Sukses


Apa Itu Empty Sella Syndrome? Ketahui Penyebab, Gejala, dan Pengobatannya

Bola.com, Jakarta - Empty sella syndrome atau sindrom sella kosong merupakan penyakit langka yang bisa menyerang anak-anak maupun orang dewasa.

Menurut pakar, perempuan lebih rentan terserang kondisi ini. Selain itu, empty sella syndrome lebih sering terjadi di usia 30-40 tahun.

Empty sella syndrome adalah kelainan langka berupa pembesaran atau malformasi struktur pada tengkorak yang dikenal sebagai sella tursika.

Sella tursika adalah cekungan berbentuk pelana yang lokasinya berada di tulang di dasar tengkorak (tulang baji) tempat kelenjar pituitari atau hipofisis. Kelenjar ini berfungsi memproduksi hormon tertentu dan juga mengendalikan pelepasan hormon dari kelenjar lain.

Dalam empty sella syndrome, sella tursika terisi sebagian oleh cairan serebrospinal dan kelenjar hipofisis yang sangat kecil yang berada di dasar sella (sella kosong sebagian) atau sepenuhnya terisi cairan serebrospinal tanpa kelenjar hipofisis yang terlihat (sella sepenuhnya kosong).

Meski penyakit langka, empty sella syndrome bukan kondisi yang mengancam jiwa. Empty sella syndrome bisa disembuhkan, apalagi jika terdeteksi sejak awal.

Empty sella syndrome dapat ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan CT Scan atau MRI otak.

Itulah sedikit penjelasan tentang apa itu empty sella syndrome. Berikut ini rangkuman tentang empty sella syndrome yang menambah ilmu atau wawasan, Senin (20/5/2024).

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 4 halaman

Penyebab Empty Sella Syndrome

  • Empty Sella Syndrome Primer

Empty sella syndrome primer disebabkan oleh kelainan struktur sella turcica sejak lahir. Kondisi ini menyebabkan cairan otak bocor dan mengisi kantung serta menekan kelenjar pituitari. Penyebab kelainan bawaan di rongga tersebut masih belum diketahui secara pasti.

  • Empty Sella Syndrome Sekunder

Empty sella syndrome sekunder terjadi karena beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan gangguan di kelenjar pituitari atau sella turcica, antara lain:

  • Tumor otak.
  • Terapi radiasi atau operasi di sekitar kelenjar pituitari.
  • Peningkatan tekanan di dalam otak (hipertensi intrakranial).
  • Tumor kelenjar hipofisis.
  • Cedera kepala atau cedera otak.
  • Kerusakan di kelenjar pituitari akibat komplikasi saat melahirkan (sindrom sheehan).
3 dari 4 halaman

Gejala Empty Sella Syndrome

Banyak pengidap empty sella syndrome yang sepenuhnya tak menunjukkan gejala dan tak ada yang bermasalah secara endokrinologi atau hormonal.

Jika ada, gejala yang kerap muncul adalah sakit kepala yang akan reda ketika berbaring. Gejala lain termasuk:

  • Hiperprolaktinemia atau tingginya kadar hormon prolaktin.
  • Menstruasi tidak teratur atau tidak mengalami menstruasi.
  • Libido rendah.
  • Keluarnya cairan dari puting secara spontan.
  • Tekanan darah tinggi.
  • Pembengkakan mata.
  • Kriptorkismus (testis tidak turun).
  • Dolikosefali (kondisi berupa bentuk kepala yang lebih panjang).
  • Cacat struktural di otak kecil.
  • Penurunan tonus otot.
  • Hipertensi intracranial.
  • Pubertas lebih dini atau tertunda.
  • Kelelahan ekstrem.
  • Masalah ereksi pada laki-laki.
  • Keluarnya cairan serebrospinal dari hidung.
  • Gangguan penglihatan.
  • Pertumbuhan lambat.
4 dari 4 halaman

Pengobatan yang Dapat Dilakukan

Untuk pemeriksaan awal, Anda dapat melakukan MRI untuk melihat apakah memang terdapat sesuatu yang mencurigakan pada tengkorak.

Empty sella syndrome mungkin diperlukan operasi jika cairan tulang belakang memang mengisi bagian sella tursika.

Selain itu, untuk beberapa orang yang mendapati disfungsi pada pituitary yang bersifat symptomatic dan dan supportive dapat melakukan pengobatan perawatan medis disfungsi endokrin.

Sedangkan untuk pengidap empty sella syndrome primer yang memiliki kadar prolaktin tinggi dapat diberikan bromocriptine.

Namun, lebih baik Anda melakukan konsultasi dengan dokter dahulu untuk mendapatkan perawatan dan obat yang tepat untuk menangani gejala penyakit yang dirasakan.

 

Yuk, baca artikel edukasi lainnya dengan mengeklik tautan ini.

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer