Bola.com, Jakarta - Ajang Indonesia Soccer Championship U-21 sampai pada periode babak 4 besar. KickOff! Indonesia menganalisis dua pertandingan semifinal yang dihelat Sabtu (10/12/2016).
Pertandingan antara PS TNI U-21 kontra Pusamania Borneo FC (PBFC) U-21 berlangsung menarik. Kedua tim dihuni oleh pemain-pemain yang telah malang melintang di tim nasional junior.
Advertisement
Baca Juga
Di PS TNI terdapat nama seperti Alwi Slamat, Andy Setyo dan Dimas Drajat. Sedangkan di PBFC dihiasi nama seperti Helmi Madilla, Koko Hamidi dan Gavin Kwan Adsit.
Pusamania Bprneo FC U-21 asuhan Iwan Setiawan memainkan formasi 1-4-2-3-1 saat attacking yang bertransformasi menjadi 1-4-4-2-0 pada saat bertahan.
Sedangkan di PS TNI U-21, Miftah memilih untuk bermain 1433 dengan Sugeng Roni sebagai pemain nomor 6. Secara natural, terjadi situasi 3 Vs 2 di tengah saat PS TNI U-21 menguasai bola.
Akan tetapi duet center back PS TNI U-21 perlu memikirkan cara mengakses situasi menang jumlah mereka di gelandang, karena terjadi 2 Vs 2 di bawah.
PS TNI Gagal Eksploitasi Areal Sentral
Borneo FC memilih pendekatan reaktif dengan mainkan blok pertahanan rendah. Formasi 1-4-4-2 yang digunakan Tim Pesut Etam dalam bertahan secara natural menyediakan dua ruang antar lini.
Pertama ruang antar lini bertahan dan lini tengah. Kemudian ruang antar lini tengah dan lini depan. Koneksivitas serangan through the third hanya bisa terjadi bila ada pemain yang berdiri di dua ruang antar lini tersebut.
Situasi menang jumlah pemain di tengah gagal dimanfaatkan dengan baik oleh PS TNI. Problemnya adalah penyakit nasional ketidak mampuan center back untuk memprogresi serangan.
Konsekuensinya PS TNI harus memprogresi serangan dengan gelandang tengah turun menjemput bola. Hal ini diperparah dengan pasifnya dua fullback PS TNI U-21. Praktis PS TNI menggunakan 7 pemain untuk build up dan menyisakan 3 orang di depan.
Formasi 1-4-4-2 yang digunakan PBFC dalam bertahan secara natural menyediakan dua ruang antar lini. Pertama ruang antar lini bertahan dan lini tengah. Kemudian ruang antar lini tengah dan lini depan. Koneksivitas serangan through the third hanya bisa terjadi bila ada pemain yang berdiri di dua ruang antar lini tersebut.
Akibatnya ada kekosongan di ruang antar lini tengah dan depan. Dimana tidak satupun pemain PS TNI U21 berdiri dan meminta bola untuk koneksi progresi serangan. Padahal sesekali dilakukan, PS TNI mampu merengsek ke depan lebih jauh. Sayangnya penerimaan bola Alwi atau Wahyu di ruang antar lini ini tidak sering. Kalaupun dilakukan umumnya mereka menerima sambil berlari.
Direct Play
Kegagalan PS TNI mengeksploitasi area tengah di sisi lain memberi berkah bagi mereka. Pertama dengan gelandang tengah turun untuk menjemput bola memastikan PS TNI memiliki banyak pemain yang berposisi behind the ball. Meski boros pemain dalam build up dan menyisakan sedikit pemain di depan, PS TNI memaksa Borneo FC tidak bisa lakukan serangan cepat pasca rebut bola.
Berkah kedua adalah PS TNI terpaksa harus memainkan long ball ke Dimas Drajat. Ternyata Nocea dan Rizky, duet bek tengah PBFC memiliki tinggi badan seadanya. Terjadilah mismatch dalam duel bola udara. Dimas Drajat bukan saja memenangkan setiap duel udara. Lebih dari itu, ia sanggup mengontrol bola dengan dada untuk menghindari second ball liar.
Mulusnya progresi bola via long pass ke Dimas Drajat menjadi titik awal serangan PS TNI. PS TNI mampu unggul 1-0 via heading Dimas Drajat
PBFC juga mendapatkan kemewahan dalam melakukan direct play. Dimana Gavin Kwan Adsit juga hampir selalu memenangkan duel udara kontra Andy Setyo. Sayangnya tampak sekali komunikasi Gavin Kwan dengan pemain nomor 10 dan winger PBFC terlihat kurang fasih. Berkali-kali terjadi miskomunikasi antar mereka saat perebutan second ball.
Hal aneh yang perlu direfleksikan bersama sebagai problem nasional adalah cara PS TNI melakukan possession pasca unggul. Meski ketinggalan, PBFC tidak mengubah blok pertahanan rendahnya. PBFC hanya mengganti Rizky dengan Koko Hamisi. Kehadiran Koko Hamisi membuat area duel bek tengah PBFC sedikit membaik.
Pada kondisi demikian, logikanya PS TNI cukup melakukan possession pasif ke kiri-kanan belakang untuk membunuh permainan. Tokh lawan tidak press dan tim sudah unggul. alih-alih melakukan demikian, bek-bek PS TNI hanya melakukan beberapa kali passing diakhiri dengan long passing ke lawan. Untung saja, PS TNI mampu memanfaatkan keluarnya pemain PBFC untuk menyegel dengan gol tambahan via serangan balik.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Langkah Mulus Bali United
Laga kedua semifinal antara Bali United U-21 kontra Persela U-21 berlangsung seru dan menegangkan. Bali United diperkuat pemain belia potensial seperti Putu Pager, Ikhwan Azka dan Sugeng Efendi. Sedangkan Persela kedatangan dua pemain andalan tim senior. Yakni Sadil Ramadani dan Dendy Setiawan.
Laga berlangsung amat terbuka. Persela mainkan formasi 1-4-4-2 kontra Bali United dengan formasi kebangsaan mereka 1-4-3-3.
Secara natural terjadi situasi 3 Vs 2 di tengah untuk keunggulan Persela. Tetapi Persela bisa memaksa lawan menggeber long ball atau melebar dengan melakukan pressing 2 Vs 2 di depan pada dua center back Bali United.
Striker Show
Lagi-lagi penyakit tim-tim Indonesia adalah tidak mampu melakukan build serangan through the third. Seperti biasa stoper kedua tim tak mampu mendrive untuk memprogresi serangan. Situasi yang memaksa gelandang untuk drop menjemput bola ke bawah dan mengosongkan ruang antar lini. 7 orang di belakang, 3 orang di depan.
Situasi ini memaksa permainan melebar ke kedua sayap dengan bola down the line yang mudah diantisipasi. Atau permainan long ball langsung ke striker lawan. Tingginya frekuensi long ball ke striker membuat pertandingan ini menjadi pertunjukan untuk Nur Hardianto, striker Persela. Juga, Ikhwan Azka striker Bali United asal Tuban.
Nur Hardianto adalah tipe penyerang nomor punggung 9 yang sering drop ke ruang antar lini belakang dan tengah untuk menerima bola. Posturnya yang tinggi besar memudahkannya untuk menahan bola dan melakukan kombinasi dengan dua sayap dan gelandang Persela yang naik. Sayang Nur Hardianto tidak cukup memiliki koneksi dengan gelandang. Praktis ia hanya mampu berkombinasi dengan kedua sayap.
Sebaliknya Ikhwan Azka adalah striker yang memiliki kemampuan ball handling yang lebih baik. Bali United yang tidak banyak menguasai bola, memberikan ruang yang lebih besar untuk Ikhwan dan kedua sayap Bali United untuk melancarkan serangan balik cepat. Kemampuannya dalam memilih kapan harus melakukan solo penetration, kapan harus berkombinasi passing dengan kedua sayap dalam serangan balik amat merepotkan Persela.
Serangan Balik
Persela membuka gol lewat penalti akibat handsball bek Bali United. Unggul satu gol tak membuat Persela mengendurkan serangan. Pendekatan penguasaan bola tetap dipilih tim biru langit. Sayangnya, penguasaan bola Persela meninggalkan lobang dimana-mana.
Salah satu lobang besar terjadi di sektor kanan Persela. Dimana Ahmad Birul, bek kanan Persela sangat aktif naik membantu serangan. Kondisi yang diperparah dengan buruknya Malik Risaldi, sayap kanan dalam membantu pertahanan. Sungguh perpaduan yang menyenangkan untuk Sugeng Efendi, sayap kiri Bali United.
Praktis Bali United mendapatkan 2 counter attack maut di area tersebut. Dimana trio Sugeng-Ikhwan-Samsul Pellu mampu memanfaatkan ruang besar dengan serangan balik kilat. Ruang besar di jantung pertahanan Persela selain diakibatkan oleh ruang besar yang ditinggalkan Ahmad Birul, juga diperparah dengan besarnya jarak antar lini belakang dan tengah.
Blunder Perubahan Taktik Unggul 3-1, pelatih Bali United melakukan perubahan taktik penting. Formasi 1433 dibuahnya menjadi formasi 1-5-3-2, dengan menempatkan seseorang libero klasik. Perubahan pasca unggul dua gol yang kelihatan logis ini menjadi bencana bagi Bali United. Terlebih Coach Didik memasukkan Sadil Ramadani dan Dendy untuk mempertajam lini serang mereka.
Situasi yang terjadi kemudian, fullback Persela tidak memiliki direct opponent. Mereka begitu bebas untuk bisa naik menciptakan 2 Vs 1 atau crossing. Kompensasi dari situasi itu, gelandang apit kiri dan kanan Bali United terpaksa harus melebar untuk mempressing fullback lawan. Akibatnya ada gap besar untuk vertical passing ke 2 striker Persela atau sayap Persela yang masuk ke halfspace.
Penggunaan libero klasik juga menciptakan ruang besar di kiri dan kanannya. Ruang besar ini sering dieksploitasi oleh bola diagonal atau early crossing. Persela pun mampu mendekatkan skor menjadi 2-3. Untung Sugeng Efendi dan Ikhwan kembali menunjukkan magisnya dalam counter attack cepat. 4-2 untuk Bali United. Gol terakhir Persela lewat chip pass diagonal ke kanan sudah terlambat untuk menggagalkan Bali United ke final.
Tim KickOff! Indonesia
www.kickoffindonesia.com
Pusat Kepelatihan Sepakbola
Advertisement