Sukses


8 Penyebab Terjadinya KDRT yang Perlu Dipahami

Bola.com, Jakarta - Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan masalah sosial yang serius dan berdampak besar bagi individu serta masyarakat.

KDRT tidak hanya menimbulkan penderitaan fisik, tetapi juga trauma psikologis yang berkepanjangan bagi korban.

Fenomena ini sering kali terjadi di balik pintu tertutup, membuatnya sulit terdeteksi dan ditangani dengan tepat.

Menyadari berbagai penyebab terjadinya KDRT menjadi langkah awal yang penting dalam upaya pencegahan dan penanganan.

KDRT dapat terjadi karena berbagai faktor yang melibatkan aspek psikologis, sosial, dan ekonomi. Pemahaman yang lebih mendalam tentang penyebab-penyebab ini dapat membantu masyarakat dan penegak hukum untuk lebih efektif dalam menangani kasus-kasus KDRT.

Dengan mengidentifikasi akar masalahnya, kita dapat menciptakan strategi yang lebih efektif untuk mengurangi dan, semoga, menghilangkan kekerasan dalam rumah tangga.

Berikut delapan penyebab terjaidnya KDRT yang perlu dipahami, KamisĀ (15/8/2024).

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 4 halaman

Penyebab Terjadinya KDRT

1. Ketakseimbangan Kekuatan dalam Hubungan

Ketakseimbangan kekuatan antara pasangan sering menjadi pemicu KDRT. Satu di antara pihak merasa superior dan berusaha mengendalikan pasangannya melalui kekerasan fisik atau psikologis.

Ketakmampuan satu pihak untuk mempertahankan diri atau merasa takut untuk melawan menyebabkan situasi ini berlarut-larut.

Ketakseimbangan kekuatan juga bisa muncul akibat perbedaan status sosial, ekonomi, atau pendidikan antara pasangan.

Dalam hubungan di mana satu pihak merasa berkuasa, konflik kecil sekalipun bisa memicu kekerasan. Rasa superioritas ini sering kali didukung oleh keyakinan sosial atau budaya yang memperkuat dominasi salah satu pihak.

Situasi ini menciptakan lingkaran setan, di mana kekerasan terus terjadi karena ketakutan dan ketakberdayaan korban.

2. Pengalaman Masa Lalu yang Traumatis

Seseorang yang pernah mengalami atau menyaksikan kekerasan dalam keluarga sewaktu kecil, cenderung mengulangi pola tersebut dalam hubungan dewasa.

Trauma masa lalu bisa menyebabkan seseorang menganggap kekerasan sebagai cara yang normal untuk menyelesaikan masalah atau mengontrol pasangan.

Lingkungan keluarga yang penuh kekerasan menciptakan persepsi yang salah mengenai hubungan yang sehat. Pengalaman masa kecil yang traumatis bisa memengaruhi kesehatan mental seseorang, membuatnya lebih rentan terhadap perilaku agresif.

Trauma yang tidak diselesaikan bisa berubah menjadi kemarahan terpendam yang akhirnya meledak dalam bentuk kekerasan.

Ini menunjukkan pentingnya terapi dan konseling untuk mengatasi trauma masa lalu agar tidak berdampak negatif pada hubungan di masa depan.

3. Tekanan Ekonomi

Masalah keuangan sering menjadi pemicu konflik dalam rumah tangga yang bisa berujung pada KDRT. Ketika pasangan mengalami kesulitan ekonomi, stres yang dihasilkan dapat memicu perilaku kekerasan sebagai cara untuk melampiaskan frustrasi.

Kondisi ini diperparah jika salah satu pihak merasa bertanggung jawab penuh atas keuangan keluarga dan gagal memenuhi harapan.

Tekanan ekonomi dapat meningkatkan tingkat stres dalam rumah tangga, yang bisa memengaruhi keseimbangan emosional.

Ketakstabilan finansial sering kali memicu pertengkaran yang berujung pada kekerasan fisik atau verbal. Oleh karena itu, penting untuk mengelola stres akibat masalah keuangan dan mencari solusi yang konstruktif daripada melampiaskannya melalui kekerasan.

3 dari 4 halaman

Penyebab Terjadinya KDRT

4. Penyalahgunaan Alkohol atau Narkoba

Konsumsi alkohol atau narkoba dapat memperburuk situasi dalam rumah tangga dengan meningkatkan agresivitas dan menurunkan kontrol diri. Seseorang yang berada di bawah pengaruh zat-zat ini mungkin lebih cenderung melakukan kekerasan terhadap pasangannya.

Penyalahgunaan alkohol dan narkoba sering dikaitkan dengan perilaku impulsif dan agresif, yang memperparah risiko terjadinya KDRT.

Selain itu, kecanduan dapat menyebabkan konflik keuangan, isolasi sosial, dan penurunan kualitas hidup, yang semuanya bisa memperburuk situasi dalam rumah tangga.

Intervensi dan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan zat dapat membantu mengurangi risiko KDRT dan menciptakan lingkungan rumah tangga yang lebih aman.

5. Masalah Kesehatan Mental

Gangguan kesehatan mental seperti depresi, gangguan bipolar, atau gangguan kepribadian bisa menjadi faktor penyebab KDRT.

Kondisi-kondisi ini dapat menyebabkan perilaku impulsif, perubahan suasana hati yang drastis, dan ketakmampuan mengendalikan emosi, yang bisa berujung pada kekerasan.

Pelaku dengan gangguan mental sering kali tidak menyadari atau tidak mampu mengendalikan perilaku agresifnya. Gangguan kesehatan mental juga dapat memperburuk ketegangan dalam hubungan, terutama jika tidak ada dukungan atau perawatan yang memadai.

Pendampingan psikologis dan terapi yang tepat penting untuk membantu individu dengan gangguan mental agar tidak menggunakan kekerasan sebagai cara untuk menghadapi masalah.

6. Norma Budaya dan Gender

Norma budaya yang merendahkan perempuan atau menganggap laki-laki sebagai pemimpin absolut dalam rumah tangga dapat memicu KDRT.

Dalam beberapa budaya, kekerasan terhadap pasangan dianggap sebagai tindakan yang dapat diterima untuk menegakkan otoritas laki-laki. Keyakinan ini memperkuat ketaksetaraan gender dan memfasilitasi kekerasan dalam rumah tangga.

Norma gender yang kaku juga dapat membatasi kemampuan perempuan untuk melawan atau melaporkan kekerasan yang dialaminya.

Perubahan dalam norma sosial dan pemberdayaan perempuan penting untuk mengurangi insiden KDRT yang disebabkan oleh ketaksetaraan gender.

4 dari 4 halaman

Penyebab Terjadinya KDRT

7. Kurangnya Komunikasi Efektif

Ketakmampuan pasangan untuk berkomunikasi dengan baik bisa menyebabkan ketegangan dan kesalahpahaman yang memicu konflik.

Ketika masalah tidak dapat diselesaikan melalui komunikasi yang konstruktif, kekerasan mungkin dianggap sebagai cara yang lebih cepat untuk mengatasi frustrasi.

Komunikasi yang buruk sering kali disertai dengan rasa tidak saling percaya dan rasa frustrasi, yang memperburuk hubungan.

Meningkatkan keterampilan komunikasi dan belajar untuk mengelola konflik secara sehat adalah kunci untuk mengurangi risiko KDRT.

Pasangan perlu diajarkan bagaimana menyampaikan perasaan dan keprihatinan mereka tanpa menggunakan kekerasan sebagai alat penyelesaian masalah.

8. Isolasi Sosial

Isolasi sosial, di mana satu di antara pasangan memisahkan diri dari teman dan keluarga, dapat memperburuk situasi KDRT. Pelaku sering kali berusaha untuk mengisolasi korban dari dukungan sosial agar lebih mudah mengendalikan dan melecehkannya.

Tanpa dukungan dari orang lain, korban merasa tidak ada jalan keluar dari situasi kekerasan tersebut. Isolasi sosial juga dapat membuat korban merasa malu atau takut untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya.

Upaya untuk mengembalikan korban ke dalam jaringan sosial mereka dan memberikan dukungan eksternal penting dalam upaya untuk mencegah dan mengatasi KDRT.

Ā 

Yuk, baca artikel penyebab lainnya dengan mengeklik tautan ini.

Sepak Bola Indonesia

Video Populer

Foto Populer