Bola.com, Jakarta - Menjelang perhelatan Torabika Soccer Championship (TSC) 2016 presented by IM3 Ooredoo bergulir, administrator kompetisi PT Gelora Trisula Semesta (GTS) menjanjikan akan membuka secara transparan nominal kontrak pemain di klub-klub kontestan. Sayangnya, memasuki pekan kedua kompetisi berjalan hal tersebut belum terealisasi.
Advertisement
Baca Juga
Direktur Utama GTS, Joko Driyono, menyebut hal itu terjadi karena karena muncul keberatan dari klub-klub saat managers meeting menjelang kick-off TSC 2016. "Mereka merasa besaran nominal kontrak hal yang bersifat privat, hanya boleh diketahui oleh klub dengan pemain yang dikontrak," ungkap Joko saat dijumpai bola.com medio pekan ini.
Klub tak ingin rahasia dapur mereka dibuka secara gamblang kepada publik sepak bola Tanah Air. Mereka hanya bersedia membukanya ke GTS, yang berstatus sebagai penyelenggara kompetisi.
Keberatan ini bertentangan dengan semangat transparansi yang dikumandangkan GTS. "Dalam waktu dekat kami akan kembali membicarakan hal ini ke klub-klub. Tuntutan transparansi tidak bisa dihindari, dan menjadi wajib hukumnya untuk menegaskan era baru kompetisi profesional di Indonesia," tutur Joko.
Menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan finansial, GTS menerapkan sejumlah regulasi baru yang berbeda dengan era kompetisi Indonesia Super League. Untuk menghindari mencuatnya kasus-kasus tunggakan gaji ke pemain dan ofisial, mereka melakukan kontrol ketat keuangan.
Pembatasan anggaran belanja pemain, atau yang dikenal dengan istilah budjeting cap diterapkan pada TSC 2016 ini.
Klub-klub peserta kompetisi kasta elite tidak bisa belanja pemain lebih dari Rp 10 miliar rupiah. Kelonggaran belanja pemain diberikan hanya pada klub-klub yang kondisi keuangannya dinilai sehat. Tim-tim yang dinilai kondisi keuangan pas-pasan, hanya bisa berbelanja pemain maksimal Rp 5 miliar.
Jika ingin meningkatkan jumlah anggaran belanja pemain, mereka harus bisa mendapat sponsor untuk menopang kondisi finansial.
Kontrol keuangan dilakukan GTS secara kontinu untuk memastikan klub-klub tidak melanggar aturan main yang diterapkan.
"Besaran belanja pemain Persib, Persipura, Sriwijaya FC tentu berbeda dengan Gresik United, Persela, atau Persija. Intinya kami ingin klub-klub sehat secara finansial, tidak tertatih-tatih menjalani TSC 2016.
"Aturan budgeting cap gunanya memproteksi gaji pemain. Regulasi ini membuat pemain merasa aman soal kepastian cairnya gaji mereka," tutur Joko yang juga berstatus sebagai CEO PT Liga Indonesia yang mengelola ISL.
Keterbukaan laporan nilai kontrak ke masyarakat luas menjadi salah satu alat kontrol untuk menekan klub menjalankan regulasi budgeting cap. "Jadi masyarakat luas bisa tahu, berapa besar dana yang dikeluarkan untuk belanja pemain. Siapa pemain dengan banderol termahal atau termurah bisa tergambar jelas.
PT Gelora Trisula Semesta tak menampik kemungkinan ada klub bermain belakang, mengeluarkan uang di bawah meja untuk membayar pemain. "Kalau ternyata pada perjalanan kompetisi, keuangan mereka bermasalah, mereka harus siap dengan konsekuensinya. Kami akan menghukum klub yang tersandung kasus keterlambatan pembayaran gaji, dengan pengurangan poin dan pemotongan subsidi," ujar Joko Driyono.