Informasi Pribadi
- LahirJember, Jawa Timur
- Tanggal24 Juli 1958
- KewarganegaraanIndonesia
- IstriNy. Tejangningsih Haiti
- AnakFakhri Subhana Haiti Farouk Ashadi Haiti
- PangkatJenderal Polisi
- ProfesiTokoh Kepolisian
- AlamamaterAkademi Kepolisian (1982)
Kepala Kepolisian ke-22 Negara Republik Indonesia
- Masa Jabatan17 April 2015 - Juli 2016
- WakilBudi Gunawan
- MenggantikanSutarman
- DigantikanTito Karnavian
Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
- Masa Jabatan4 Maret 2014 - 17 April 2015
- KapolriSutarman
- MenggantikanOegroseno
- DigantikanBudi Gunawan
Danton Sabhara Dit Samapta Polda Metro Jaya
- Masa Jabatan1982 - 1984
Jenderal Drs. Badrodin Haiti lahir di Desa Paleran, Kecamatan Umbulsari, Kabupaten Jember, Jawa Timur pada 24 Juli 1958. Ia menjadi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) menggantikan Jenderal Polisi Sutarman. Ia sempat menjadi Pelaksana Tugas Kapolri pada 16 Januari 2015 - 17 April 2015, hingga pelantikan Kapolri dilaksanakan. Sebelumnya ia menjadi Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) dengan masa jabatan 4 Maret 2014 hingga 17 April 2015.
Badrodin pernah menjadi Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (2009-2010), Sulawesi Tengah (2006-2008), dan Banten (2004-2005). Ia merupakan lulusan terbaik Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1982, hingga meraih bintang Adhi Makayasa. Jabatan pertama setelah Badrodin lulus adalah Danton Sabhara Dit Samapta Polda Metro Jaya pada 1982.
Masa Kecil
Badrodin dikenal sebagai anak pendiam dan pintar. Ia menjalani masa kecilnya di sebuah rumah sederhana model kuno. Halamannya tidak terlalu luas, tanpa pagar, dan terdapat papan nama Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Umbulsari.
Ayah Badrodin, Ahmad Haiti, adalah tokoh Muahammadiyah yang cukup disegani. Meski terlahir di kalangan priyai, ia tetap bergaul tanpa melihat status sosial. Anak keempat dari delapam bersaudara itu, ternyata senang sekali menyaksikan wayang.
Badrodin menghabiskan masa kecil dan remaja di Jember. Ia bersekeloah di SD Paleran hingga kelas 5 SD. Kemudian kelas 6 SD pindah ke Wingi, Blitar, tempat tinggal kakak pertamanya. Dia meneruskan SMP di Pondok Pesantren Baitul Arqom, Jember. Kemudian pendidikannya berlanjut di SMA Muhammadiyah Rambipuji, yang cukup jauh dari rumahnya.
Memasuki kelas 2 dan 3 SMP, Badrodin pindah ke SMA Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Jember. Meskipun ibunya sempat tidak setuju jika Badrosin masuk tentara atau polisi, namun Badrodin menjadi lulusan terbaik di Akabri Kepolisian tahun 1982.
Pernah Dikecewakan Polisi
Badrodin mengaku pernah kecewa dengan instansi kepolisian sendiri. Hal itu disebabkan karena laporan masyarakat yang pernah dibuatnya tidak kunjung lengkap atau P21. "Saya pernah membuat laporan polisi tapi kasusnya tidak pernah P21," ujar Badrodin di kediamannya.
Badrodin bercerita, laporan itu dia buat saat sang istri, Tejaningsih, mengalami alergi saat mengonsumsi obat dari dokter. "Dokter itu bilang kalau nanti obatnya sudah habis diminum, alerginya akan hilang," tutur dia. Tapi, seminggu setelah obat itu dikonsumsi, alergi itu tak kunjung hilang. Namun, Badrodin pun tak dapat meminta pertanggungjawaban dokter tersebut, lantaran dokter itu justru pergi ke Jerman. Saat membuat laporan itu, Badrodin merasa kecewa terhadap institusi Kepolisian, padahal dirinya juga anggota Polisi. "Polisi saja meminta keadilan susah," kenang Badrodin.
Kisah Istri Saat Jadi Korban Malpraktik
Istri Badrodin Haiti, Tejaningsih Haiti mengaku pernah terkena penyakit langka. Dia menderita penyakit Syndrome Steven Johnson (SJS) pada 2008.
Ibu dari Farouk Ashadi Haiti dan Fakhri Subhana Haiti itu menuturkan, awalnya rasa sakit dirasakan di bagian usus dan lambungnya. Dia pun kemudian dirawat selama 10 hari di salah satu rumah sakit di Jakarta. Namun perawatan itu bukan membuatnya sembuh, justru sebaliknya. Dia mengalami panas tinggi setelah meminum obat dari dokter. "(Kulit) Kayak orang disiram air panas rasanya saat itu," kata Tejaningsih di rumahnya, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Setelah kejadian itu, ia dan keluarga menduga telah terjadi malpraktik yang mengakibatkan menderita penyakit langka. Dia pun dibawa keluarga ke RS Mounth Elizabeth di Singapura untuk menjalani pengobatan dan perawatan selama 18 hari."Saya ketika dirawat di Singapura itu bengkak-bengkak, melepuh, sekarang sudah sehat tinggal air mata dan kuku sempat copot. Itu karena keracunan obat," ucap Tejaningsih.
Selama setahun, ia mengeluhkan sempat tidak bisa mengeluarkan keringat. Akibat penyakitnya itu juga, dirinya tersiksa karena tidak boleh terkena sinar matahari selama 8 bulan.Untuk menutupi biaya perawatan yang sampai Rp 1,1 miliar, sang suami yang calon Kapolri itu pun membeli polis asuransi.
Narkoba Tak Bisa Diatasi Hanya dengan Hukuman Mati
Jenderal Badrodin Haiti menyatakan, masalah narkoba tidak hanya bisa diatasi dengan hukuman mati. Perang terhadap narkoba tidak hanya menjadi tanggung jawab para penegak hukum, namun peran masyarakat juga sangat dibutuhkan. "Yang bisa mengatasi (maraknya peredaran narkoba) adalah kepedulian semua elemen bangsa, elemen semua pihak," ucap Badrodin usai menandatangani MoU dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) di Mabes Polri, Jakarta.
Badrodin mengatakan, langkah penting memerangi bahaya narkoba bisa dimulai dari kesadaran masyarakat dalam lingkup kecil, seperti keluarga. Setiap warga diminta lebih peduli melakukan pencegahan di lingkup keluarga dan orang-orang terdekatnya.
"Misalnya, di keluarga paling tidak saya bisa mencegah istri dan anak saya dari narkoba. Itu sudah menjadi suatu sumbangsih yang luar biasa. Tapi kan banyak mereka baru peduli setelah ada anggota keluarganya menjadi korban," papar dia.
Badrodin juga menjelaskan ada 2 pokok utama yang menjadi strategi pemerintah dalam memberantas narkoba. Pertama yakni dengan mengurangi pasokan, dan kedua mengurangi permintaan.
Pahlawan Inspirasi
Badrodin Haiti punya pahlawan yang selalu ia jadikan sebagai figur panutan dan sumber inspirasi. Adalah Muhammad Yasin, Bapak Brimob Polri yang dikenal sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia dalam mengusir para penjajah bersama Bung Tomo. "Pak Yasin, itu kan yang ikut memperjuangkan (kemerdekaan) sebagai pahlawan. Bung Tomo juga iya. Mereka menginspirasi semua orang," kata Badrodin di Jakarta Selatan.
Muhammad Yasin atau dikenal dengan M Yasin semasa hidupnya juga merupakan seorang Brigadir Mobil (Brimob) Polri. Ia ikut terlibat langsung dalam mengusir penjajah Indonesia. Sementara Bung Tomo, pria dengan nama asli Sutomo, kelahiran Surabaya 3 Oktober 1920 ini, menjadi tokoh kunci perlawanan arek-arek Surabaya dalam upaya mengusir tentara Inggris yang didomplengi Belanda dalam pertempuran bersejarah pada 10 November 1945.
Nilai-nilai para pahlawan bangsa yang telah memperjuangkan kemerdekaan itulah, kata Badrodin, yang harus menjadi contoh bagi generasi penerus bangsa.
Keteladanan ini juga telah dipraktikan oleh anggota polisi Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas). Khususnya mereka yang membebaskan warga di pasung dan kemudian dibawa untuk berobat."Nah ini kan bagus, artinya ada ruang-ruang yang bisa dilakukan polisi baik di pusat atau di daerah untuk bisa kita teladani jadi inspirator melakukan terbaik bangsa," tandas Badrodin.
Operasi Ramadniya
Operasi Ketupat setiap tahunnya kerap digelar jajaran kepolisian guna mengawal perayaan hari raya Idul Fitri. Tetapi untuk tahun ini Operasi Ketupat ditiadakan dan ganti dengan Operasi Ramadniya. Walau pun kegiatan ini sama-sama mengawal masyarakat yang mudik ke kampung halaman.
Ternyata Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengaku cukup kesulitan menemukan nama pengganti Operasi Ketupat. Apalagi Presiden Jokowi sendiri yang memerintahkan Badrodin untuk mencari nama pengganti operasi tersebut. "Saya bingung nama sandi operasinya. Akhirnya saya putuskan operasi kali ini namanya Operasi Ramadniya. Karena Pak Presiden minta cari," kata Badrodin saat sambutan dalam acara buka puasa bersama di kompleks Mabes Polri, Jakarta.
Nama sandi operasi Ramadniya akhirnya dipilih Badrodin. Bukan tanpa sebab, nama ini ia dapat dari nama anak tetangganya yang kebetulan sama."Akhirnya saya ada anak tetangga namanya Ramadniya. Mungkin dari bahasa sansekerta. Tetapi itu bisa jadi kepanjangan dari Ramadhan dan Hari Raya," ungkap Badrodin.
Salam Perpisahan Jelang Pensiun
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti berpamitan kepada para wartawan dan pejabat Polri dalam acara buka puasa bersama yang digelar di Mabes Polri, Jakarta. "Saya mungkin sudah tidak bisa berkumpul lagi mengakhiri tugas saya. Terima kasih atas kerjasama selama ini dan mohon maaf apabila selama berinteraksi ada hal yang kurang berkenan," ucap Badrodin.
Ia mengenang selama setahun lebih kepemimpinannya, banyak hal menyenangkan dan tidak dialaminya. Salah satunya, pernah terjadi kegaduhan akibat gesekan antar-lembaga penegak hukum.Tetapi menurut dia, persoalan itu bisa ia tuntaskan. Begitupun permasalahan di internal Polri yang akhirnya bisa diselesaikan dengan baik.
"Kalau kita fokus dan bersungguh-sungguh, saya yakin ada jalan keluarnya. Solusi yang bisa kita selesaikan, sama-sama menerima," kata dia.
Pensiun, Ingin Umrah Sampai Urus Cucu
Masa jabatan Jenderal Badrodin Haiti sebagai Kapolri akan segera berakhir pada akhir Juli 2016. Ada sejumlah kegiatan yang ingin ia lakukan setelah resmi tidak lagi berseragam Korp Bhayangkara itu. Mantan Kapolda Jawa Timur itu mengaku ingin pergi umrah, naik haji dan mengurus cucu di rumah selepas pensiun nanti.
"Kita mau umrah, mau haji, mau momong cucu," kata Badrodin di kompleks Mabes Polri, Jakarta.
Lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1982 ini juga mengungkapkan, setelah pensiun nanti ia ingin lebih menghabiskan waktunya bersama keluarga. Kemudian, ia ingin melakukan pekerjaan sosial untuk masyarakat.
"Santai-santai saja menikmati, kita ingin membangun pola hidup yang sehat. Makan teratur, tidur teratur, olahraga teratur," papar dia.