Bola.com, Jakarta - Dunia puisi yang luas dan sudah berkembang sejak berabad-abad silam memiliki banyak jenis. Satu di antara dari jenis puisi itu adalah puisi elegi.
Puisi elegi adalah puisi baru yang khusus digunakan untuk menyampaikan rasa dukacita, kehilangan, kesedihan, bahkan kerinduan.
Baca Juga
Advertisement
Puisi elegi mampu menggugah perasaan dan memungkinkan pembaca atau pendengar untuk merasakannya secara mendalam.
Sosok seperti Chairil Anwar adalah satu di antara sastrawan puisi elegi.
Kata "elegi" berasal dari bahasa Yunani "elegeia," yang berarti nyanyian ratapan atau puisi duka.
Itulah sedikit penjelasan tentang puisi elegi. Supaya lebih jelas, kamu bisa mencermati dan memahami lima contoh puisi elegi di bawah ini, Kamis (6/6/2024).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Elegi Nelayan Tua
Karya: Idrus Tintin, Buku Waktu, 1990
Lelaki tua itu tersengguk-sengguk di emper gubuk
Bulan layu rendah di langit
Air mulai surut
Dan terlena digerogoti mimpi
Sebentar lagi subuh tiba
Inikah impian penghabisan seorang nelayan
Kaki dan tangan kaku dibelasah encok
Dada seperti terbakar batuk batuk batuk
Berteman dengan bulan dan air surut air pasang
Kokok ayam dan cicit murai
Menyambut pagi
Yang bukan lagi miliknya?
Panorama masa lalu tergambar di layar langit
Dengan kail memancing ikan ikan ikan
Sembilang tenggiri selar dingkis tamban jahan
Ikan ikan ikan
Pancing bubu belat kelong jala jaring
Selamat tinggal?
Encok yang datang marilah kamu
Batuk yang masuk teruskan jalanmu
Ikan-ikan masa lalu
Ikan-ikanku besok
Dan pertarungan akan berlanjut terus!
Advertisement
Hampa
Karya: Chairil Anwar
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut
Tak satu kuasa melepas renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti
Sepi
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertampik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Palu yang Pilu
Karya: Prawiro Sudirjo
Bumi berguncang
jantung berdegup kencang
kala ombak menerjang
Semua berlari tunggang langgang
menghindari pasang
Tak perduli rumah, sawah dan ladang
Semua hanya tinggal untuk dikenang
Wahai saudaraku
Ingatlah kepada Tuhan
Terimalah semua takdi-Nya
Mari berdoa dan beripaya
Bangkit dari musibah
Tuhanku hanya kepada-Mu
Kami pasrah.
Bekasi, 2 Oktober 2018
Advertisement
Sia–Sia
Karya: Chairil Anwar
Penghabisan kali itu kau datang
Membawa kembang berkarang
Mawar merah dan melati putih
Darah dan suci
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: Untukmu
Lalu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Kita berdua tak mengerti
Sehari kita bersama. Tak gampir-menghampiri
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi
Februari, 1943
Elegi
Karya: Joko Pinurbo
Maukah kau menemaniku makan?
Makan dengan piring yang retak dan sendok yang patah
Makan, menghabiskan hatiku yang pecah
Itulah makan malam terakhirnya
Di surga kecilnya yang suram
Besok ia sudah terusir kalah
Dan harus pergi menuju entah
Lalu mereka berfoto bersama
Sementara mobil patrol berjaga-jaga di ujung sana
Lalu hujan datang memadamkan api di matanya
Ia akan sering merindukan hukuman dan sering menengoknya lewat mesin pencari kenangan sebelum malam mimpinya.
Dapatkan artikel contoh puisi berbagai tema lain dengan mengeklik tautan ini.
Advertisement