terkemuka Indonesia.

Karya Sapardi Djoko Damono mengusung tema cinta, kehidupan sehari-hari, dan keindahan alam.

Kamu bisa ikut membaca dan menikmati beberapa di antaranya, di bawah ini.

Berikut kumpulan puisi karya Sapardi Djoko Damono yang paling terkenal, Kamis (18/1/2024).

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 6 halaman

Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni

Dihapusnya jejak-jejak kakinya

Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni

Dibiarkannya yang tak terucapkan

Diserap akar pohon bunga itu.

3 dari 6 halaman

Perahu Kertas

Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas

dan kau layarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang

dan perahumu bergoyang menuju lautan

"Ia akan singgah di bandar-bandar besar," kata seorang lelaki tua.

Kau sangat gembira, pulang dengan berbagai gambar warna-warni di kepala

Sejak itu kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu

Akhirnya kau dengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya

"Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit".

4 dari 6 halaman

Hatiku Selembar Daun

Hatiku selembar daun

Melayang jatuh di rumput

Nanti dulu

Biarkan aku sejenak terbaring di sini

Ada yang masih ingin kupandang

Yang selama ini senantiasa luput

Sesaat adalah abadi

Sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.

5 dari 6 halaman

Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti

Jasadku tak akan ada lagi

Tapi dalam bait-bait sajak ini

Kau tak akan kurelakan sendiri

 

Pada suatu hari nanti

Suaraku tak terdengar lagi

Tapi di antara larik-larik sajak ini

Kau akan tetap kusiasati

 

Pada suatu hari nanti

Impianku pun tak dikenal lagi

Namun di sela-sela huruf sajak ini

Kau tak akan letih-letihnya kucari.

6 dari 6 halaman

Yang Fana Adalah Waktu

Yang fana adalah waktu.

Kita abadi memungut detik demi detik

Merangkainya seperti bunga

Sampai pada suatu hari

Kita lupa untuk apa

"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu

Kita abadi.

 

Dapatkan artikel puisi berbagai tema lain dengan mengeklik tautan ini.

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer