Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia berhasil meraih medali emas SEA Games 1991 dari cabang olahraga sepak bola. Kala itu, Tim Garuda diperkuat beberapa pemain-pemain muda berbakat.
Timnas Indonesia tampil di SEA Games 1991 Filipina dengan memboyong 18 pemain. Dari 18 nama yang dibawa, ada 10 pemain muda yang memiliki masa depan cerah, mulai Sudirman, Rochy Putiray, Widodo Cahyono Putro, hingga Peri Sandria.
Baca Juga
Stadion Nasional Dipakai Konser, Timnas Singapura Terpaksa Geser ke Jalan Besar di Semifinal Piala AFF 2024: Kapasitas Hanya 6 Ribu Penonton
Sydney Menyala! 3.250 Suporter Akan Dukung Timnas Indonesia Vs Australia di Kualifikasi Piala Dunia 2026 pada 20 Maret 2025
3 Fakta Seretnya Gol Timnas Indonesia di Piala AFF 2024: Lini Depan Tumpul, STY Nggak Punya Solusi!
Advertisement
Pelatih Tim Garuda saat itu, Anatoli Fyodorich Polosin, memadukan pemain muda tersebut dengan beberapa pemain senior macam Robby Darwis, Hanafing, Eddy Harto, dan juga sang kapten, Ferril Raymond Hattu.
Kombinasi pemain junior dan senior itu terbukti berjalan baik. Di bawah tempaan keras Polosin, Timnas Indonesia tampil impresif di SEA Games edisi ke-16 tersebut.
Meski lebih mengandalkan permainan fisik ketimbang menerapkan gaya penampilan indah, Tim Garuda mampu tampil gemilang. Timnas Indonesia tak sekalipun menelan kekalahan, dan berhasil meraih medali emas SEA Games 1991.
Setelah mengalahkan Malaysia (2-0), Vietnam (1-0), Timnas Indonesia yang lebih banyak menurunkan pemain lapis kedua pada pertandingan ketiga kontra Filipina. Indonesia pun tertinggal 0-1 dari Filipina pada paruh pertama.
Kendati begitu, Tim Merah-Putih mampu bangkit pada paruh kedua. Suntikan semangat yang diberikan Polosin di ruang ganti mampu membawa dampak positif.
Bola hasil penalti Raymond Hattu dan gol dari striker muda Rocky Putiray, membawa Timnas Indonesia berbalik unggul dan mengunci kemenangan 2-1 atas Filipina. Indonesia pun melenggang ke semifinal sebagai juara Grup B dengan nilai sembilan dari tiga pertandingan.
Pada fase semifinal, Tim Garuda menghadapi lawan yang tak kalah sengit. Robby Darwis dkk. bersua Singapura di Rizal Memorial Stadium, Manila, 2 Desember 1991.
Duel pun berjalan sengit sejak menit awal. Singapura yang kala itu diperkuat Fandi Ahmad dan V. Sundrammorthy, mampu merepotkan barisan belakang Timnas Indonesia.
Skor 0-0 bertahan selama 120 menit, dan penentuan pemenang harus dilakukan lewat adu penalti. Pada babak tos-tosan, Timnas Indonesia mampu memetik kemenangan dengan skor 4-2, dan berhak lolos ke final.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Berjumpa Thailand pada Partai Puncak
Pada partai puncak Timnas Indonesia berjumpa tim kuat di Asia Tenggara, Thailand. Menghadapi Thailand di Stadion Rizal Memorial, Tim Garuda tak diunggulkan, baik oleh publik sendiri ataupun media-media luar.
Pasalnya, anak asuh Anatoli Polosin itu lebih mengandalkan kekuatan fisik ketimbang permainan cantik. Selain itu, Timnas Indonesia juga menghadapi Thailand, yang mengincar gelar keempat di SEA Games.
"Sejauh yang saya lihat di media-media, waktu itu kami memang tidak diunggulkan," ujar Sudirman, libero Timnas Indonesia saat itu.
"Hasil uji coba kami jelek, main bola saat itu juga tidak cantik, dan tidak punya pola permainan yang bagus. Kami hanya punya mental pemenang," lanjut Sudirman yang ketika SEA Games 1991 masih berusia 22 tahun.
Berstatus underdog, Timnas Indonesia mampu tampil mengejutkan. Bermain tak kenal lelah, pemain Indonesia mampu merepotkan Timnas Thailand. Skor 0-0 bertahan hingga babak extra time dan laga berlanjut ke adu penalti.
Eksekutor pertama kedua tim, Raymond Hattu dan Attapon Busbakom, menjalankan tugas dengan baik dan membuat skor menjadi 1-1. Thailand kemudian unggul 2-1 setelah tendangan Maman Suryaman mampu ditepis.
Kedudukan berubah menjadi 3-2 untuk Thailand setelah eksekutor ketiga dari kedua tim sama-sama berhasil mengeksekusi penalti. Yusuf Ekodono lantas mengawali kebangkitan Tim Garuda setelah mengelabui kiper Thailand, Chaiyong.
Kiper Timnas Indonesia, Eddy Harto, kemudian menjadi penentu setelah menahan tembakan Suksok. Tekanan adu penalti makin terasa setelah Widodo C. Putro dan Ranachai Busbakom gagal membobol gawang lawan.
Namun, Timnas Indonesia akhirnya membalikkan keadaan setelah bola sepakan 12 pas Sudirman tak mampu dihalau kiper lawan. Setelah itu, Eddy Harto yang waktu itu berusia 29 tahun, memastikan kemenangan 4-3 untuk Tim Garuda, setelah memblok eksekusi Pairot.
Timnas Indonesia menang dan berpesta setelah memastikan medali emas kedua sepanjang sejarah partisipasi di pesta olahraga se-Asia Tenggara itu. Sebelumnya, Indonesia meraih medali emas SEA Games 1987 di Jakarta.
"Masih bisa saya rasakan bagaimana tegangnya kami waktu itu. Terpenting, Indonesia tak hanya bisa menang di Jakarta," ujar Eddy Harto beberapa waktu lalu.
Advertisement
Kejutan Pemain-Pemain Muda Tim Garuda
Pada SEA Games 1991, pelatih Timnas Indonesia saat itu, Anatoli Fyodorich Polosin, tidak peduli dengan status pemain bintang di Timnas Indonesia. Hal itu pula yang membuat pelatih asal Rusia itu berani menepikan pemain sekelas Ricky Yakob, yang tidak dibawa ke Manila.
Dia juga tak khawatir memanggil pemain-pemain muda untuk membela Timnas Indonesia, sebut saja Sudirman (22 tahun), Rochy Putiray (21 tahun), Widodo Cahyono Putro (21 tahun), hingga Peri Sandria (22 tahun).
Sebelum di bawa ke Manila, nama-nama yang dipanggil mendapatkan latihan fisik keras. Selama tiga bulan, fisik seluruh pemain digenjot dengan materi latihan yang di luar batas kemampuan pemain kala itu.
Pemain muntah-muntah dan kabur dari pemusatan latihan jadi hal yang lumrah.
"Kami pun latihan sehari tiga kali dan dominan fisik," ujar Sudirman ketika mengenai materi latihan yang diterapkan Polosin.
"Saking capeknya, kami sampai malas mandi. Bahkan pemain seperti Fachry (Husaini) hingga Jaya (Hartono) tidak kuat dan memilih mundur. Saat latihan dengan menaiki gunung, Kas Hartadi sampai menangis. Dia bilang bal-balan opo iki kok pake naik gunung segala," tambahnya.
Tempaan keras yang diterapkan Polosin membawa dampak positif. Fisik pemain Timnas Indonesia mengalami peningkatan drastis. Pelatih yang tak mahir berbahasa Indonesia itu bisa membuat pemain berlari menempuh jarak 4 kilometer dalam waktu 15 menit. Standar VO2Max pemain pun sudah sesuai dengan pemain Eropa.
Latihan keras dan taktik yang diterapkan Polosin berbuah manis. Timnas Indonesia menjadi raja Asia Tenggara dengan catatan tak terkalahkan sepanjang SEA Games 1991.
Polosin yang didampingi Vladimir Urin dan Danurwindo itu membawa anak asuhnya mengalahkan Malaysia, Vietnam, Filipina, Singapura, dan menang adu penalti atas Thailand pada laga final.
Beberapa pemain muda Timnas Indonesia saat itu juga tampil gemilang dan mencuri perhatian, yakni, Widodo C. Putro, Rochy Putiray, dan Sudirman.
Widodo yang menjadi motor serangan Indonesia, mampu mencetak satu gol, sedangkan Rochy Putiray berhasil mengoleksi dua gol, dan Sudirman merupakan tembok kukuh Timnas Indonesia di jantung pertahanan.
"Setelah penendang penalti Thailand gagal melakukan tugasnya, saya dan rekan-rekan setim langsung berhamburan ke arah Eddy Harto. Kami mengejar Eddy Harto dan menggotong dia bak pahlawan. Kami pun bersukacita di sana (Stadion Rizal Memorial)," kenang Sudirman.
Berpeluang Ulangi Sejarah 28 Tahun Silam
Bagaikan deja vu, Timnas Indonesia U-22 berpeluang mengulangi sejarah 28 tahun lalu tersebut. Tim asuhan Indra Sjafri itu berhasil lolos ke final SEA Games 2019.
Duel juga bakal berlangsung di Stadion Rizal Memorial, Manila, Selasa (10/12/2019) malam WIB. Namun kali ini, Tim Garuda Muda akan menghadapi Vietnam.
Performa Timnas Indonesia U-22 pun bak sebuah ledakan yang mampu mengejutkan banyak pihak. Tergabung di Grup B bersama Thailand, Singapura, Vietnam, Brunei, dan Laos, Evan Dimas dkk. berhasil lolos ke semifinal dengan status runner-up dengan mendulang 12 poin.
Dari lima laga di Grup B, Timnas Indonesia memetik kemenangan atas Thailand (2-0), Singapura (2-0), Brunei (8-0), dan Laos (4-0). Satu-satunya laga yang berakhir dengan kekalahan adalah kontra Vietnam (1-2).
Pada semifinal, Sabtu (7/12/2019), Timnas Indonesia U-22 berhadapan dengan Myanmar. Tim Garuda Muda sempat kerepotan meladeni permainan Myanmar. Setelah menjalani laga selama 120 menit, Indonesia menang 4-2 atas Myanmar.
Dalam laga final, Timnas Indonesia U-22 akan kembali bersua Vietnam. Kepastian itu didapat setelah Timnas Vietnam berhasil mengalahkan Kamboja dengan skor 4-0.
Andai mampu mengalahkan Vietnam, Timnas Indonesia U-22 tak hanya menuntaskan dendam, namun juga meraih medali emas ketiga sepanjang sejarah SEA Games sekaligus mengulangi prestasi 1991.
Lantas, mampukah armada asuhan Indra Sjafri mewujudkan hal tersebut? Layak untuk dinantikan.
Advertisement